SAMUDERA PASAI
A.
Sejarah Samudera Pasai
Kerajaan
Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai yang merupakan kerajaan
kembar. Kerajaan ini terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kemunculannya sebagai
kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke- 13 M, sebagai
hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang disinggahi
pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7, ke-8 M, dan seterusnya[1].
Bukti
berdirinya kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 M itu didukung oleh adanya
nisan kubur terbuat dari granit asal Samudera Pasai. Dari nisan itu, dapat
diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun
696 H, yang dapat diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M.
Malik Al-Saleh
raja pertama itu, merupakan pendiri kerajaan tersebut. hal itu diketahui
melalui tradisi Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Melayu, dan juga hasil
penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan sarjana-sarjana Barat, khususnya
para sarjana Belanda, seperti Snouck Hurgronye, J.L Moens, H.K.J Cowan, dan
lain-lain[2].
Dari
segi peta politik, munculnya kerajaan
Samudera Pasai abad ke-13 M itu sejalan dengan suramnya peranan maritim
kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya memegang peranan penting dikawasan Sumatera
dan sekelilingnya[3].
Dalam Hikayat Raja-raja
Pasai disebutkan[4]gelar
Malik Al- Saleh sebelum menjadi raja adalah Mera Sile atau Merah Selu. Ia masuk
Islam berkat pertemuannya dengan Syaikh Islam, seorang utusan Syarif Mekah yang
kemudian memberinya gelar Sultan Malik Al- Saleh. Nisan kubur itu didapatkan di
Gampong Samudera bekas kerajaan Samudera Pasai tersebut.
Mera
Selu adalah putera Merah Gajah. Nama Merah merupakan gelar bangsawan yang lazim
di Sumatera Utara. Selu kemungkinan berasal dari kata sungkala yang
aslinya berasal dari Sanskrit Chula. Kepemimpinan yang menonjol
menempatkan dirinya menjadi raja.
Dari hikayat
itu, terdapat petunjuk bahwa tempat pertama sebagai pusat kerajaan Samudera
Pasai adalah Muara Sungai Peusangan, sebuah sungai yang cukup panjang dan lebar
di sepanjang jalur pantai yang memudahkan perahu-perahu dan kapal-kapal
mengayuhkan dayungnya kepedalaman dan sebaliknya. Ada dua kota yang terletak
berseberangan di muara sungai Peusangan itu, Pasai dan Samudera. Kota Samudera
terletak agak lebih ke pedalaman, sedangkan kota Pasai terletak lebih ke muara.
Di tempat yang terakhir inilah terletak beberapa makam raja-raja.
Pendapat
bahwa Islam sudah berkembang disana sejak awal ke abad ke-13 M, didukung oleh
oleh berita Cina dan pendapat Ibn Batutah, seorang pengembara terkenal asal
Marokko, yang pada pertengahan abad ke-14 M (tahun 746 H/1345 M) mengunjungi
Samudera Pasai dalam perjalanannya dari Delhi ke Cina. Ketika itu Samudera
Pasai diperintah oleh Sultan Malik Al-Zahir, putra Sultan Malik Al-Saleh.
Menurut
sumber-sumber Cina, pada awal tahun 1282 M kerajaan kecil Sa-mu-ta-la
(Samudera) mengirim kepada raja Cina duta-duta yang disebut dengan nama-nama
muslim yakni Husein dan Sulaiman[5].
Ibnu Batutah menyatakan bahwa Islam sudah hampir satu abad lamanya disiarkan
disana. Ia meriwayatkan kesalehan, kerendahan hati, dan semangat keagamaan
rajanya yang seperti rakyatnya, mengikuti mazhab Syafi’i..
Seperti
diketahui pula, Samudera Pasai adalah sebuah kerajaan yang bercorak Islam dan
sebagai pimpinan tertinggi kerajaan berada ditangan Sultan yang biasanya
memerintah secara turun-temurun. Lazimnya kerajaan-kerajaan pantai atau
kerajaan yang berdasarkan pada kehidupan/kejayaan maritim yang termasuk dalam
struktur kerajaan tradisional kerajaan melayu, seperti kerajaan Islam Samudera
Pasai.
Dan beberapa orang
Syahbandar yang mengepalai dan mengawasi pedagang-pedagang asing di kota-kota
pelabuhan yang berada dibawah pengaruh kerajaan itu biasanya para Syahbandar
ini juga menjabat sebagai penghubung antara Sultan dan pedagang-pedagang asing.
Sebagaimana
lazimnya sebuah kerajaan maritim, kerajaan Islam Samudera Pasai dapat
berkembang karena mempunyai suatu angkatan laut yang cukup besar menurut ukuran
pada masa itu dan mutlak diperlukan untuk mengawasi perdagangan diwilayah
kekuasaannya. Dan karena sebagai kerajaan maritim, kerajaan itu sedikit sekali
mempunyai basis agraris yang hanya diperkirakan berada sekitar
sebelah-menyebelah sungai Pasai dan sungai Peusangan saja, dimana terdapat
sejumlah kampung-kampung (meunasah-meunasah) yang merupakan unit daripada
bentuk masyarakat terkecil di wilayah Samudera Pasai pada waktu itu.
Pengawasan
terhadap perdagangan dan pelayaran di kota-kota pantai yang berada dibawah
pengaruh kerajaan Samudera Pasai merupakan sendi-sendi kerajaan yang
memungkinkan kerajaan memperoleh penghasilan dan pajak yang besar selain
upeti-upeti yang dipersembahkan oleh kerajaan-kerajaan dibawah pengaruhnya.
Perdagangan yang menjadi basis hubungan-hubungan yang tetap kerajaan-kerajaan
luar seperti Malaka, Cina. India dan sebagainya. Telah menjadikan kerajaan
Islam Samudera Pasai sebagai sebuah kerajaan Islam yang sangat terkenal dan
berpengaruh di kawasan Asia Tenggara terutama abad XIV dan XV. Karena
kebesarannya itu, maka kerajaan Islam Samudera Pasai telah pula dapat
mengembangkan penyiaran Agama Islam ke wilayah-wilayah lainnya di Nusantara
pada waktu itu.
Di
antaranya ke Minangkabau, Palembang, Jambi, Patani, Malaka, Jawa dan beberapa
kerajaan pantai di sekitarnya. Pada abad ke XIV kerajaan Islam Samudera Pasai
menjadi pusat studi Agama Islam dan juga tempat berkumpul Ulama-ulama dari
berbagai negara Islam untuk berdiskusi tentang masalah-masalah keduniawian dan
keagamaan. Berdasarkan berita dari Ibn. Batutah, seorang pengembara asal Maroko
yang mengunjungi Samudera Pasai pada tahun 1345/6, kerajaan ini berada pada
puncak kejayaannya.
Ibn
Batutah berada dikerajaan ini selama dua minggu dan telah melihat bahwa tempat
ini (kraton Samudera Pasai), mempunyai benteng disekelilingnya. Ibn Batutah
mendapat kesempatan untuk menghadap Sultan yang memerintah pada waktu itu yaitu
Sultan Malikul Zahir yang dianggapnya sebagai Sultan termasyhur dan peramah.
Dengan melihat
Samudera Pasai sebagai pusat Studi dan pertemuan para Ulama seperti tersebut
diatas dan sesuai dengan yang telah diutarakan oleh Prof. A. Hajmy, bahwa
banyak sekali tokoh dan para ahli dari berbagai disiplin pengetahuan yang
datang dari luar seperti dari Persia (bagian dari Daulah Abbasiyah) untuk
membantu kerajaan islam Samudera Pasai, maka dapat dipastikan bahwa sistem dan
organisasi pemerintahan di kerajaan itu, tentunya seirama dengan sistem yang
dianut oleh pemerintahan Daulah Abbasiyah.
Selain
itu menurut catatan M. Yunus Jamil,
bahwa pejabat-pejabat kerajaan Islam Samudera Pasai terdiri dari orang-orang
alim dan bijaksana. Adapun nama-nama dan jabatan-jabatan mereka adalah sebagai
berikut :
1.
Seri
Kaya Saiyid Ghiyasyuddin, sebagai Perdana Menteri.
2.
Saiyid
Ali bin Ali Al Makarani, sebagai Syaikhul Islam
3.
Bawa
Kyu Ali Hisamuddin Al Malabari, sebagai Menteri Luar Negeri
Dari
catatan-catatan, nama-nama dan lembaga-lembaga seperti diatas , Prof. A. Hasjmy
berkesimpulan bahwa, sistem pemerintahan dalam kerajaan Islam Samudera Pasai
sudah teratur baik, dan berpola sama dengan sistem pemerintahan Daulah
Abbasiyah dibawah Sultan Jalaluddin Dulah (416-435 H.).
Tome
Pires menceritakan, di pasai ada mata uang dirham. Dikatakannya bahwa setiap
kapal yang membawa barang-barang dari barat dikenakan pajak 6 %. Samudera Pasai
pada waktu itu ditinjau dari segi geografis dan sosial ekonomi, memang
merupakan suatu daerah yang penting sebagai penghubung antara pusat-pusat
perdagangan yang terdapat di kepulauan Indonesia, India, Cina, dan Arab. Ia
merupakan pusat perdagangan yang sangat penting. Adanya mata uang itu
membuktikan bahwa kerajaan ini pada saat itu merupakan kerajaan yang makmur
B.
Proses Berkembangnya
Kerajaan Samudra Pasai Di Segala Bidang
Dengan timbulnya Kerajaan Samudra Pasai maka
Kesultanan Perlak mengalami kemunduran. Samudra Pasai tampil sebagai bandar
dagang utama di pantai timur Sumatra Utara. Samudra Pasai tidak hanya menjadi
pusat perdagangan lada ketika itu, tetapi juga sebagai pusat pengembangan agama
Islam bermazhab Syafi’i.
Pada masa pemerintahan Sultan Malik
Al Saleh berkembanglah agama Islam mazhab Syafi’i. Awalnya Sultan Malik Al
Saleh merupakan pemeluk Syi’ah yang di bawa dari pedagang-pedagang Gujarat yang
datang ke Indonesia pada abad 12. Pedagang-pedagang Gujarat bersama-sama
pedagang Arab dan Persia menetap di situ dan mendirikan kerajaan-kerajaan Islam
pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Perlak di muara Sungai Perlak dan Kerajaan
Samudra Pasai di muara Sungai Pasai.
Namun kemudian Sultan Malik Al Saleh berpindah menjadi memeluk Islam
bermazhab Syafi’i atas bujukan Syekh Ismail yang merupakan utusan Dinasti
Mameluk di Mesir yang beraliran mazhab Syafi’i. Pada masa pemerintahan Sultan
Malik Al Saleh juga Samudra Pasai mendapat kunjungan dari Marco Polo.
C.
Kehidupan Politik
Raja pertama samudra pasai sekaligus
pendiri kerajaan adalah Marah silu bergelar sultan Malik al Saleh, dan
memerintah antara tahun 1285-1297. Pada masa pemerintahan Sultan Malik Al
Saleh, kerajaan tersebut telah memiliki lembaga Negara yang teratur dengan
angkatan perang laut dan darat yang kuat, meskipun demikian, secara politik
kerajaan Samudra Pasai masih berada dibawah kekuasaan Majapahit. Pada tahun
1295, Sulthan malik al saleh menunjuk anaknya sebagai raja, yang kemudian
dikenal dengan Sultan Malik Al Zahir I (1297-1326), Pada masa pemerintahannya
samudra pasai berhasail menaklukkan kerajaan islam Perlak.
Setelah
sultan Malik Al Zahir I mangkat, Pimpinan kerajaan Setelah sultan Malik Al
Zahir I mangkat, Pimpinan kerajaan diserahkan kepada Sultan ahmad laikudzahir
yang bergelar Sulthan Malik Al Zahir II (1326-1348)
D.
Kehidupan
Ekonomi
Karena
letak geografisnya yang strategis, ini mendukung kreativitas mayarakat untuk
terjun langsung ke dunia maritim. Samudera pasai juga mempersiapkan bandar –
bandar yang digunakan untuk:
1.
Menambah
perbekalan untuk pelayaran selanjutnya
2.
Mengurus
soal – soal atau masalah – masalah perkapalan
3.
Mengumpulkan
barang – barang dagangan yang akan dikirim ke luar negeri
4. Menyimpan barang – barang dagangan
sebelum diantar ke beberapa daerah di Indonesia
Tahun 1350 M
merupakan masa puncak kebesaran kerajaan Majapahit, masa itu juga merupakan
masa kebesaran Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan Samudera Pasai juga
berhubungan langsung dengan Kerajaan Cina sebagai siasat untuk mengamankan diri
dari ancaman Kerajaan Siam yang daerahnya meliputi Jazirah Malaka.
Perkembangan
ekonomi masyarakat Kerajaan Samudera Pasai bertambah pesat, sehingga selalu
menjadi perhatian sekaligus incaran dari kerajaan – kerajaan di sekitarnya.
Setelah Samudera Pasai dikuasai oleh Kerajaan Malaka maka pusat perdagangan
dipindahkan ke Bandar Malaka.
E.
Kehidupan
Sosial
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan
Samudera Pasai diatur menurut aturan – aturan dan okum – okum Islam. Dalam
pelaksanaannya banyak terdapat persamaan dengan kehidupan sosial masyarakat di
negeri Mesir maupun di Arab. Karena persamaan inilah sehingga daerah Aceh
mendapat julukan Daerah Serambi Mekkah.
F.
Pendidikan Islam pada Masa Kerajaan Samudera Pasai
1.
Metode
awal Penyiaran Pendidkan Islam
Para
pedagang Muslim datang ke Nusantara dengan maksud hendak berniaga, namun mereka
tidak lupa memegang Al-Qur’an di tangan kanannya dalam melaksanakan usaha
perniagaan, menyiarkan agama Islam kepada penduduk Negeri. Dengan
berangsur-angsur penduduk negeri tertarik kepada Agama Islam, lalu mereka
memeluk agama itu. Sebab itu tidak heran, bahwa agama Islam telah masuk ke
daerah Aceh sebelum abad kedua belas.
Para
pedagang Muslim pandai sekali bergaul dengan penduduk negeri sehingga mereka
itu dihormati dan disayang oleh penduduk negeri. Terciptalah hubungan yang erat
dan silahturahim yang kokoh antara kedua nelah pihak. Terlebih lagi
silahturahim itu lebih dipererat lagi dengan perkawinan antar mereka.
Agama
islam menyuruh tiap-tiap muslim supaya menyampaikan seruan Islam kepada
siapapun dan dimana saja mereka berada. Penyiaran Islam itu harus dilakukan
dengan cara bijaksana dan dengan cara yang sebaik-baiknya. Didikan dan ajaran
mereka berikan dengan perbuatan, dengan contoh suri tauladan. Mereka berlaku
sopan santun,ramah tamah, tulus ikhlas, menepati janji, amanah, dan menjaga
kepercayaan pengasih dan pemurah serta menghormati adat istiadat negeri.
Singkatnya, mereka berbudi pekerti yang tinggi dan berakhlak mulia. Semua itu
berdasarkan cinta dan taat kepada Allah sesuai dengan didikan dan ajaran Islam.
Dengan
mengadakan pendekatan langsung kepada pemimpin masyarakat/kepala suku yang
dilakukan oleh Syaikh Ismail seorang da’i yang diutus langsung Syarif penguasa
Makkah. Melalui Merah Silu yang kemudian setelah ia beragama Islam bernama
Malik Al-Saleh inilah Islam mulai berkembang pesat di Samudera pasai.
a.
Sistem
Pendidikan
Sistem pendidikan pada Masa Samudera Pasai tentu tidak sebagaimana
yang berlaku pada zaman seperti sekarang ini. Sistem pendidkan yang berlaku
pada zaman sekarang lebih bersifat informal, yang berbentuk Majlis taklim
dan Halaqah. Namun hanya saja yang ada pada saat kerajaan Samudera Pasai
waktu itu, tidak jauh berbeda dengan tingkatan pendidikan yang ada pada saat
ini. Adapun yang menjadi tingkatan
pendidikan tersebut adalah :
1.
Pendidik
dan peserta didk
Pada
saat itu yang menjadi pendidik atau guru adalah para saudagar yang sekaligus
merangkap sebagai da’i yang berasal dari Gujarat dan Timur Tengah. Mereka
antara lainadalah Syaikh Ismail dan Syaikh Sayid Abdul Aziz. Begitupun para
sultan kerajaan Samudera Pasai, mereka ikut mengajarkan dan menyebarkan ajaran
islam kepada segenap rakyatnya.
Adapun
peserta didk pada saat itu adalah dari semua usia atau tidak terbatas usia,
dari segala usia yakni mulai dari anak-anak hingga dewasa (usia lanjut). Tidak
terbatas pada kalangan tertentu, melainkan dari berbagai kalangan, mulai rakyat
biasa/ jelata sampai dengan para sultan atau raja.
2.
Materi
Pendidkan
Materi
Pendidikan yang pertama kali diberikan kepada para peserta didik adalah ” Dua
kalimat Syahadat.” Ucapan itu dilakukan dengan bahasanya sendiri. Setelah
mereka mengucapkan dua kalimat syahadat atau mereka telah masuk Islam, barulah
mereka diberikan pelajaran ketingkat selanjutnya, yaitu : membaca Al-Qur’an,
cara melaksanakan Shalat, dan terus sampai pada tingkat yang lebih tinggi.
Setelah pelajaran sebelumnya mereka kuasai mereka melanjutkannya ke pengajaran
kitab-kitab Fiqh yang bermazhab Syafi’i, seperti : taqrir, Sulam Taufiq
bahkan ada pengkajian kitab-kitab yang lebih tinggi tingkatannya.
Selain
materi diatas, sudah barang tentu para Syeikh mengajarkan tentang Aqidah dan
Akhlak, dimana mereka tidak hanya mengajarkan dalam bentuk lisan tetapi juga
memberikan teladan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga apa yang mereka
teladani dalam kehidupan pergaulan sehari-hari, sehingga apa yang mereka
sampaikan benar-benar mengena dan langsung dipraktekan pula oleh para pengikutnya,
yakni kaum muslimin di kerajaan Samudera Pasai.
F.
Raja- Raja
Yang Berpengaruh di Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai ini merupakan
kerajaan islam kedua sesudah Perlak. Sumber-sumber sejarah mengenai kerajaan
ini jauh lebih lengkap dibandingkan dengan kerajaan pertama. Disamping Hikayat,
berita-berita luar negeri, kerajaan ini juga meninggalkan peninggalan
arkeologis berupa prasasti yang dapat menjadi saksi utama mengenai telah
berdirinya kerajaan ini.
Menurut buku Daliman, Pendiri kerajaan
Samudra Pasai adalah Sultan Malik Al Shaleh. Hal ini diketahui dengan pasti
dari prasasti yang terdapat dari batu nisan makamnya yang menyatakan bahwa
sultan Malik Al Shaleh ini meninggal pada bulan Ramadhan 676 tahun sesudah
hijrah Nabi atau 1297, jadi 5 tahun sesudah kunjungan Marcopolo ke negeri ini
dalam perjalanannya pulang dari Cina.
Tradisi dari hikayat raja-raja Pasai
menceritakan asal-usul Sultan Malik Al-Saleh. Sebelum menjadi raja dan bergelar
Sultan, raja ini semula adalah seorang marah dan bernama Marahsilu. Ayah
Marahsilu bernama Marah Gajah dan ibunya adalah Putri Betung. Putri Betung
mempunyai rambut pirang di kepalanya. Ketika rambut pirang itu dibantun oleh
Marah Gajah keluarlah darah putih. Setelah darah putih itu berhenti mengalir,
maka menghilanglah Putri Betung. Peristiwa itu didengar oleh ayah angkat Putri
Betung ialah Raja Muhammad. Raja Muhammad karena marah segera mengerahkan
orang-orangnya untuk mencari dan menangkap Marah Gajah. Marah Gajah yang takut
karena kehilangan Putri Betung menyingkir dan meminta perlindungan dari ayah
angkatnya pula yang bernama Raja Ahmad. Ternyata Raja Muhammad dan Raja Ahmad
adalah dua orang bersaudara. Tetapi karena peristiwa Putri Betung d atas, maka
kedua orang bersaudara itu akhirnya berperang.
Keduanya tewas dan Marah Gajah
sendiri juga tewas terbunuh dalam peperangan. Putri Betung meninggalkan dua
orang putra yaitu Marah Sum dan Marah Silu, mereka berdua meninggalkan tempat
kediamannya dan mulai hidup mengembara. Marah Sum kemudian menjadi raja Biruen.
Sedang Marah Silu akhirnya dapat merebut rimba Jirun dan menjadi raja di situ.
Marah Slu mendirikan istana kerajaannya di atas bukit yang banyak didiami oleh
semut besar yang oleh rakyat di sekitarnya disebut Semut Dara (Samudra). Itulah
sebabnya maka negara itu kemudian dinamakan negara Samudra.
Semula Marah Silu adalah penganut
agama Islam aliran Syi’ah. Seperti kita ketahui bahwa agama Islam yang
berpengaruh di pantai timur Sumatra Utara pada waktu itu adalah agama Islam
aliran Syi’ah.
Untuk melenyapkan
pengaruh Syi’ah dan untuk kemudian mengembangkan Islam mahzab Syafi’i di pantai
timur Sumatra Utara, maka Dinasti Mameluk di Mesir yang beraliranmahzab Syafi’i
pada 1254 mengirimkan Syekh Ismail ke pantai timur Sumatra Utara bersama Fakir
Muhammad, bekas ulama di pantai barat India. Di Samudra Pasai, Syekh Ismail
berhasil menemui Marah Silu dan berhasil pula membujukknya untk memeluk agama
Islam mahzab Syafi’i kemudian Syekh Ismail menobatkan Marah Silu sebagai Sultan
pertama di kerajaan Samudra Pasai dan bergelar Sultan Malik Al-Saleh. Pengikut
Marah Silu yang bernama Sri Kaya dan Bawa Kaya ikut juga masuk mahzab Syafi’i
dan berganti nama pula menjadi Sidi Ali Khiauddin dan Sidi Ali Hassanuddin.
Penobatan Marah Silu sebagai Sultan
pertama di Samudra Pasai oleh Syekh Ismail ini didasarkan atas beberapa
pertimbangan. Setelah Sultan Malik Al Saleh meninggal pada 1297 ia digantikan
oleh putranya, Sultan Muhammad, yang lebih terkenal dengan Sultan Malik Al
Tahir yang memerintah sampai tahun 1326. Kemudian ia digantikan oleh Sultan
Ahmad Bahian Syah Malik Al Tahir dan pada masa pemerintahan beliau Samudra
Pasai juga mendapat kunjungan dari Ibnu Batutah. Ibnu Battutah adalah seorang
dari Afrika Utara yang bekerja pada Sultan Delhi di India. Ia mengunjungi
Samudra Pasai dalam rangka singgah ketika melakukan perjalanannya ke Cina
sebagai utusan Sultan Delhi. Dalam catatan-catatan Ibnu Batutah kita dapat mengetahui bagaimana peranan
Samudra Pasai ketika perkembangannya. Sebagai bandar utama perdagangan di pantai
timur Sumatra Utara, Samudra Pasai banyak didatangi oleh kapal-kapal dari
India, Cina, dan dari daerah-daerah lain di Indonesia. Di bandar tersebut
kapal-kapal saling bertemu, transit, membongkar serta memuat barang-barang
dagangannya.
Dalam sistem pemerintahanannya, Samudra Pasai
mengadopsi dari India dan Persia. Keraton dan Istana Kerajaan Samudra Pasai
dibangun bergaya arsitektur India. Pengaruh Persia dapat terlihat dari
gelar-gelar yang digunakan oleh pemerintahan kerajaan. Raja sendiri menggunakan
gelar syah, sedang patihnya yang mendampingi raja bergelar amir, bahkan di
antara pembesar-pembesar kerajaan terdapat pula orang Persia.
G.
Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudera Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. Pada tahun
1521 M, kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis yang mendudukinya selama tiga
tahun, kemudian tahun 1524 M dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayatsyah.
Selanjutnya kerajaan Samudera Pasai berada dibawah pengaruh kesultanan Aceh
yang berpusat di Bandar Aceh Daarussalaam.
Kerajaan
Samudera Pasai diyakini pernah berjaya dibuktikan dengan beberapa peninggalan
dari kerajaan tersebut. Sayangnya, kerajaan Samudra Pasai tidak banyak
meninggalkan batu prasasti sebagai peninggalan bersejarah. Hal tersebut dikarenakan
kurangnya perhatian masyarakat dan pemerintah setempat terhadap bukti- bukti
peninggalan sejarah. Peneliti independen dari pusat informasi Samudra Pasai
Heritage Lhouksemawe, Taqiyuddin mengungkapkan benda peninggalan bersejarah
Kerajaan Samudera Pasai tersebar di hampir seluruh wilayah Aceh, khususnya Aceh
Utara. Namun, sampai saat ini belum ada upaya untuk menggali dan meneliti
peninggalan bersejarah tersebut. Umumnya peninggalan bersejarah Samudera Pasai
berupa nisan bertuliskan kaligrafi arab gundul yang khas. (Mohamad
Burhanuddin,2011).
Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang
dibawa oleh agama Islam, untuk menulis karya mereka dalam bahasa
Melayu. Inilah yang kemudian disebut sebagai bahasa Jawi,
dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis tersebut adalah Hikayat
Raja Pasai (HRP). Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360
M. Hikayat Raja Pasai ini dapatlah dibagi menjadi tiga bagian yaitu mengenai
asal usul pembukaan negeri-negeri Pasai dan Samudera, pengislaman Merah Silau
dan kejatuhan kerajaan Pasai ke Majapahit. Hikayat Raja Pasai ini juga
berisi kisah-kisah mitos seperti
kelahiran Puteri Buluh Betung, mitos pembukaan negeri Samudera (semut besar),
silsilah raja-raja Majapahit dan legenda
tokoh-tokoh Tun Beraim Bapa, Sultan Ahmad dan Sultan Malikul Saleh yang
seharusnya dipercayai dalam wujud
realiti sejarah Samudera-Pasai. HRP menandai dimulainya perkembangan
sastra Melayu klasik di bumi nusantara.
Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu
adalah Durru al-Manzum, karya Maulana Abu Ishak. Kitab ini kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan, atas permintaan dari
Sultan Malaka. Informasi di atas mencerminkan sekelumit peran yang telah
dimainkan oleh Samudra Pasai dalam posisinya sebagai pusat pertumbuhan Islam di
Asia Tenggara pada masa itu.
Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di
kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina,
India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama adalah lada. Sebagai bandar
perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut
dirham. Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan tersebut. Uang dirham juga menjadi peninggalan kerajaan
Samudra Pasai yang menandakan kekuatan ekonomi pada saat itu. Pada satu sisi dirham atau mata uang emas itu
tertulis; Muhammad Malik Al-Zahir. Sedangkan di sisi lainnya tercetak nama
Al-Sultan Al-Adil. Diameter Dirham itu sekitar 10 mm dengan berat 0,60 gram
dengan kadar emas 18 karat.
Di
samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat
perkembangan agama Islam. Banyak makam –
makam para pemimpin kerajaan Samudra Pasai yang merupakan bukti nyata adanya
kerajaan Samudra Pasai. Beberapa makam tersebut adalah :
a.
Makam Sultan
Malik AL-Saleh
Makam Malik Al-Saleh terletak di Desa Beuringin, Kecamatan Samudera,
sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Nisan makam sang sultan ditulisi huruf
Arab.
b. Makam Sultan
Maulana Al Zhahir
Malik Al-Zahir adalah putera Malik Al- Saleh, Dia memimpin Samudera
Pasai sejak 1287 hingga 1326 M. Pada nisan makamnya yang terletak bersebelahan
dengan makam Malik Al-Saleh, tertulis kalimat; Ini adalah makam yang dimuliakan
Sultan Malik Al-Zahir, cahaya dunia dan agama. Al-Zahir meninggal pada 12
Zulhijjah 726 H atau 9 November 1326.
c.
Makam Nahriyah
Nahrisyah adalah seorang ratu dari Kerajaan Samudera Pasai yang memegang
pucuk pimpinan tahun 1416-1428 M. Ratu Nahrisyah dikenal arif dan bijak. Ia
bertahta dengan sifat keibuan dan penuh kasih sayang. Harkat dan martabat
perempuan begitu mulia pada masanya sehingga banyak yang menjadi penyiar agama
pada masa tersebut. Makamnya terletak di Gampông Kuta Krueng, Kecamatan
Samudera ± 18 km sebelah timur Kota Lhokseumawe, tidak jauh dari Makam
Malikussaleh . Surat Yasin dengan kaligrafi yang indah terpahat dengan lengkap
pada nisannya. Tercantum pula ayat Qursi, Surat Ali Imran ayat 18 19, Surat
Al-Baqarah ayat 285 286, dan sebuah penjelasan dalam aksara Arab yang artinya,
“Inilah makam yang suci, Ratu yang mulia almarhumah Nahrisyah yang digelar dari
bangsa chadiu bin Sultan Haidar Ibnu Said Ibnu Zainal Ibnu Sultan Ahmad Ibnu
Sultan Muhammad Ibnu Sultan Malikussaleh, mangkat pada Senin 17 Zulhijjah 831
H” (1428 M).
d. Makam Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah
Teungku Sidi Abdullah Tajul Milah berasal dari Dinasti Abbasiyah dan
merupakan cicit dari khalifah Al-Muntasir yang meninggalkan negerinya ( Irak )
karena diserang oleh tentara Mongolia. Beliau berangkat dari Delhi menuju
Samudera Pasai dan mangkat di Pasai tahun 1407 M. Ia adalah pemangku jabatan
Menteri Keuangan. Makamnya terletak di sebelah timur Kota Lhokseumawe. Batu
nisannya terbuat dari marmer berhiaskan ukiran kaligrafi, ayat Qursi yang
ditulis melingkar pada pinggiran nisan. Sedangkan di bagian atasnya tertera
kalimat Bismillah serta surat At-Taubah ayat 21-22.
e.
Makam Naina Hasanuddin
Naina Hasamuddin wafat pada bulan
Syawal 823 H ( 1420 M ). Makam beliau terletak di Gampong Mns. Pie Kecamatan Samudera
kabupaten Aceh Utara , dalam komplek makam terdapat 12 batu pusara. Situs makam
ini berhiaskan ornamen dan kaligrafi ayat Kursi di atas batu pualam, ditambah
dengan sepotong sajak berbahasa Parsi berisikan petuah mati bagi yang hidup,
Sajak tersebut ditulis penyair Iran Syech Muslim Al-Din Sa’di (1193-1292) yang
diterjemahkan oleh sejarawan Ibrahim Alfian: Tiada terhitung bilangan tahun
melintasi
bumi, Laksana mata air mengalir dan
semilir angin lalu, Bila kehidupan hanyalah separangkat kumpulan hari-hari
manusia, Mengapa penyinggah bumi ini menjadi angkuh? Oh, sahabat! Jika kau
lewat makam seorang musuh, Janganlah bersuka cita, sebab hal yang sama jua akan
menimpamu, Wahai yang bercelik mata dengan kesombongan, Debu-debu akan merasuki
tulang belulang Laksana pupur cetak memasuki kotak penyimpanannya. Barangsiapa
menyombongkan diri dengan hiasan bajunya, Esok hari jasadnya yang terkubur
hanya tinggal menguap.
Dunia sarat persaingan dan sedikit kasih sayang,
Ketika tersadar ia terkapar tanpa daya.
Demikianlah sesungguhnya jasad yang
kau lihat terbujur berkalang tanah Barang siapa memenuhi peristiwa penting ini
dari kehidupannya nanti, Kemanakah ia harus menghindar? Tak ada yang mampu
memberi pertolongan, kecuali amal shaleh. Saidi bernaung dibawah bayang Allah
yang maha pemurah Yaa Rabbi, janganlah siksa hambamu-Mu yang malang dan tak
berdaya ini Dosa senantiasa berasal dari kami, sedang engkau penuh limpahan
belas kasih.
f.
Makam
Perdana Menteri
Situs ini disebut juga Makam Teungku Yacob. Beliau adalah seorang
Perdana Menteri pada zaman Kerajaan Samudera Pasai sehingga makamnya digelar
Makam Perdana Menteri. Beliau mangkat pada bulan Muharram 630 H (Augustus 1252
M). Di lokasi ini terdapat 8 buah batu pusara dengan luas pertapakan 8 x 15 m.
Nisannya bertuliskan kaligrafi indah surat Al-Ma’aarij ayat 18-23 dan surat
Yasin ayat 78-81.
g. Makam
Teungku Peuet Ploh Peuet
h. Makam Said
Syarif
i.
Makam
Teungku Diboih
Makam Teungku Di Iboih adalah milik
Maulana Abdurrahman Al-Fasi. Sebagian arkeolog berpendapat bahwa makam ini
lebih tua daripada makam Malikussaleh. Makam ini terletak di Gampông Mancang,
Kecamatan Samudera ± 16 km sebelah Timur Kota Lhokseumawe. Batu nisannya
dihiasi dengan kaligrafi yang indah terdiri dari ayat Qursi, surat Ali Imran
ayat 18, dan surat At-Taubah ayat 21-22.
j.
Makam Batte
Makam ini merupakan situs peninggalan sejarah Kerajaan
Samudera Pasai. Tokoh utama yang dimakamkan pada Situs Batee Balee ini adalah
Tuhan Perbu yang mangkat tahun 1444 M.
Lokasi di desa Meucat Kecamatan
Samudera ± sebelah Timur Kot Lhokseumawe. Diantara nisan-nisan tersebut ada
yang bertuliskan kaligrafi yang indah yang terdiri dari surat Yasin, Surat Ali
Imran, Surat Al’Araaf, Surat Al-Jaatsiyah dan Surat Al-Hasyr.
[1]
Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada,2014), hlm.205
[2]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Rajawali Pers,2014),
hlm.206
[3]
Uka Tjandrasasmita, Proses kedatangan Islam dan munculnya Kerajaan Islam di
Aceh,dalam A. Hasymy, ibid., hlm. 362
[4]
Muhammad Ibrahim dan Rusdi Sufi, op. Cit., hlm. 432-426
[5]
H. J. De Graaf, Islam di Asia Tenggara sampai Abad ke-18, (Jakarta;
Yayasan Obor Indonesia, 1989), hlm. 3
Comments
Post a Comment