DINASTI QAJAR (1779-1925)
A.
Sejarah Berdirinya Dinasti Qajar
Dinasti
Qajar
(juga dikenal sebagai Ghajar atau Kadjar) atau dalam bahasa Persia: (سلسله قاجاریه - atau دودمان قاجار ) adalah sebutan umum untuk menggambarkan Iran (kemudian dikenal sebagai Persia) dibawah keluarga Dinasti Qajar
yang berkuasa yang memerintah Iran sejak 1794 hingga 1925. Pemimpin Dinasti
Qajar dan sekaligus pendiri kepemerintahan yaitu Agha muhammad Khan dan
ditetapkan sebagai syah (kaisar atau raja) 1779-1797 M.
Qajar adalah Dinasti yang berkuasa
di Persia dan berpusat di Iran selama kurang lebih 150 tahun (1779 – 1924).
Nenek moyang Dinasti Qajar adalah bangsa Turki. Selama abad ke-14, mereka
bergerak memasuki kawasan Persia, Irak dan kawasan lain di Timur Tengah. Nama
Qajar sediri diambil dari nama salah seorang tokoh mereka, yaitu Qajar Noyan,
putra Sertaq Noyan, yang bekerja pada Dinasti Ilkhaniyah sebagai tutor Gazan
Khan. Karir Qajar Noyan berakhir dengan dengan kematiannya di tangan Raja Baidu
(w. 1295), karena tuduhan bersekongkol dengan penguasa sebelumnya yaitu Gaykatu
(1291 – 1295).[1]
Pada awal abad ke-16, suku Qajar
tampil memainkan peran dalam pejalanan sejarah Islam ketika ia besama enam suku
Turki lainnya bergabung dalam barisan tentara Qizilbash ikut mendirikan Dinasti
Safawi. Mengiringi kejatuhan Dinasti Safawi, Persia memasuki masa panjang
pergolakan politik dan sosial. Suku Bakhtiyari, Qasyqayi, Afsyari, Zand dan Qajar
saling betempur memperebutkan dominasi pusat kekuasaan. Pergolakan politik dan
sosial tersebut baru berakhir ketika Aga Muhammad Khan, dari suku Qajar
berhasil menduduki singgasana kerajaan. Kemudian ia menggalang aliansi militer
dengan suku Bakhtiyari dan Afsyari untuk menaklukkan wilayah tengah Persia. Dan
dengan bantuan penguasa propinsi Syiraz, Aga Muhammad Khan berhasil mengalahkan
Dinasti Zand, sehingga daerah selatan Persia jatuh ke tangannya. Pada tahun
1779 Aga Muhammad Khan menjadi penguasa de
facto atas hampir seluruh wilayah Persia.
B.
Wilayah Kekuasaan Dinasti Qajar
Di bawah Fath Ali Shah, dinasti Qajar melakukan perluasan dari utara ke
Kaukasus Mountains, sebuah kawasan bersejarah dan berpengaruh. Ketika Muhammad
Syah meninggal, anaknya Nashruddin menjadi
penerusnya. Selama Nashruddin
Syah pemerintahan Barat berupa ilmu pengetahuan, teknologi, dan metode
pendidikan yang diperkenalkan ke Iran dan negara modernisasi telah dimulai. Nashruddin Syah mencoba memanfaatkan rasa saling curiga antara
Inggris dan Rusia ke Iran. Namun, dia tidak mampu mencegah Inggris dan Rusia
mempengaruhi wilayah tradisional Iran.
Mirza
Taghi Khan Amir Kabir, adalah pengganti Nashruddin. Dengan kematian Muhammad
Syah di 1848, Mirza Taghi bertanggung jawab untuk memastikan mahkota raja jatuh ke tangannya. Ketika
Nashruddin berhasil naik takhta, dan dijuluki Amir Kabir. Salah satu prestasi
besar Amir Kabir adalah bangunan Darul Funun, universitas modern pertama di
Iran. Darul Funun didirikan untuk pelatihan kader baru administrator dan
akuntan dengan teknik Barat. Dia menyewa para pakar dari Barat untuk menjadi
instruktur serta mengajar mata pelajaran yang berbeda seperti Bahasa,
Kedokteran, Hukum, Georgrafi, Sejarah, Ekonomi, dan Teknik.
Hubungan
diplomatik yang berkesinambungan dan regular dengan kekuatan-kekuatan eropa
berlangsung sejak pemerintahan Fat’h Ali Syah, ketika Persia dicoba di dekati
oleh Inggris disuatu pihak, dan napoleon Prancis di lain pihak, disebabkan oleh
letaknya yang strategis persisnya menghadap rute-rute perdagangan ke arah
timur. Hasil sampingan perhatian dari barat ini berupa masuknya pendidikan dan
teknik Eropa ke tubuh tentara Persia.[2]
C.
Penyelenggaraan Pendidikan Dinasti Qajar
Penyelenggaraan pendidikan
pada masa dinasti Qajar ini yaitu mendirikan Darul Funun, yang didirikan di
Teheran pada tahun 1851, Sekolah Politeknik yang
merupakan salah satu bagian dari modernisasi yang dicanangkan oleh Mirza Taqi
Khan Amir Kabir (Perdana Menteri Nassiruddin Qajar). Darul Funun
merupakan lembaga pendidikan yang cenderung sekuler, berbeda dengan
lembaga-lembaga pendidikan yang dirikan komunitas agama.
Darul Funun juga berfungsi sebagai pencetak tenaga
militer yang baru dalam bidang balistik (roket militer) dan teknik militer
serta pegawai sipil. Demikian juga di bidang pengobatan, ilmu pengetahuan dan
matematika. Buku-buku Barat diterjemahkan ke dalam Bahasa Persia, banyak pula
majalah dan buku yang diterbitkan. Sekolah-sekolah missionaris yang didirikan
di Iran juga banyak mendatangkan teknik-teknik Barat ke Iran. Bahkan antara
tahun 1878 dan 1880 penasihat Rusia dan Australia turut membantu Iran dengan
mengorganisir kembali pasukan kaveleri dan membentuk Brigade Cossack (Kozak) .[3]
D.
Tokoh-Tokoh Cendikiawan Masa Dinasti Qajar
1.
Agha
Muhammad Khan (1779 – 1797)
Pada
masa pemerintahan Agha Muhammad Khan, banyak disibukkan dengan perluasan
wilayah-wilayah kekuasaannya seperti provinsi Syiraz, Isfahan, Tabriz dan
Masyhad. Dia memusatkan kekuasaannya di Teheran sebagai ibu kotanya.
Ciri-ciri pada masa kekuasaan Aga
Muhammad Khan :
a. Kepemimpinan Negara didasarkan
kepada adat istiadat kesukuan dengan melibatkan secara langsung pemimpin Negara
untuk membangun jaringan antar suku.
b. Mengadakan kerjasama antar suku
guna memerangi suku lain yang menjadi saingannya, sekaligus memperkuat
kekuasaannya sendiri.
2. Fath Ali Syah (1797 – 1834)
Ciri-ciri pada masa kekuasaan Fath Ali
Syah :
a.
Birokrasi Negara pada seluruh level
pemerintahan dengan Teheran sebagai pusat kekuasaannya.
b. Pembangunan
angkatan bersenjata yang permanen.
c. Pemberlakuan
etika kerajaan sebagaimana dipakai oleh kerajaan Persia Kino.
Perkembangan
dan perubahan birokrasi pemerintahan dan angkatan bersenjata tersebut berkaitan
erat dengan masuknya pengaruh Eropa ke Persia pada awal abad ke-19. Namun,
masuknya Negara-negara Eropa seperti Rusia dan Inggris memiliki misi tertentu
untuk menguasai daerah kekuasaan Qajar Persia. Pada tahun 1813, Dinasti Qajar
mengalami kekalahan perang dengan Rusia, sehingga harus menandatangani perjanjian
Gulistan yang menyatakan bahwa daerah Georgia, Kaukasus dan pengawasan
pelayaran Laut Kaspia menjadi daerah kekuasaan Rusia, yang sebelumnya menjadi
kekuasaan Dinasti Qajar. Hal tersebut menurunkan reputasi Dinasti Qajar di mata
rakyat.
Rusia
memperlakukan rakyat terutama para ulama dan penduduk muslim dengan kejam di
daerah Kaukasus, ini merupakan ancaman langsung terhadap eksistensi umat Islam
di Persia. Melalui mimbar khotbah dan pengajian, ulama mendesak pemerintah
untuk melaksanakan jihad melawan Rusia. Fath Ali Syah memenuhi tuntutan rakyat
sehingga pada tahun 1826 ia menyatakan perang melawan Rusia. Namun, untuk kedua
kalinya Qajar mengalami kekalahan dan harus menandatangani perjanjian
Turkomanchai pada tahun 1828.
3.
Muhammad
Syah (1834 – 1848)
Pengangkatan
Muhammad Syah sebagai raja Dinasti Qajar berjalan lancar berkat keterlibatan
diplomatik Inggris dan Rusia. Bahkan inggris memberikan dukungan langsung
secara militer dalam rangka menindas gerakan oposisi suku-suku lokal terhadap
tahta kekuasaan Muhammad Syah. Dan sebagai imbalannya Muhammad Syah memberikan
konsesi di bidang tarif dan hak ekstra territorial pada tahun 1836 dan 1841,
pimpinan Qajar menandatangani fakta perjanjian. fakta ini menguntungkan Inggris
karena memperoleh keistimewaan-keistimewaan sebagaimana diberikan penguasa Qajar
sebelumnya kepada Rusia.
Meningkatnya pengaruh Inggris dan Rusia menghadirkan dampak yang sangat dalam
terhadap kehidupan rakyat Persia. Perkembangan industrialisasi di Eropa yang
begitu pesat tidak saja membutuhkan bahan mentah untuk mekanisme industri,
melainkan juga membutuhkan daerah-daerah untuk pemasaran produksi yang
dihasilkan. Konsesi yang diberikan kepada Inggris dan Rusia telah menghasilkan
perdagangan bebas di Persia dan mengakibatkan ekonomi Eropa semakin menusuk
jantung perekonomian masyarakat Persia. Barang yang diproduksi oleh berbagai
pabrik di Inggris dan Rusia dengan harga murah dan tarif import yang rendah
mulai membanjiri Persia. Sebaliknya, para pedagang lokal menjadi lemah karena
kualitas barangnya lebih rendah dan harus membayar pajak yang tinggi.
Cengkraman kekuatan asing terhadap
berbagai aspek kehidupan, terutama ekonomi perdagangan, yang menyebabkan
kelumpuhan ekonomi rakyat, telah menumbuhkan kebencian dan perlawanan terhadap
kekuatan asing tersebut. Diantara gerakan perlawanan terpenting pada masa
Muhammad Syah adalah perlawanan kelompok masyarakat Syi’ah Ismailiyah di bawah
pimpinan Aga Khan, di wilayah Iran tengah dan selatan. Namun, Dinasti Qajar
dengan bantuan militer Inggris dapat memukul mundur perlawanan tersebut.
Di samping itu juga ada gerakan
perlawanan yang dikenal dengan gerakan Mesiah, Pendiri gerakan ini adalah Sayid
Ali Muhammad yang lahir di kota Syiraz pada tahun 1819. Dalam waktu yang relatif singkat
(1844 -1850), gerakan ini telah menjadi gerakan perlawanan yang bersifat
nasional dan telah menggoncang stabilitas politik Dinasti Qajar dan kepentingan
asing di dalam negeri Qajar. Di tengah situasi seperti ini, Muhammad Syah
meninggal dunia pada tahun 1848.[4]
4. Nasiruddin Syah (1848 – 1896)
Di bawah perlindungan dan jaminan
Inggris Rusia, Nasiruddin Syah, naik menduduki tahta kerajaan dan menjadi
penguasa Qajar yang paling lama berkuasa yakni dari tahun 1848 sampai 1896. Awal
kekuasaan Nasiruddin Syah disibukkan dengan pemberontakan gerakan Mesiah. Pada
tahun 1850 Nasiruddin dapat menangkap dan mengeksekusi pimpinan gerakan Mesiah,
Sayid Ali Muhammad, dengan dukungan dan bantuan Inggris dan Rusia. Kesuksesan
membasmi gerakan Mesiah tidak menjadikan Dinasti Qajar semakin mandiri.
Sebaliknya, Dinasti Qajar semakin terjerembak dalam kekangan Inggris dan Rusia.
Beberapa daerah kekuasaannya seperti Tashkent, Samarkand dan Bukhara dicaplok
oleh Rusia. Dan pada tahun 1857 Nasiruddin mengalami kekalahan perang dan harus
menandatangani perjanjian Paris.
Pada tahun 1890, Nasiruddin memberikan
konsesi kepada perusahaan Talbot dari
Inggris untuk memonopoli produksi, penjualan dan ekspor tembakau yang banyak
ditanam petani Iran. Modernisasi yang dilakukan oleh Nasiruddin Syah
menimbulkan kebencian dan perlawanan masyarakat. Para intelektual menyerang
kediktatoran para penguasa dan praktek korupsi yang meluas di kalangan
penguasa. Kaum Bazari, memprotes atas konsensi yang diberikan Syah kepada orang
asing yang mengakibatkan mereka bangkrut dan kalah bersaing. Para petani
memprotes rendahnya daya jual hasil pertaniannya. Dan para ulama memandang
bahwa kuatnya pengaruh asing akan membahayakan keberadaan agama Islam di Iran.
Berbagai kebencian tersebut kemudian
berkembang menjadi perlawanan nasional pada tahun 1891 – 1892. Ulama,
intelektual, kaum Bazari, petani dan sebagian aparatur pemerintah berkoalisi
berdemonstrasi di berbagai kota penting seperti Syiraz, Isfahan, Tabriz dan
Masyhad. Sebuah fatwa dikeluarkan oleh Mirza Husein Syirazi, pemimpin ulama
tertinggi (Marja’ at-Taqlid) komunitas
Syi’ah, untuk melakukan boikot terhadap monopoli tembakau dan penghapusan
konsesi yang diberikan kepada Inggris. Inilah yang kemudian disebut sebagai “The Tobacco Movement”. Akhirnya Nasiruddin
Syah mengabulkan tuntutan para demontran dan sebagai akibatnya Dinasti Qajar
menanggung hutang 500.000 pound sterling.
Pada
tahun 1872 Nasiruddin mengadakan kerjasama dengan perusahaan Baron de Reuter dari
Inggris untuk melakukan modernisasi dengan mengadakan perubahan-perubahan
diantaranya:
a.
Di bidang Ekonomi
1. Pembangunan jalan rel kereta api
2. Pengadaan listrik
3. Mengekplorasi sumber mineral dan logam
4. Membangun kanal dan irigasi seluruh negeri
5. Membangun jalan raya
6. Membangun jaringan telepon
7. Membangun pabrik-pabrik
8. mendirikan bank nasional
b. Di bidang Militer
1. Pendidikan prajurit yang
memadai
c. Di bidang Pendidikan
1. Mendirikan perguruan
tinggi modern “Darul Funun”
2. Administrasi dan birokrasi
berbasis kekuasaan pemerintah pusat ala Eropa.
3. Penterjemahan buku ilmu
pengetahuan dari bahasa Eropa ke dalam bahasa Persia
Untuk membayar hutang Nasiruddin
meminjam kepada Rusia. Hal tersebut membuat kemarahan rakyat timbul kembali dan
pada tahun 1896 Nasiruddin Syah akhirnya dibunuh oleh salah seorang pengikut
al-Afgani.
5.
Muzaffaruddin Syah (1896 – 1907)
Di
bawah pemerintahan Muzaffaruddin Syah, keadaan Dinasti Qajar semakin melemah.
Masa kekuasaannya lebih banyak diwarnai oleh perebutan pengaruh antara Inggris
dan Rusia, oposisi rakyat semakin kuat dan hutang yang semakin banyak.
Pada
tahun 1900 Syah mendapat pinjaman dari Rusia sebesar 2.400.000 pound sterling
dan dua tahun kemudian 1902 menerima pinjaman kembali sebesar 10.000.000 rubel.
Hutang Syah yang meninggi, cengkeraman Rusia dan Inggris yang semakin kuat
serta memburuknya perekonomian rakyat membuat suhu kebencian oposisi rakyat
terhadap Dinasti Qajar semakin menaik. Situasi yang demikian membuat
terwujudnya apa yang dikenal dalam sejarah dengan “Revolusi Konstitusional
(1905 – 1911).
Revolusi
tersebut memaksa agar Muzaffaruddin mendirikan Majelis Nasional, yang akhirnya
didirikan pertama kali pada awal Agustus 1906 di Iran. Dengan kehadiran Majelis
Nasional tersebut kehidupan rakyat mengalami perubahan hingga meninggalnya Muzaffaruddin
Syah pada tahun 1907.
6.
Muhammad Ali Syah (1907 – 1909)
Muhammad
Ali Syah sangat membenci Majelis Nasional dan berambisi untuk membubarkannya.
Dengan menggunakan kekuatan militer dan dibantu oleh Rusia akhirnya Syah dapat
membekukan Majelis Nasional bahkan membunuh beberapa anggota Majelis Nasional.
Kejadian
tersebut membuat perlawanan rakyat meluas kembali dan menuntut agar Majelis
Nasional dibentuk kembali. Pada tahun 1909 akhirnya Majelis Nasional dibentuk
kembali dan menuntut agar Muhammad Ali Syah Mundur dari jabatannya. Dan
digantikan oleh putranya.[5]
7. Ahmad Syah (1909 – 1925)
Dinasti
Qajar tidak mengalami kemajuan yang berarti di bawah pimpinan Ahmad Syah.
Bahkan sebaliknya, kesatuan kedaulatan Qajar terpecah-pecah, wilayah utara Iran
di bawah pengawasan Rusia, wilayah selatan di bawah pengawasan Inggris dan
hanya wilayah tengah yang sempit sebagai zona netral. Di tambah lagi selama
perang dunia 1, Iran digunakan sebagai salah satu medan pertempuran yang
membuat Qajar semakin terpojok dan mengalami kerusakan ekonomi yang parah.
Lemahnya
kekuasaan pusat Dinasti Qajar dimanfaatkan oleh Reza Syah, seorang militer
karir, yang melakukan persiapan untuk mengambil alih kekuasaan. Dengan
menggalang aliansi bersama Kabinet Ziauddin dan Qawam as-Sultanah, posisi reza
Syah semakin kuat. Dengan dukungan militer yang terdidik secara modern dan
terlatih, Reza Syah kemudian mengontrol hampir seluruh birokrasi pemerintahan.
Dan pada tahun 1925 Reza berhasil mengakhiri keberadaan Dinasti Qajar dengan
memecat Ahmad Syah sebagai penguasa terakhir. Sebagai gantinya, Reza
memproklamirkan berdirinya Dinasti Pahlevi dan ia sendiri menjadi raja yang
pertama.
Pada tahun 1872 Nasiruddin mengadakan
kerjasama dengan perusahaan Baron de Reuter dari Inggris untuk melakukan
modernisasi dengan mengadakan perubahan-perubahan diantaranya:
Bidang Ekonomi
1.Pembangunan jalan rel kereta api
2.Pengadaan listrik
3.Mengekplorasi sumber mineral dan logam
4.Membangun kanal dan irigasi seluruh negeri
5.Membangun jalan raya
6.Membangun jaringan telepon
7.Membangun pabrik-pabrik
8.mendirikan bank nasional
E.
Peninggalan-Peninggalan
Dinasti Qajar
Salah satu mahakarya arsitektur Islam yaitu Istana Golestan, istana ini menyimpan
sejarah panjang perkembangan dan penaklukan berbagai dinasti di Iran selama
masa kekuasaan Islam abad pertengahan hingga modern. Istana Golestan jejak
imperium Persia Islam, peninggalan yang saat ini masih terlihat di istana ini
adalah integrasi karya seni bangunan zaman Persia awal dengan bangunan bergaya
Barat. Istana berbenteng ini merupakan salah satu bangunan tertua di Teheran,
Iran.
Istana ini pernah menjadi pusat pemerintahan Dinasti
Qajar (1781-1925) dan sukses membesarkan Teheran hingga menjadi ibu kota negara
ini. Istana ini di bangun dengan suasana alam, penuh dengan taman bunga,
dan dilengkapi dengan kolam-kolam saluran air yang umum pada bangunan istana
Islam pada abad pertengahan. Sebagian besar sisi bangunan istana menampilkan
ornamen campuran yang kaya dengan karya seni tradisional Persia dan unsur
arsitektur abad ke-19. Hal ini menjadikan seniman dan arsitektur Iran mengagumi
bangunan istana ini dan menjadikannya sumber inspirasi bangunan khas Iran
hingga saat ini.
Istana Golestan terdapat di wilayah paling tua dan
bersejarah di jantung Kota Teheran. Istana ini yang dibangun pada awal Dinasti
Safawiyah (1501 – 1736 M) dengan model kota yang dikelilingi benteng. Saat
bangunan istana menjadi pusat pemerintahan Dinasti Qajar (1781-1925 M),
bangunan ini kemudian mengalami pengembangan dan pemugaran dengan
penambahan sentuhan khas abad ke-19. Saat ini Istana Golestan memiliki delapan struktur
bangunan kunci yang mana sebagian besar bangunan kini telah digunakan sebagai
museum dan pusat taman hijau yang terlindung oleh kokohnya tembok istana. Dinasti Qajar adalah yang pertama kali memodifikasi arsitektur Istana
Golestan ini dengan motif Victoria Eropa pada dekorasi interiornya.
Pengembangan dan renovasi pada era
Dinasti Qajar ini untuk penggunaan tempat pemerintahan dan lokasi rekreasi
raja-raja era Dinasti Qajar pada abad ke-19. Istana Golestan merupakan bukti
sejarah kayanya seni dekoratif pada era Dinasti Qajar, terutama warisan dari peninggalan
seni Nasiruddin Syah Qajar (1848-1896), yang merupakan raja keempat dari
Dinasti Shah Qajar Persia. Istana ini pun menjadi pioner awal kemunculan gaya
bangunan artistik modern Iran yang dipengaruhi nilai-nilai seni arsitektur
Persia kuno dan gaya bangunan kontemporer Barat. Ini terlihat dengan cara
pembangunan yang mengadaptasi penggunaan teknologi yang berkembang saat ini,
seperti penggunaan besi cor untuk menahan beban.
Dibawah ini ada beberapa contoh peninggalan-peninggalan pada masa dinasti Qajar.
Golestan Palace adalah peninggalan Kerajaan Qajar di
Iran. Kompleks istana ini merupakan monumen sejarah tertua di Ibukota Iran,
Teheran. Kompleks Golestan Palace memiliki 17 istana, museum, dan aula. Hampir
semua bangunan di kompleks ini dibangun selama 200 tahun dinasti Qajar
berkuasa. Masing-masing gedung memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Salah satu bangunan yang spektakuler adalah teras
yang dikenal dengan Takht-e Marmar (singgasana marmer). Dibangun pada 1806 atas
permintaan Fath Ali Shah Qajar (berkuasa 1797-1834). Tahta yang terletak di
tengah teras terbuat dari marmer kuning dari Provinsi Yazd. Dihiasi dengan
lukisan, ukiran marmer, semen, cermin, ukiran kayu, dan ukiran tahta yang
menunjukkan bangunan ini menjadi yang terbaik dari arsitektur Iran. Tahta
Marmer ini menjadi bangunan tertua dari peninggalan sejarah.
Tahta ini terbuat dari 65 potong batu marmer dan
dirancang oleh Mirza Baba Naghash Bashi dari pengadilan Qajar. Ornamen dan
detil hiasan lainnya dikerjakan setelah masa Fath Ali Syah dan Nasiruddin atau
antara tahun 1848-1896. Tempat ini juga digunakan untuk penobatan raja-raja
dinasti Qajar. Raja terakhir yang dinobatkan di tempat ini adalah Reza Khan
Pahlevi pada 1925. Selain itu, tempat ini juga untuk mengadakan acara-acara
resmi pengadilan.
Bagunan lain yang juga terletak di Golestan Palace
adalah Khalvat Karim Khani. Tahun pembangunannya pada 1759. Bangunan ini
merupakan bagian dari interior tempat tinggal Karim Khan Zand. Struktur dasar
bangunan ini sama dengan Takht-e-Marmar. Ada singgasana kecil yang terbuat
dari marmer di dalam Khalvat Karim Khani. Kebanyakan bangunan-bangunannya lebih
kecil dari bangunan yang ada di Takht-e-Marmar.
Hoze Khaneh (Kolam Khaneh). Bangunan yang dikerjakan
oleh perajin dari Eropa yang dipersembahkan untuk pengadilan Qajar. Bangunan
ini difungsikan untuk kamar musim panas selama masa dinasti Qajar. Sistem
pendingin khusus memompa air dari sistem saluran ke dalam kolam yang terletak
di dalam kamar. Air yang dipompa ke kolam ini kemudian dialirkan untuk mengairi
kebun dan taman kerajaan. Karena sistem ini menyebabkan kamar menjadi lembab,
maka hanya difungsikan sebentar saja.
Talar Belerian (Hall of Brilliance). Merupakan karya
brilian dari seniman Iran. Bangunan ini dihiasi dengan cermin-cermin. Hall ini
dibangun oleh Nasiruddin. Dibangun untuk
menggantikan Hall Blolour atau Hall Kristal.
Talar Belirian terkenal dengan hiasan-hiasan kaca
dan tempat-tempat lilin. Sebuah lukisan minyak karya Yahaya Khan Sanie-ol-molk
Ghafari, menunjukkan dekorasi hall ini sebelum direnovasi oleh Muzaffaruddin
Syah pada 1896-1907.
Comments
Post a Comment