SAMUDERA PASAI

A.                 Sejarah Samudera Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai yang merupakan kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke- 13 M, sebagai hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7, ke-8 M, dan seterusnya[1].
Bukti berdirinya kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 M itu didukung oleh adanya nisan kubur terbuat dari granit asal Samudera Pasai. Dari nisan itu, dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H, yang dapat diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M.
Malik Al-Saleh raja pertama itu, merupakan pendiri kerajaan tersebut. hal itu diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Melayu, dan juga hasil penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan sarjana-sarjana Barat, khususnya para sarjana Belanda, seperti Snouck Hurgronye, J.L Moens, H.K.J Cowan, dan lain-lain[2].
Dari segi  peta politik, munculnya kerajaan Samudera Pasai abad ke-13 M itu sejalan dengan suramnya peranan maritim kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya memegang peranan penting dikawasan Sumatera dan sekelilingnya[3].
Dalam Hikayat Raja-raja Pasai disebutkan[4]gelar Malik Al- Saleh sebelum menjadi raja adalah Mera Sile atau Merah Selu. Ia masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syaikh Islam, seorang utusan Syarif Mekah yang kemudian memberinya gelar Sultan Malik Al- Saleh. Nisan kubur itu didapatkan di Gampong Samudera bekas kerajaan Samudera Pasai tersebut.
Mera Selu adalah putera Merah Gajah. Nama Merah merupakan gelar bangsawan yang lazim di Sumatera Utara. Selu kemungkinan berasal dari kata sungkala yang aslinya berasal dari Sanskrit Chula. Kepemimpinan yang menonjol menempatkan dirinya menjadi raja.
Dari hikayat itu, terdapat petunjuk bahwa tempat pertama sebagai pusat kerajaan Samudera Pasai adalah Muara Sungai Peusangan, sebuah sungai yang cukup panjang dan lebar di sepanjang jalur pantai yang memudahkan perahu-perahu dan kapal-kapal mengayuhkan dayungnya kepedalaman dan sebaliknya. Ada dua kota yang terletak berseberangan di muara sungai Peusangan itu, Pasai dan Samudera. Kota Samudera terletak agak lebih ke pedalaman, sedangkan kota Pasai terletak lebih ke muara. Di tempat yang terakhir inilah terletak beberapa makam raja-raja.
Pendapat bahwa Islam sudah berkembang  disana  sejak awal ke abad ke-13 M, didukung oleh oleh berita Cina dan pendapat Ibn Batutah, seorang pengembara terkenal asal Marokko, yang pada pertengahan abad ke-14 M (tahun 746 H/1345 M) mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya dari Delhi ke Cina. Ketika itu Samudera Pasai diperintah oleh Sultan Malik Al-Zahir, putra Sultan Malik Al-Saleh.
Menurut sumber-sumber Cina, pada awal tahun 1282 M kerajaan kecil Sa-mu-ta-la (Samudera) mengirim kepada raja Cina duta-duta yang disebut dengan nama-nama muslim yakni Husein dan Sulaiman[5]. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Islam sudah hampir satu abad lamanya disiarkan disana. Ia meriwayatkan kesalehan, kerendahan hati, dan semangat keagamaan rajanya yang seperti rakyatnya, mengikuti mazhab Syafi’i..
Seperti diketahui pula, Samudera Pasai adalah sebuah kerajaan yang bercorak Islam dan sebagai pimpinan tertinggi kerajaan berada ditangan Sultan yang biasanya memerintah secara turun-temurun. Lazimnya kerajaan-kerajaan pantai atau kerajaan yang berdasarkan pada kehidupan/kejayaan maritim yang termasuk dalam struktur kerajaan tradisional kerajaan melayu, seperti kerajaan Islam Samudera Pasai.
Dan beberapa orang Syahbandar yang mengepalai dan mengawasi pedagang-pedagang asing di kota-kota pelabuhan yang berada dibawah pengaruh kerajaan itu biasanya para Syahbandar ini juga menjabat sebagai penghubung antara Sultan dan pedagang-pedagang asing.
Sebagaimana lazimnya sebuah kerajaan maritim, kerajaan Islam Samudera Pasai dapat berkembang karena mempunyai suatu angkatan laut yang cukup besar menurut ukuran pada masa itu dan mutlak diperlukan untuk mengawasi perdagangan diwilayah kekuasaannya. Dan karena sebagai kerajaan maritim, kerajaan itu sedikit sekali mempunyai basis agraris yang hanya diperkirakan berada sekitar sebelah-menyebelah sungai Pasai dan sungai Peusangan saja, dimana terdapat sejumlah kampung-kampung (meunasah-meunasah) yang merupakan unit daripada bentuk masyarakat terkecil di wilayah Samudera Pasai pada waktu itu.
Pengawasan terhadap perdagangan dan pelayaran di kota-kota pantai yang berada dibawah pengaruh kerajaan Samudera Pasai merupakan sendi-sendi kerajaan yang memungkinkan kerajaan memperoleh penghasilan dan pajak yang besar selain upeti-upeti yang dipersembahkan oleh kerajaan-kerajaan dibawah pengaruhnya. Perdagangan yang menjadi basis hubungan-hubungan yang tetap kerajaan-kerajaan luar seperti Malaka, Cina. India dan sebagainya. Telah menjadikan kerajaan Islam Samudera Pasai sebagai sebuah kerajaan Islam yang sangat terkenal dan berpengaruh di kawasan Asia Tenggara terutama abad XIV dan XV. Karena kebesarannya itu, maka kerajaan Islam Samudera Pasai telah pula dapat mengembangkan penyiaran Agama Islam ke wilayah-wilayah lainnya di Nusantara pada waktu itu.
Di antaranya ke Minangkabau, Palembang, Jambi, Patani, Malaka, Jawa dan beberapa kerajaan pantai di sekitarnya. Pada abad ke XIV kerajaan Islam Samudera Pasai menjadi pusat studi Agama Islam dan juga tempat berkumpul Ulama-ulama dari berbagai negara Islam untuk berdiskusi tentang masalah-masalah keduniawian dan keagamaan. Berdasarkan berita dari Ibn. Batutah, seorang pengembara asal Maroko yang mengunjungi Samudera Pasai pada tahun 1345/6, kerajaan ini berada pada puncak kejayaannya.
Ibn Batutah berada dikerajaan ini selama dua minggu dan telah melihat bahwa tempat ini (kraton Samudera Pasai), mempunyai benteng disekelilingnya. Ibn Batutah mendapat kesempatan untuk menghadap Sultan yang memerintah pada waktu itu yaitu Sultan Malikul Zahir yang dianggapnya sebagai Sultan termasyhur dan peramah.
Dengan melihat Samudera Pasai sebagai pusat Studi dan pertemuan para Ulama seperti tersebut diatas dan sesuai dengan yang telah diutarakan oleh Prof. A. Hajmy, bahwa banyak sekali tokoh dan para ahli dari berbagai disiplin pengetahuan yang datang dari luar seperti dari Persia (bagian dari Daulah Abbasiyah) untuk membantu kerajaan islam Samudera Pasai, maka dapat dipastikan bahwa sistem dan organisasi pemerintahan di kerajaan itu, tentunya seirama dengan sistem yang dianut oleh pemerintahan Daulah Abbasiyah.
Selain  itu menurut catatan M. Yunus Jamil, bahwa pejabat-pejabat kerajaan Islam Samudera Pasai terdiri dari orang-orang alim dan bijaksana. Adapun nama-nama dan jabatan-jabatan mereka adalah sebagai berikut :
1.              Seri Kaya Saiyid Ghiyasyuddin, sebagai Perdana Menteri.
2.              Saiyid Ali bin Ali Al Makarani, sebagai Syaikhul Islam
3.              Bawa Kyu Ali Hisamuddin Al Malabari, sebagai Menteri Luar Negeri
Dari catatan-catatan, nama-nama dan lembaga-lembaga seperti diatas , Prof. A. Hasjmy berkesimpulan bahwa, sistem pemerintahan dalam kerajaan Islam Samudera Pasai sudah teratur baik, dan berpola sama dengan sistem pemerintahan Daulah Abbasiyah dibawah Sultan Jalaluddin Dulah (416-435 H.).
Tome Pires menceritakan, di pasai ada mata uang dirham. Dikatakannya bahwa setiap kapal yang membawa barang-barang dari barat dikenakan pajak 6 %. Samudera Pasai pada waktu itu ditinjau dari segi geografis dan sosial ekonomi, memang merupakan suatu daerah yang penting sebagai penghubung antara pusat-pusat perdagangan yang terdapat di kepulauan Indonesia, India, Cina, dan Arab. Ia merupakan pusat perdagangan yang sangat penting. Adanya mata uang itu membuktikan bahwa kerajaan ini pada saat itu merupakan kerajaan yang makmur

B.     Proses Berkembangnya Kerajaan Samudra Pasai Di Segala Bidang
Dengan  timbulnya Kerajaan Samudra Pasai maka Kesultanan Perlak mengalami kemunduran. Samudra Pasai tampil sebagai bandar dagang utama di pantai timur Sumatra Utara. Samudra Pasai tidak hanya menjadi pusat perdagangan lada ketika itu, tetapi juga sebagai pusat pengembangan agama Islam bermazhab Syafi’i.
Pada masa pemerintahan Sultan Malik Al Saleh berkembanglah agama Islam mazhab Syafi’i. Awalnya Sultan Malik Al Saleh merupakan pemeluk Syi’ah yang di bawa dari pedagang-pedagang Gujarat yang datang ke Indonesia pada abad 12. Pedagang-pedagang Gujarat bersama-sama pedagang Arab dan Persia menetap di situ dan mendirikan kerajaan-kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Perlak di muara Sungai Perlak dan Kerajaan Samudra Pasai di muara Sungai Pasai.  Namun kemudian Sultan Malik Al Saleh berpindah menjadi memeluk Islam bermazhab Syafi’i atas bujukan Syekh Ismail yang merupakan utusan Dinasti Mameluk di Mesir yang beraliran mazhab Syafi’i. Pada masa pemerintahan Sultan Malik Al Saleh juga Samudra Pasai mendapat kunjungan dari Marco Polo.
C.       Kehidupan Politik
Raja pertama samudra pasai sekaligus pendiri kerajaan adalah Marah silu bergelar sultan Malik al Saleh, dan memerintah antara tahun 1285-1297. Pada masa pemerintahan Sultan Malik Al Saleh, kerajaan tersebut telah memiliki lembaga Negara yang teratur dengan angkatan perang laut dan darat yang kuat, meskipun demikian, secara politik kerajaan Samudra Pasai masih berada dibawah kekuasaan Majapahit. Pada tahun 1295, Sulthan malik al saleh menunjuk anaknya sebagai raja, yang kemudian dikenal dengan Sultan Malik Al Zahir I (1297-1326), Pada masa pemerintahannya samudra pasai berhasail menaklukkan kerajaan islam Perlak.
Setelah sultan Malik Al Zahir I mangkat, Pimpinan kerajaan Setelah sultan Malik Al Zahir I mangkat, Pimpinan kerajaan diserahkan kepada Sultan ahmad laikudzahir yang bergelar Sulthan Malik Al Zahir II (1326-1348)
D.      Kehidupan Ekonomi
            Karena letak geografisnya yang strategis, ini mendukung kreativitas mayarakat untuk terjun langsung ke dunia maritim. Samudera pasai juga mempersiapkan bandar – bandar yang digunakan untuk:
1.       Menambah perbekalan untuk pelayaran selanjutnya
2.       Mengurus soal – soal atau masalah – masalah perkapalan
3.       Mengumpulkan barang – barang dagangan yang akan dikirim ke luar negeri
4.       Menyimpan barang – barang dagangan sebelum diantar ke beberapa daerah di Indonesia
Tahun 1350 M merupakan masa puncak kebesaran kerajaan Majapahit, masa itu juga merupakan masa kebesaran Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan Samudera Pasai juga berhubungan langsung dengan Kerajaan Cina sebagai siasat untuk mengamankan diri dari ancaman Kerajaan Siam yang daerahnya meliputi Jazirah Malaka.
Perkembangan ekonomi masyarakat Kerajaan Samudera Pasai bertambah pesat, sehingga selalu menjadi perhatian sekaligus incaran dari kerajaan – kerajaan di sekitarnya. Setelah Samudera Pasai dikuasai oleh Kerajaan Malaka maka pusat perdagangan dipindahkan ke Bandar Malaka.

E.       Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Samudera Pasai diatur menurut aturan – aturan dan okum – okum Islam. Dalam pelaksanaannya banyak terdapat persamaan dengan kehidupan sosial masyarakat di negeri Mesir maupun di Arab. Karena persamaan inilah sehingga daerah Aceh mendapat julukan Daerah Serambi Mekkah.

F.                  Pendidikan Islam pada Masa Kerajaan Samudera Pasai
1.                  Metode awal Penyiaran Pendidkan Islam
Para pedagang Muslim datang ke Nusantara dengan maksud hendak berniaga, namun mereka tidak lupa memegang Al-Qur’an di tangan kanannya dalam melaksanakan usaha perniagaan, menyiarkan agama Islam kepada penduduk Negeri. Dengan berangsur-angsur penduduk negeri tertarik kepada Agama Islam, lalu mereka memeluk agama itu. Sebab itu tidak heran, bahwa agama Islam telah masuk ke daerah Aceh sebelum abad kedua belas.
Para pedagang Muslim pandai sekali bergaul dengan penduduk negeri sehingga mereka itu dihormati dan disayang oleh penduduk negeri. Terciptalah hubungan yang erat dan silahturahim yang kokoh antara kedua nelah pihak. Terlebih lagi silahturahim itu lebih dipererat lagi dengan perkawinan antar mereka.
Agama islam menyuruh tiap-tiap muslim supaya menyampaikan seruan Islam kepada siapapun dan dimana saja mereka berada. Penyiaran Islam itu harus dilakukan dengan cara bijaksana dan dengan cara yang sebaik-baiknya. Didikan dan ajaran mereka berikan dengan perbuatan, dengan contoh suri tauladan. Mereka berlaku sopan santun,ramah tamah, tulus ikhlas, menepati janji, amanah, dan menjaga kepercayaan pengasih dan pemurah serta menghormati adat istiadat negeri. Singkatnya, mereka berbudi pekerti yang tinggi dan berakhlak mulia. Semua itu berdasarkan cinta dan taat kepada Allah sesuai dengan didikan dan ajaran Islam.
Dengan mengadakan pendekatan langsung kepada pemimpin masyarakat/kepala suku yang dilakukan oleh Syaikh Ismail seorang da’i yang diutus langsung Syarif penguasa Makkah. Melalui Merah Silu yang kemudian setelah ia beragama Islam bernama Malik Al-Saleh inilah Islam mulai berkembang pesat di Samudera  pasai.
a.              Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan pada Masa Samudera Pasai tentu tidak sebagaimana yang berlaku pada zaman seperti sekarang ini. Sistem pendidkan yang berlaku pada zaman sekarang lebih bersifat informal, yang berbentuk Majlis taklim dan Halaqah. Namun hanya saja yang ada pada saat kerajaan Samudera Pasai waktu itu, tidak jauh berbeda dengan tingkatan pendidikan yang ada pada saat ini. Adapun yang menjadi  tingkatan pendidikan tersebut adalah :
1.                  Pendidik dan peserta didk
Pada saat itu yang menjadi pendidik atau guru adalah para saudagar yang sekaligus merangkap sebagai da’i yang berasal dari Gujarat dan Timur Tengah. Mereka antara lainadalah Syaikh Ismail dan Syaikh Sayid Abdul Aziz. Begitupun para sultan kerajaan Samudera Pasai, mereka ikut mengajarkan dan menyebarkan ajaran islam kepada segenap rakyatnya.
Adapun peserta didk pada saat itu adalah dari semua usia atau tidak terbatas usia, dari segala usia yakni mulai dari anak-anak hingga dewasa (usia lanjut). Tidak terbatas pada kalangan tertentu, melainkan dari berbagai kalangan, mulai rakyat biasa/ jelata sampai dengan para sultan atau raja.
2.                  Materi Pendidkan
Materi Pendidikan yang pertama kali diberikan kepada para peserta didik adalah ” Dua kalimat Syahadat.” Ucapan itu dilakukan dengan bahasanya sendiri. Setelah mereka mengucapkan dua kalimat syahadat atau mereka telah masuk Islam, barulah mereka diberikan pelajaran ketingkat selanjutnya, yaitu : membaca Al-Qur’an, cara melaksanakan Shalat, dan terus sampai pada tingkat yang lebih tinggi. Setelah pelajaran sebelumnya mereka kuasai mereka melanjutkannya ke pengajaran kitab-kitab Fiqh yang bermazhab Syafi’i, seperti : taqrir, Sulam Taufiq bahkan ada pengkajian kitab-kitab yang lebih tinggi tingkatannya.
Selain materi diatas, sudah barang tentu para Syeikh mengajarkan tentang Aqidah dan Akhlak, dimana mereka tidak hanya mengajarkan dalam bentuk lisan tetapi juga memberikan teladan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga apa yang mereka teladani dalam kehidupan pergaulan sehari-hari, sehingga apa yang mereka sampaikan benar-benar mengena dan langsung dipraktekan pula oleh para pengikutnya, yakni kaum muslimin di kerajaan Samudera Pasai.

F.      Raja- Raja Yang Berpengaruh di Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai ini merupakan kerajaan islam kedua sesudah Perlak. Sumber-sumber sejarah mengenai kerajaan ini jauh lebih lengkap dibandingkan dengan kerajaan pertama. Disamping Hikayat, berita-berita luar negeri, kerajaan ini juga meninggalkan peninggalan arkeologis berupa prasasti yang dapat menjadi saksi utama mengenai telah berdirinya kerajaan ini.
Menurut buku Daliman, Pendiri kerajaan Samudra Pasai adalah Sultan Malik Al Shaleh. Hal ini diketahui dengan pasti dari prasasti yang terdapat dari batu nisan makamnya yang menyatakan bahwa sultan Malik Al Shaleh ini meninggal pada bulan Ramadhan 676 tahun sesudah hijrah Nabi atau 1297, jadi 5 tahun sesudah kunjungan Marcopolo ke negeri ini dalam perjalanannya pulang dari Cina.
Tradisi dari hikayat raja-raja Pasai menceritakan asal-usul Sultan Malik Al-Saleh. Sebelum menjadi raja dan bergelar Sultan, raja ini semula adalah seorang marah dan bernama Marahsilu. Ayah Marahsilu bernama Marah Gajah dan ibunya adalah Putri Betung. Putri Betung mempunyai rambut pirang di kepalanya. Ketika rambut pirang itu dibantun oleh Marah Gajah keluarlah darah putih. Setelah darah putih itu berhenti mengalir, maka menghilanglah Putri Betung. Peristiwa itu didengar oleh ayah angkat Putri Betung ialah Raja Muhammad. Raja Muhammad karena marah segera mengerahkan orang-orangnya untuk mencari dan menangkap Marah Gajah. Marah Gajah yang takut karena kehilangan Putri Betung menyingkir dan meminta perlindungan dari ayah angkatnya pula yang bernama Raja Ahmad. Ternyata Raja Muhammad dan Raja Ahmad adalah dua orang bersaudara. Tetapi karena peristiwa Putri Betung d atas, maka kedua orang bersaudara itu akhirnya berperang.
Keduanya tewas dan Marah Gajah sendiri juga tewas terbunuh dalam peperangan. Putri Betung meninggalkan dua orang putra yaitu Marah Sum dan Marah Silu, mereka berdua meninggalkan tempat kediamannya dan mulai hidup mengembara. Marah Sum kemudian menjadi raja Biruen. Sedang Marah Silu akhirnya dapat merebut rimba Jirun dan menjadi raja di situ. Marah Slu mendirikan istana kerajaannya di atas bukit yang banyak didiami oleh semut besar yang oleh rakyat di sekitarnya disebut Semut Dara (Samudra). Itulah sebabnya maka negara itu kemudian dinamakan negara Samudra.
Semula Marah Silu adalah penganut agama Islam aliran Syi’ah. Seperti kita ketahui bahwa agama Islam yang berpengaruh di pantai timur Sumatra Utara pada waktu itu adalah agama Islam aliran Syi’ah.
Untuk melenyapkan pengaruh Syi’ah dan untuk kemudian mengembangkan Islam mahzab Syafi’i di pantai timur Sumatra Utara, maka Dinasti Mameluk di Mesir yang beraliranmahzab Syafi’i pada 1254 mengirimkan Syekh Ismail ke pantai timur Sumatra Utara bersama Fakir Muhammad, bekas ulama di pantai barat India. Di Samudra Pasai, Syekh Ismail berhasil menemui Marah Silu dan berhasil pula membujukknya untk memeluk agama Islam mahzab Syafi’i kemudian Syekh Ismail menobatkan Marah Silu sebagai Sultan pertama di kerajaan Samudra Pasai dan bergelar Sultan Malik Al-Saleh. Pengikut Marah Silu yang bernama Sri Kaya dan Bawa Kaya ikut juga masuk mahzab Syafi’i dan berganti nama pula menjadi Sidi Ali Khiauddin dan Sidi Ali Hassanuddin.
Penobatan Marah Silu sebagai Sultan pertama di Samudra Pasai oleh Syekh Ismail ini didasarkan atas beberapa pertimbangan. Setelah Sultan Malik Al Saleh meninggal pada 1297 ia digantikan oleh putranya, Sultan Muhammad, yang lebih terkenal dengan Sultan Malik Al Tahir yang memerintah sampai tahun 1326. Kemudian ia digantikan oleh Sultan Ahmad Bahian Syah Malik Al Tahir dan pada masa pemerintahan beliau Samudra Pasai juga mendapat kunjungan dari Ibnu Batutah. Ibnu Battutah adalah seorang dari Afrika Utara yang bekerja pada Sultan Delhi di India. Ia mengunjungi Samudra Pasai dalam rangka singgah ketika melakukan perjalanannya ke Cina sebagai utusan Sultan Delhi. Dalam catatan-catatan Ibnu Batutah  kita dapat mengetahui bagaimana peranan Samudra Pasai ketika perkembangannya. Sebagai bandar utama perdagangan di pantai timur Sumatra Utara, Samudra Pasai banyak didatangi oleh kapal-kapal dari India, Cina, dan dari daerah-daerah lain di Indonesia. Di bandar tersebut kapal-kapal saling bertemu, transit, membongkar serta memuat barang-barang dagangannya.
Dalam sistem pemerintahanannya, Samudra Pasai mengadopsi dari India dan Persia. Keraton dan Istana Kerajaan Samudra Pasai dibangun bergaya arsitektur India. Pengaruh Persia dapat terlihat dari gelar-gelar yang digunakan oleh pemerintahan kerajaan. Raja sendiri menggunakan gelar syah, sedang patihnya yang mendampingi raja bergelar amir, bahkan di antara pembesar-pembesar kerajaan terdapat pula orang Persia.
G.      Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudera Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. Pada tahun 1521 M, kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis yang mendudukinya selama tiga tahun, kemudian tahun 1524 M dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayatsyah. Selanjutnya kerajaan Samudera Pasai berada dibawah pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Daarussalaam.
Kerajaan Samudera Pasai diyakini pernah berjaya dibuktikan dengan beberapa peninggalan dari kerajaan tersebut. Sayangnya, kerajaan Samudra Pasai tidak banyak meninggalkan batu prasasti sebagai peninggalan bersejarah. Hal tersebut dikarenakan kurangnya perhatian masyarakat dan pemerintah setempat terhadap bukti- bukti peninggalan sejarah. Peneliti independen dari pusat informasi Samudra Pasai Heritage Lhouksemawe, Taqiyuddin mengungkapkan benda peninggalan bersejarah Kerajaan Samudera Pasai tersebar di hampir seluruh wilayah Aceh, khususnya Aceh Utara. Namun, sampai saat ini belum ada upaya untuk menggali dan meneliti peninggalan bersejarah tersebut. Umumnya peninggalan bersejarah Samudera Pasai berupa nisan bertuliskan kaligrafi arab gundul yang khas. (Mohamad Burhanuddin,2011).
            Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam, untuk menulis karya mereka dalam  bahasa  Melayu.  Inilah  yang kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HRP). Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. Hikayat Raja Pasai ini dapatlah dibagi menjadi tiga bagian yaitu mengenai asal usul pembukaan negeri-negeri Pasai dan Samudera, pengislaman Merah Silau dan kejatuhan kerajaan Pasai ke Majapahit. Hikayat Raja Pasai ini juga berisi  kisah-kisah mitos seperti kelahiran Puteri Buluh Betung, mitos pembukaan negeri Samudera (semut besar), silsilah  raja-raja Majapahit dan legenda tokoh-tokoh Tun Beraim Bapa, Sultan Ahmad dan Sultan Malikul Saleh yang seharusnya dipercayai dalam wujud  realiti sejarah Samudera-Pasai. HRP menandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara.
            Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu  adalah Durru al-Manzum, karya Maulana Abu Ishak. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan, atas permintaan dari Sultan Malaka. Informasi di atas mencerminkan sekelumit peran yang telah dimainkan oleh Samudra Pasai dalam posisinya sebagai pusat pertumbuhan Islam di Asia Tenggara pada masa itu.
Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama adalah lada. Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan tersebut.  Uang dirham juga menjadi peninggalan kerajaan Samudra Pasai yang menandakan kekuatan ekonomi pada saat itu.  Pada satu sisi dirham atau mata uang emas itu tertulis; Muhammad Malik Al-Zahir. Sedangkan di sisi lainnya tercetak nama Al-Sultan Al-Adil. Diameter Dirham itu sekitar 10 mm dengan berat 0,60 gram dengan kadar emas 18 karat.
            Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama Islam.  Banyak makam – makam para pemimpin kerajaan Samudra Pasai yang merupakan bukti nyata adanya kerajaan Samudra Pasai. Beberapa makam tersebut adalah :
a.       Makam Sultan Malik AL-Saleh
            Makam Malik Al-Saleh terletak di Desa Beuringin, Kecamatan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Nisan makam sang sultan ditulisi huruf Arab.
b.      Makam Sultan Maulana Al Zhahir
            Malik Al-Zahir adalah putera Malik Al- Saleh, Dia memimpin Samudera Pasai sejak 1287 hingga 1326 M. Pada nisan makamnya yang terletak bersebelahan dengan makam Malik Al-Saleh, tertulis kalimat; Ini adalah makam yang dimuliakan Sultan Malik Al-Zahir, cahaya dunia dan agama. Al-Zahir meninggal pada 12 Zulhijjah 726 H atau 9 November 1326.
c.        Makam Nahriyah
            Nahrisyah adalah seorang ratu dari Kerajaan Samudera Pasai yang memegang pucuk pimpinan tahun 1416-1428 M. Ratu Nahrisyah dikenal arif dan bijak. Ia bertahta dengan sifat keibuan dan penuh kasih sayang. Harkat dan martabat perempuan begitu mulia pada masanya sehingga banyak yang menjadi penyiar agama pada masa tersebut. Makamnya terletak di Gampông Kuta Krueng, Kecamatan Samudera ± 18 km sebelah timur Kota Lhokseumawe, tidak jauh dari Makam Malikussaleh . Surat Yasin dengan kaligrafi yang indah terpahat dengan lengkap pada nisannya. Tercantum pula ayat Qursi, Surat Ali Imran ayat 18 19, Surat Al-Baqarah ayat 285 286, dan sebuah penjelasan dalam aksara Arab yang artinya, “Inilah makam yang suci, Ratu yang mulia almarhumah Nahrisyah yang digelar dari bangsa chadiu bin Sultan Haidar Ibnu Said Ibnu Zainal Ibnu Sultan Ahmad Ibnu Sultan Muhammad Ibnu Sultan Malikussaleh, mangkat pada Senin 17 Zulhijjah 831 H” (1428 M).
d.       Makam Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah
            Teungku Sidi Abdullah Tajul Milah berasal dari Dinasti Abbasiyah dan merupakan cicit dari khalifah Al-Muntasir yang meninggalkan negerinya ( Irak ) karena diserang oleh tentara Mongolia. Beliau berangkat dari Delhi menuju Samudera Pasai dan mangkat di Pasai tahun 1407 M. Ia adalah pemangku jabatan Menteri Keuangan. Makamnya terletak di sebelah timur Kota Lhokseumawe. Batu nisannya terbuat dari marmer berhiaskan ukiran kaligrafi, ayat Qursi yang ditulis melingkar pada pinggiran nisan. Sedangkan di bagian atasnya tertera kalimat Bismillah serta surat At-Taubah ayat 21-22.
e.        Makam Naina Hasanuddin
Naina Hasamuddin wafat pada bulan Syawal 823 H ( 1420 M ). Makam beliau terletak di Gampong Mns. Pie Kecamatan Samudera kabupaten Aceh Utara , dalam komplek makam terdapat 12 batu pusara. Situs makam ini berhiaskan ornamen dan kaligrafi ayat Kursi di atas batu pualam, ditambah dengan sepotong sajak berbahasa Parsi berisikan petuah mati bagi yang hidup, Sajak tersebut ditulis penyair Iran Syech Muslim Al-Din Sa’di (1193-1292) yang diterjemahkan oleh sejarawan Ibrahim Alfian: Tiada terhitung bilangan tahun melintasi
bumi, Laksana mata air mengalir dan semilir angin lalu, Bila kehidupan hanyalah separangkat kumpulan hari-hari manusia, Mengapa penyinggah bumi ini menjadi angkuh? Oh, sahabat! Jika kau lewat makam seorang musuh, Janganlah bersuka cita, sebab hal yang sama jua akan menimpamu, Wahai yang bercelik mata dengan kesombongan, Debu-debu akan merasuki tulang belulang Laksana pupur cetak memasuki kotak penyimpanannya. Barangsiapa menyombongkan diri dengan hiasan bajunya, Esok hari jasadnya yang terkubur hanya tinggal menguap.
Dunia sarat persaingan dan sedikit kasih sayang, Ketika tersadar ia terkapar tanpa daya.
Demikianlah sesungguhnya jasad yang kau lihat terbujur berkalang tanah Barang siapa memenuhi peristiwa penting ini dari kehidupannya nanti, Kemanakah ia harus menghindar? Tak ada yang mampu memberi pertolongan, kecuali amal shaleh. Saidi bernaung dibawah bayang Allah yang maha pemurah Yaa Rabbi, janganlah siksa hambamu-Mu yang malang dan tak berdaya ini Dosa senantiasa berasal dari kami, sedang engkau penuh limpahan belas kasih.
f.       Makam Perdana Menteri
            Situs ini disebut juga Makam Teungku Yacob. Beliau adalah seorang Perdana Menteri pada zaman Kerajaan Samudera Pasai sehingga makamnya digelar Makam Perdana Menteri. Beliau mangkat pada bulan Muharram 630 H (Augustus 1252 M). Di lokasi ini terdapat 8 buah batu pusara dengan luas pertapakan 8 x 15 m. Nisannya bertuliskan kaligrafi indah surat Al-Ma’aarij ayat 18-23 dan surat Yasin ayat 78-81.
g.      Makam Teungku Peuet Ploh Peuet         
h.      Makam Said Syarif
i.        Makam Teungku Diboih
            Makam Teungku Di Iboih adalah milik Maulana Abdurrahman Al-Fasi. Sebagian arkeolog berpendapat bahwa makam ini lebih tua daripada makam Malikussaleh. Makam ini terletak di Gampông Mancang, Kecamatan Samudera ± 16 km sebelah Timur Kota Lhokseumawe. Batu nisannya dihiasi dengan kaligrafi yang indah terdiri dari ayat Qursi, surat Ali Imran ayat 18, dan surat At-Taubah ayat 21-22.
j.        Makam Batte
Makam ini merupakan situs peninggalan sejarah Kerajaan Samudera Pasai. Tokoh utama yang dimakamkan pada Situs Batee Balee ini adalah Tuhan Perbu yang mangkat tahun 1444 M.
Lokasi di desa Meucat Kecamatan Samudera ± sebelah Timur Kot Lhokseumawe. Diantara nisan-nisan tersebut ada yang bertuliskan kaligrafi yang indah yang terdiri dari surat Yasin, Surat Ali Imran, Surat Al’Araaf, Surat Al-Jaatsiyah dan Surat Al-Hasyr.



[1] Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,2014), hlm.205
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Rajawali Pers,2014), hlm.206
[3] Uka Tjandrasasmita, Proses kedatangan Islam dan munculnya Kerajaan Islam di Aceh,dalam A. Hasymy, ibid., hlm. 362
[4] Muhammad Ibrahim dan Rusdi Sufi, op. Cit., hlm. 432-426
[5] H. J. De Graaf, Islam di Asia Tenggara sampai Abad ke-18, (Jakarta; Yayasan Obor Indonesia, 1989), hlm. 3

Comments

Popular posts from this blog

DINASTI QAJAR (1779-1925)

DINASTI SAFAWIYAH

DINASTI SAMANIYYAH (873-998 M)