ZAMAN RASULULLAH

A.      kondisi masyarakat Arab di masa jahiliyyah
·           kondisi sosial
di kalangan bangsa Arab terdapat lapisan masyarakat yang beragam dengan kondisi berbeda-beda. Hubungan seorang laki-laki dengan isterinya dilapisan kaum bangsawan demikian mengalami kemajuan, seorang isteri mempunyai porsi yang sangat besar dalam kebebasan berkehendak dan mengambil kebijakan. Wanita selalu dihormati dan dijaga, tidak jarang pedang harus terhunus dan darah tertumpah karenanya.
Seorang laki-laki yang ingin dipuji dimata orang Arab karena dia memiliki kedudukan tinggi berupa kemurahan hati dan keberanian, maka kebanyakan waktunya hanya di dipergunakan untuk berbicara dengan wanita. Seorang wanita dapat mengumpulkan suku-suku untuk kepentingan perdamaian, jika dia suka, namun juga dapat menyulut api peperangan di antara mereka. Meskipun demikian, tanpa dapat disangkal lagi bahwa seorang laki-laki adalah kepala keluarga dan pengambil keputusan. Hubungan antara laki-laki dan wanita melalui proses akad nikah adalah dibawah pengawasan para ahli wanita. Seorang wanita tidak memiliki hak untuk melakukan sesuatu tanpa seizin mereka.
Demikianlah kondisi kaum bangsawan, sementara pada lapis-lapis masyarakat alinnya terdapat jenis lain dan percampuran –bauran antara lekaki dan perempuan. Tidak dapat diungkapkan yang lebih tepat untuk hal itu daripada pelacuran, pergaulan bebas, pertumpahan darah dan perbuatan keji.

·            Kondisi ekonomi
kondisi sosial diatas berimbas kepada kondisi ekonomi. Hal ini diperjelas dengan melihat cara dan gaya hidup bangsa Arab berniaga merupakan sarana terbesar mereka untuk meraih kebutuhan hidup, roda perniagaan tidak akan stabil kecuali bila kaeamanan dan perdamaian merata. Akan tetapi, hal itu semua lenyap dari jazirah Arab kecuali pada “ al-asyhurul Hurum” saja. Dalam bulan-bulan inilah pasar-pasar Arab terkenal seperti Ukazh, Dzil Majaz, Majinnah dan lain beroperasi.
  Sedangkan dalam kegiatan industri, mereka termasuk bangsa yang amat jauh untuk sampai kearah itu. Sebagian besar hasil perindustrian bangsa Arab hanyalah pada seni tenunan, samak kulit binatang dan lainnya. Kegiatan ini pun hanya pada masyarakat kawasan dosmetik jazirah terdapat semisal aktivitas bercocok tanam, membajak sawah, dan beternak kambing, sapi serta unta.Semua kaum wanita bekerja sebagai pemintal. Namun,  harta benda tersebut sewaktu-waktu dapat menjadi sasaran peperangan . kemiskinan, kelaparan serta kehidupan juga menyelimuti masyarakat.
·           Kondisi moral
Kita tidak dapat memungkiri bahwa pada sisi masyarakat jahiliyyah terdapat kehidupan nista, pelacuran dan hal-hal lain yang tidak dapat diterima oleh akal sehat dan ditolak oleh hati nurani. Namun demikian, mereka juga mempunyai akhlak mulia dan terpuji yang amat menawan siapa saja, juga membuatnya terkesima dan takjub. Di antaranya akhlak-akhlak tersebut adalah:         1.Kemurahan hati
                   Mereka berlomba-lomba memiliki sifat ini dan berbangga dengannya. Setengah dari bait-bait syair mereka tuangkan untuk menyebut sifat ini, baik dalam rangka memuji diri sendiri maupun memuji orang lain. Seseorang terkadang kedatangan tamu di saat temperatur udara demikian dingin dan perut merintih kelaparan, dan disaat itu pula, tidak memiliki harta apa-apa selain unta betina yang satu-satunya menjadi gantungan hidupnya dan keluarganya.
                    Akan tetapi, karena terobsesi oleh getaran kemurahan hati membuatnya bergegas untuk menyuguhkan sesuatu. Karenanya, dia lantas menyembelih satu-satunya unta miliknya untuk tamunya tersebut. di antara pengaruh sifat murah hati tersebut, menjadikan mereka sampai-sampai rela menanggung denda yang demikian besar dan beban-beban yang dahsyat demi upaya mencegah pertumbuhan darah dan melayangnya jiwa.

2.        Menepati janji
                   Janji dalam tradisi mereka adalah laksana agama yang harus dipegang teguh, bahkan untuk merealisasikannya mereka tidak segan-segan membunuh anak-anak mereka dan menghancurkan tempat tinggal mereka sendiri.

3.        Harga diri yang tinggi dan sifat pantang menerima pelecehan dan kezhaliman
                   Implikasi dari sifat ini adalah, tumbuhnya pada diri mereka keberanian yang amat berlebihan, cemburu buta dan tepatnya emosi meluap. Mereka adalah orang-orang yang tidak akan pernah bisa bersabar mendengar ucapan yang mereka cium berbau penghinaan dan pelecehan. Dan apabila hal ini terjadi, mereka tidak akan segan menghunus pedang dan mengacungkan hulu tombak serta mengobarkan peperangan yang panjang.






4.        Tekad yang pantang surut
                   Bila mereka sudah bertekad untuk melakukan sesuatu yang mereka anggap sesuatu kemuliaan dan kebanggan, maka tak ada satu pun yang dapat menyurutkan tekad mereka tersebut, bahkan mereka akan nekad menerjang bahaya demi hal itu.
5.         Meredam kemarahan, sabar, dan amat berhati-hati 
                    Mereka menyanjung sifat-sifat semacam ini, hanya saja keberadaannya seakan berselimuti oleh amat berlebihannya sifat pemberani dan langkah cepat untuk berperang.

A. Kelahiran Muhammad SAW
                   Sekitar tahun 570 M, Mekah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal diantara kota-kota di negeri arab, baik karena tradisinya ataupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai menghubungkan yaman di selatan dan syiria di utara. Dengan adanya ka’bah di tengah kota, mekah menjadi pusat keagamaan Arab. Didalamnya terdapat 360 berhala. Mengelilingi berhala utama, hubal. Mekah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab pada masa itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi[1]
                   Nabi Muhammad dilahirkan dalam keluarga bani hasyim di mekah pada hari senin, tanggal 4 Rabi’ul Awwal, pada permulaan tahun dari Peristiwa Gajah. Maka tahun itu dikenal  dengan Tahun Gajah. Dinamakan demikian karena pada tahun itu pasukan Abrahah, gubernur kerajaan Habsyi (Ethiopia), dengan menunggang gajah menyerang kota mekah untuk menghancurkan ka’bah. Bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 bulan April tahun 571 M. Ini berdasarkan penelitian ulama terkenal, Muhammad Sulaiman Al- manshurfury dan penelitian astronomi, Mahmud Pasha.[2]
Nabi Muhammad adalah anggota bani hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam suku Quraisy. Kabilah ini memegang jabatan siqayah. Nabi Muhammad lahir dari keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya adalah Aminah binti Wahab dari bani Zuhrah. Muhammad SAW. Nabi terakhir ini dilahirkan dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal dunia tiga bulan setelah dia menikahi Aminah[3]
       Ramalan tentang kedatangan atau kelahiran Nabi Muhammad dapat ditemukan dalam kitab-kitab suci terdahulu. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa kelahiran Nabi Muhammad SAW telah diramalkan oleh setiap dan semua nabi terdahulu, yang melalui mereka perjanjian telah dibuat dengan umat mereka masing-masing bahwa mereka harus menerima atas Kerasulan Muhammad SAW nanti.[4] Seperti dalam Qs. Ali Imran ayat 81. Sejumlah penulis besar tentang sirah dan para pakar hadist telah banyak meriwayatkan perisitwa-peristiwa di luar kebiasaan, yang muncul pada saat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Peristiwa-peristiwa diluar daya nalar manusia, yang mengarah kepada dimulainya era baru bagi alam dan kehidupan manusia, dalam hal agama dan moral. Diantara peristiwa-peristiwa tersebut adalah singgasana kisra yang bergoyang-goyang hingga menimbulkan bunyi serta menyebabkan jatuh 14 balkonnnya, surutnya danau sawa, padamnya api sembahan  orang-orang persia yang belum pernah padam sejak seribu tahun lalu.
1.          Masa Kanak-Kanak 
tidak lama setelah kelahirannya, bayi Muhammad SAW diserahkan kepada Tsuwaibah, budak perempuan pamannya, Abu Lahab, yang yang pernah menyusui Hamzah. Meskipun diasuh olehnya hanya beberapa hari, nabi tetap menyimpan rasa kekeluargaan yang mendalam dan selalu menghormatinya. Nabi SAW selanjutnya dipercayakan kepada Halimah, seorang wanita badui dari suku Bani Sa’ad. Bayi tersebut diasuhnya dengan hai-hati dan penuh kasih sayang, dan tumbuh menjadi anak yang sehat dan kekar. Pada usia lima tahun, nabi dikembalikan Halimah kepada tanggungjawab ibunya. Sejumlah hadis menceritakan bahwa kehidupan Halimah dan keluarganya banyak dianugrahi nasib baik terus-menerus ketika Muhammad SAW kecil hidup di bawah asuhannya. Halimah menyayangi baginda Rasul seperti menyayangi anak sendiri, penuh kasih sayang dan cinta, namun karna banyaknya kejadian yang luar biasa sehingga dikembalikanlah Rasul SAW kepada keluarga beliau. Muhammad SAW kira-kira berusia enam tahun, dimana tatkala bermain-main dengan teman-teman beliau, teman-teman beliau gembira saat ayah-ayah mereka pulang, namun Rasulullah pulang dengan tangisan menemui ibunda beliau, seraya berkata “wahai ibu dimana ayah?” ibunda beliau terharu tanpa jawaban yang pasti, sehingga dalam ketidakmampuan atas jawaban tersebut hingga suatu ketika ibunda beliau mengajak baginda Nabi SAW pergi kekota tempat ayah beliau dimakamkan. Sekembalinya dari pencarian makam suami tercinta ibu Rasul jatuh sakit dan meninggal dalam perjalanan pulang, dengan duka cita yang mendalam dan pulang bersama seorang pembantu Nabi. Sekembalinya pulang sebagai anak yatim piatu maka beliau diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Namun dua tahun kemudian, kakeknya pun yang berumur 82 tahun, juga meninggal dunia. Maka pada usia delapan tahun itu, Nabi ada dibawah tanggungjawab pamannya Abi Thalib.
Pada usia 8 tahun, seperti kebanyakan anak muda seumurnya, nabi memelihara kambing dimekkah dan menggembalakan di bukit dan lembah sekitarnya. Pekerjaan menggembala sekawan domba ini cocok bagi perangai orang yang bijaksana dan perenung seperti Muhammad SAW muda, ketika beliau memperhatikan segerombolan domba, perhatiannya akan tergerak oleh tanda-tanda kekuatan gaib yang tersebar di sekelilingnya.
2.         Masa Remaja
       Diriwayatkan bahwa ketika umur dua belas tahun, Muhammad SAW menyertai pamannya, Abu Thalib, dalam berdagang menuju suriah, tempat kemudian beliau berjumpa dengan seseorang pendeta, yang dalam berbagai riwayat disebutkan bernama Bahira. Di negeri inilah dikenal seorang Rahib (pendeta) yang bernama bahira (ada yang mengatakan nama aslinya adalah Jarjis). Ketika rombongan tiba, dia langsung menyongsong mereka padahal sebelumnya dia tidak pernah melakukan hal itu, kemudian berjalan sela-sela mereka hingga sampai kepada Rasulullah lalu memegang tangannya sembari berkata, “inilah penghulu alam semesta, inilah utusan Rabb alam semesta, dia diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi alam semesta ini.”
Abu Thalib dan pemuka kaum Quraisy bertanya kepadanya, “bagaimana anda tahu hal itu?” dia menjawab,”sesungguhnya ketika kalian muncul dan naik dari bebukitan, tidak satu pun dari bebatuan ataupun pepohonan melainkan bersujud terhadapnya, dan keduanya tidak akan bersujud kecuali terhadap seorang Nabi.
Sesunggunya aku aku dapat mengetahuinya melalui tanda kenabian yang terletak pada bagian bawah tulang rawan pundaknya yang bentuknya seperti apel. “Sesungguhnya kami mengetahui hal tersebut dari kitab suci kami.” Kemudian sang Rahib mempersilakan mereka dan menjamu mereka secara istimewa.
Setelah itu, dia meminta kepada Abu Thalib agar memulangkan keponakannya tersebut ke Makkah dan tidak membawanya serta ke Syam sebab khawatir bila tertangkap oleh orang-orang Romawi dan Yahudi. Akhirnya pamannya mengrimnya pulang bersama sebagian anaknya ke Makkah.
 Meskipun beliau merupakan satu-satunya nabi dalam sejarah yang kisah hidupnya dikenal luas, masa-masa awal kehidupan Muhammad SAW tidak banyak diketahui.
Muhammad SAW, besar bersama kehidupan suku Quraisy mekkah, dan hari-hari yang dilaluinya penuh dengan pengalaman yang sangat berharga. Dengan kelembutan,kehalusan budi dan kejujujuran beliau maka orang Quraisy mekkah memberi gelar kepada beliau dengan Al-amin yang artinya orang yang dapat dipercaya. Pada usia 30 tahunan, Muhammad SAW sebagai tanda kecerdasan dan bijaksananya beliau. Nabi SAW mampu mendamaikan perselisihan kecil yang muncul ditengah-tengah suku Quraisy yang sedang renovasi ka’bah. Mereka pun mempersoalkan siapa yang paling berhak menempatkan posisi hajar aswad di ka’bah. Beliau membagi tugas kepada mereka dengan teknik dan strategi yang sangat adil dan melegakan hati mereka.[5]



3.         Meniti Kehidupan dengan Kerja keras
di permulaan masa mudanya, beliau tidak memiliki pekerjaan tetap,hanya saja banyak riwayat yang menyebutkan bahwa beliau kerja sebagai pengembala kambing, bahkan mengembalakannya milik penduduk Makkah dengan upah harian sebesar beberapa qirath[6] (bagian dari uang dinar).
       Selain itu, juga disebutkan bahwa ketika berumur 25 tahun, beliau pergi berdagang ke negeri Syam dengan modal dari Khadijah.  Ibnu Ishaq berkata, “ Khadijah binti Khuwailid adalah seorang saudagar wanita keturunan bangsawan dan kaya raya. Dia memperkejakan tenaga laki-laki dan melakukan sistem bagi hasil terhadap harta (modal) tersebut sebagai keuntungan untuk mereka nantinya.
       Kabilah Quraisy dikenal sebagai kaum pedagang handal. Tatkala sampai ke telinga Khadijah perihal kejujuran bicara, amanah dan akhlak Rasulullah yang mulia, dia mengutus seseorang untuk menemuinya dan menawarkan kepadanya untuk memperdagangkan harta miliknya tersebut ke negeri Syam dengan imbalan yang paling istimewa yang tidak pernah diberikan kepada para pedagang lainnya.
       Dengan didampingi seorang budak laki-laki milik Khadijah yang bernama Maisarah. Beliau menerima tawaran tersebut dan berangkat dengan barang-barang dagangan Khadijah bersama budak tersebut hingga sampai di negeri Syam[7].
4.         Menikah dengan Khadijah
Ketika beliau pulang ke Makkah dan Khadijah melihat betapa amanahnya beliau terhadap harta yang diserahkan kepadanya, begitu juga dengan keberkahan dari hasil perdagangan yang belum pernah didapatinya sebelum itu, ditambah lagi informasi dari budak-budak, maysaroh perihal budi pekerti beliau nan demikian manis, sifat-sifat yang mulia.
Maka dia seakan menemukan apa yang didambakanya selama ini (yakni, calon pendamping idaman). Padahal, banyak sekali para pemuka dan kepala suku yang demikian antusias untuk menikahinya, namun semuanya dia tolak. Akhirnya dia mencurahkan isi hatinya kepada teman wanitanya, Nafisah binti Muniyah yang kemudian bergegas menemui beliau dan membeberkan rahasia tersebut kepadanya seraya menganjurkan agar beliau menikahi Khadijah.
Beliau pun menyetujuinya dan merundingkan hal tersebut dengan paman-pamannya. Kemudian mereka mendatangi paman Khadijah untuk melamarnya buat beliau. Tak berapa lama setelah itu, pernikahan dilangsungkan. Akad tersebut dihadiri oleh Bani Hasyim dan para pemimpin suku Mudhar. Pernikahan tersebut berlangsung dua bulan setelah kepulangan beliau dari negeri Syam.
Beliau menyerahkan mahar sebanyak dua puluh ekor unta muda. Ketika itu, Khadijah sudah berusia 40 tahun. Dia adalah wanita yang paling terhormat nasabnya, paling banyak hartanya dan paling cerdas otaknya dikalangan kaumnya. Dialah wanita pertama yang dinikahi oleh Rasulullah beliau tidak pernah memadunya dengan wanita lain hingga dia wafat[8].
Semua putra-putri beliau berasal dari pernikahan beliau dengannya kecuali putra beliau, Ibrahim. Putra-putri beliau dari hasil perkawinan dengannya tersebut adalah:
1.         Al-Qasim (dengan nama ini beliau dijuluki)
2.         Zainab
3.         Ruqayyah
4.         Ummu Kultsum
5.         Fathimah
6.         Abdullah (julukannya adalah ath Thayyibah (yang baik) dan ath Thahir (yang suci.)
Semua putra beliau meninggal dunia dimasa kanak-kanak, sedangkan putra-putri beliau semuanya hidup dimasa Islam dan memeluk Islam serta juga ikut berhijrah, namun semuanya meninggal dunia semasa beliau masih hidup kecuali Fathimah yang meninggal dunia enam bulan setelah beliau wafat.


5.         Membangun Ka’bah dan Menyelesaikan Pertikaian
Pada saat beliau berusia 35 tahun, kabilah Quraisy membangun kembali Ka’bah karena kondisi fisiknya sebelum itu hanyalah berupa tumpukkan-tumpukkan batu-batu berukuran diatas tinggi badan manusia, yaitu setinggi 9 hasta sejak dari masa Ismail dan tidak memiliki atap sehingga yang tersimpan didalamnya dapat dicuri oleh segerombolan pencuri.
Disamping itu, karena merupakan sebuah peninggalan sejarah yang berumur tua. Ka’bah sering diserangoleh para pasukan berkuda sehingga merapuhkan bangunan dan merontokkan sendi-sendinya. Hal lainnya, lima tahun sebelum beliau di utus menjadi Rasul, Makkah pernah dilanda banjir bandang, airnya meluap dan mengalir ke Baitul Haram sehingga mengakibatkan bangunan Ka’bah hampir ambruk.
Orang-orang Quraisy terpaksa merenovasi bangunannya demi menjaga pamornya dan bersepakat untuk tidak membangunya kecuali dari sumber usaha yang baik. Mereka tidak mau mengambilnya dari dana mahar yang didapat secara Zhalim, transaksi ribawi dan hasil tindak kezhaliman terhadap seseorang.
Semula merasa segan untuk merobohkan bangunannya hingga akhirnya diprakarsai oleh Walid bin al-Mughirah al-Makhzumi. Setelah itu, barulah orang-orang mengikutinya setelah melihat tidak terjadi apa-apa terhadap dirinya. Mereka terus melakukan perobohan hingga sampai ke pondasi pertama yang dulu diletakkan oleh Ibrahim.
Kemudian, mereka ingin memulai membangun kembali dengan cara membagi-bagi perbagian bangunan Ka’bah, yaitu masing-masing kabilah mendapat satu bagian. Setiap kabilah mengumpulkan aejumlah batu sesuai jatah masing-masing, lalu mulailah pembangunannya. Sedangkan yang menjadi pimpinan proyeknya adalah seorang arsitek asal Romawi yang bernama Baqum.
Untunglah, Abu Umayyah bin al-Mughirah al-Makhzumi menawarkan penyelesaian pertikaian diantara mereka lewat satu cara, yaitu menjadikan pemutus perkara tersebut kepada siapa yang paling dahulu memasuki pintu masjid. Tawaran ini dapat diterima oleh semua pihak dan atas kehendak Allah, Rasulullah lah orang yang pertama memasukinya.
Tatkala melihatnya, mereka saling menyeru, “Inilah al-Amin (orang yang amanah)! Kami rela! Inilah Muhammad!” dan ketika beliau mendekati mereka dan mereka memberitahukan kepadanya tentang hal tersebut, beliau meminta agar semua kepala kabilah yang bertikai memegangi ujung selendang tersebut dan memerintahkan mereka untuk mengangkatnya tinggi-tinggi hingga  manakala mereka telah mengangkatnya sampai ke tempatnya, beliau mengambilnya dengan tanggannya dan meletakkannya di tempatnya semual. Ini merupakan solusi yang tepat dan jitu yang membuat semua pihak rela.
Setelah proyek renovasi selesai, ka;bah tersebut berubah menjadi hampir berbentuk kubus dengan ketinggian ± 15 meter, panjang sisi yang berada di bagian Hajar Aswad adalah 10 meter. Hajar Aswad sendiri dipasang diatas ketinggian 1½ meter permukaan lantai dasar thawaf. Adapun panjang sisi yang berada dibagian pintu depan yang sehadapan dengannya adalah 12 meter, sedangkan pintunya adalah 2 meter dari atas permukaan tanah. Dan dari bagian luarnya dikelilingi tumpukkan batu bangunan, tepatnya dibagian bawahnya, tinggi rata-ratanya 0,25 meter dan lebar rata-ratanya 0,03 meter. Bagian terakhir dikenal dengan nama asy-syadzirwan yang merupakan bagian dari pondasi asal ka’bah akan tetapi orang-orang Quraisy membiarkannya[9].
6.         Prakerasulan Muhammad SAW.
Dari 11 istri Nabi Muhammad SAW ini yang telah wafat saat Nabi SAW masih hidup adalah 2 orang yaitu Khadijah dan Zainab binti Khuzaemah, sedangkan istri Nabi yang 4 orang masih hidup saat Nabi wafat. Istri Nabi tersebut disebut dengan Ummul Mu’minin artinya ibu orang-orang beriman. Mereka banyak menolong menyebaran Agama Islam dikalangan kaum ibu.
       Ibu anak-anak Nabi SAW itu semuanya dari istri Nabi Khadijah, kecuali Ibrahim, yang ibu Mariyatul Qibtiyyah (seorang hambaperempuan yang dihadiahkan oleh seorang pembesar mesir kepada Nabi SAW. Anak-anak Nabi SAW tersebut wafat pada saat Nabi SAW masih hidup, kecuali Fatimah yang wafat beberapa bulan setelah Nabi wafat.[10]
        Diriwayatkan tatkala Nabi SAW akan wafat beliau membisikkan kepada Fatimah ra, bahwa beliau akan berpulang ke hadirat Allah, dan mendengar itu Fatimah menangis dengan sedih, dan beberapa saat setelah itu Nabi SAW membisikkan lagi sesuatu kepada Fatimah ra, mendengar bisikkan yang kedua ini Fatimah ra tersenyum. Ternyata bisikan bahwa dikabarkan bahwa setelah Nabi SAW wafat tidak ada orang yang pertama meninggal kecuali Fatimah ra, sunggu mulia Fatimah tersenyum walau mendengar kabar yang tentang wafatnya diri beliau, tapi semua tertutup karena cinta yang mendalam kepada sang ayah tercinta.
7.       Awal Kerasulan
Menjelang usianya yang ke 40, Muhammad SAW terbiasa memisahkan diri dari pergaulan masyarakat umum, untuk berkontemplasi di gua hira, beberapa kilo meter di utara mekkah. Di gua tersebut, Nabi mula-mula hanya berjam-jam saja, kemudian berhari-hari bertafakur pada tanggal 17 ramadhan tahun 611 M, Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama dari Allah melalui malaikat jibril.
Pada saat beliau tidur dan terbangun dengan tiba-tiba pada malam hari itu di gua bernama hira, dalam ketakutan yang luar biasa, seluruh tubuhnya, seluruh diri bathinnya, di cengkram oleh sebuah kekuatan yang sangat besar, seolah-olah seorang malaikat telah mencengkram beliau dalam pelukan yang menakutkkan yang seakan mencabut kehidupan dan nafas darinya. Ketika beliau berbaring disana, remuk redam beliau mendengar perintah,”bacalah !” beliau tidak dapat melakukan ini beliau bukan penyair terdidik, buka peramal, bukan penyair dengan seribu kalimat yang tersusun dengan baik yang siap di bibir beliau. Ketika itu beliau protes bahwa beliau adalah buta huruf, malaikat itu merangkulnya lagi dengan kekuatan yang begitu rupa, hingga turunlah ayat yang pertama yaitu ayat 1 sampai 5 dalam surat Al-Alaq.
            Dia merasa ketakutan karena belum pernah mendengar dan mengalaminya. Dengan turunannya wahyu yang pertama ini, berarti Muhammad SAW telah dipilih Allah sebagai Nabi. Dalam wahyu pertama ini, dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama.

8.      Fase Makkah

       Setelah Rasulullah SAW dimuliakan oleh Allah dengan nubuwwah dari risalah, kehidupan beliau dapat dibagi menjadi dua fase yang masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri secara total, yaitu:
-Fase Makkah : berlangsung selama ± 13 tahun
-Fase Madinah : berlangsung selama 10 tahun penuh
Masing-masing tahapan mengalami beberapa tahapan sedangkan masing-masing tahapan memiliki karakteristik tersendiri yang menonjolkannya dari yang lainnya. Hal itu akan tampak jelas setelah kita melakukan penelitian secara seksama terhadap kondisi-kondisi yang dilalui oleh dakwah dalam kedua fase tersebut.
Fase Makkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan:
1.      Tahapan dakwah sirriyyah (dakwah secara sembunyi-sembunyi); berlangsung selama tiga tahun.
2.      Tahapan dakwah jahriyyah (dakwah secara terang-terangan) kepada penduduk Makkah; dari permulaan tahun keempat kenabian hingga Rasulullah SAW hijrah ke Madinah.
3.      Tahapan dakwah diluar Makkah dan penyebarannya di kalangan penduduknya; dari penghujung tahun kesepuluh kenabian, yang juga mencakup Fase Madinah dan berlangsung hingga akhir hayat Rasulullah SAW.
9.      Dibawah Naungan Kenabian dan Kerasulan
·        Di Gua Hira
        Tatkala usia beliau sudah mendekati 40 tahun dan perenungannya telah memperluas jurang pemikiran antara diri beliau dan kaumnya, beliau mulai suka mengasingkan diri. Karenannya, beliau biasa membawa roti yang terbuat dari gnadum dan bekal air menuju gua Hira’ yang terletak dijabal Nur, yaitu sejauh hampir 2 mil dari Makkah. Gua ini merupakan gua yang sejuk, panjangnya 4 hasta, lebarnya 1,75 hasta dengan ukuran dzira’ al-Hadid (hasta ukuran besi).
        Beliau tinggal didalam gua tersebut bulan Ramadhan, memberi makan orang-orang miskin yang mengunjunginya, menghabiskan waktunya beribadah dan berfikir mengenai pemandangan alam disekitarnya dan kekuasaan yang menciptakan sedemikian sempurna di balik itu. Beliau tidak dapat tenang melihat kondisi kaumnya yang masih terbelenggu oleh keyakinan syirik yang usang dan gambaran tentangnya yang sedemikian rapuh.
        Pilihan mengasingkan diri (uzlah) yang diambil oleh beliau ini merupakan bagian tadbir (skenario) Allah terhadapnya. Juga, agar terputusnya kontak dengan kesibukan-kesibukan duniawi, goncangan kehidupan dan ambisi-ambisi kecil manusiayang mengusik kehidupan menjadi sebgai suatu perubahan, untuk kemudian mempersiapkan diri menghadapi urusan besar yang sudah menantinya sehingga siap mengemban amanah yang agung, merubah wajah bumi dan meluruskan garis sejarah.

·                    Jibril Turun Membawa Wahyu
        Tatkala usia beliau genap empat puluh tahun yang merupakan puncak kematangan, dan pula yang menyatukan bahwa di usia inilah para Rasul di utus tanda-tanda nubuwwah (kenabian) nampak dan bersinar, diantaranya; ada sebuah batu di Makkah yang mengucapkan salam kepada beliau, beliau juga tidak bermimpi kecuali sangat jelas, sejelas fajar shubuh yang menyingsing.
         Hal ini berlangsung hingga enam bulan sementara masa kenabian berlangsung selama dua puluh tiga tahun sehingga ru’ya shadiqah (mimpi yang benar) ini merupakan bagian dari empat puluh enam tanda kenabian. Ketika pengasingan dirinya (uzlah) di gua Hira’ memasuki tahun ketiga, tepatnya dibulan Ramadhan, Allah menghendaki rahmatNya terlimpahkan kepada segenap penduduk bumi, lalu dimuliakanlah beliau dengan mengangkatnya sebagai nabi, lalu jibril turun kepadanya dengan membawa beberapa ayat Al-qur’an.
         Setelah memperhatikan dan mengamati beberapa bukti penguat dan dalil-dalil, kita dapat menentukan terjadinya peristiwa tersebut secara tepat, yaitu pada hari Senin, tanggal 21 Ramadhan, di malam hari, bertepatan dengan tanggal 10 Agustus tahun 610 M, tepatnya beliau saat itu sudah berusia 40 tahun, 6 bulan, 12 hari menurut kalender Hijriyah dan sekita usia 39 tahun, 3 bulan, 20 hari berdasarkan kalender Masehi.[11]

·                    Jibri Turun Kembali Membawa Wahyu
         Ibnu Hajar berkata, “Adanya masa vakum itu bertujuan untuk menghilangkan ketakutan yang dialami oleh Rasulullah dan membuatnya penasaran untuk mengalaminya kembali. Ketika hal itu benar-benar terjadi pada beliau, dan beliau mulai menanti-nanti datangnya wahyu, maka datanglah malaikat jibril untuk kedua kalinya[12].
          Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah bahwasanya dia mendengar Rasulullah menceritakan tentang masa vakum itu, beliau bertutur, “ketika aku tengah berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari arah langit, lalu aku mendongakkan pandangan ke arah langit, ternyata malaikat yang telah mendatangiku ketika di gua Hira’, sekarang duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Kemudian aku pulang kepada keluargaku sembari berkata, ‘Selimuti aku! Selimuti aku!’ lantas mereka menyelimutiku, maka Allah menurunkan FirmanNya,


بسم الله الر حمن الر حيم
يا يها المدثر ᴏ قم فا نذ ر ᴏ وربك فكبر ᴏ و ثيا بك فطهر ᴏ و الر جز فهجر ᴏ

“hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan, dan tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah.”  (Al-Muddatstsir: 1-5). Setelah itu wahyu turun secara berkesinambungan dan teratur.

·                    Sekilas Ulasan Tentang Macam-macam Cara Turunnya Wahyu
            Ibnu Qayyim berkata ketika menyinggung macam-macam cara turunnya wahyu tersebut sebagai berikut:
            Pertama, berupa ar-ru’ya ash-shadiqah (mimpi yang benar) dan ini merupakan permulaan turunnya wahyu kepada beliau.
            Kedua, berupa sesuatu yang dibisikkan oleh malaikat terhadap jiwa dan hati beliau tanpa dapat beliau lihat. Hal ini sebagaimana disabdakan Nabi “ sesungguhnya Ruhul Quds (malaikat jibril) menghembuskan (membisikkan) kedalam hatiku, bahwasanya jiwa tidak akan mati hingga disempurnakan rizki baginya. Oleh karena itu, bertakwalah kalian kepada Allah, berindah-indahlah dalam meminta serta janganlah keterlambatan rizki atas kalian, mendorong kalian untuk memintanya dengan cara melakukan perbuatan maksiat terhadapNya, karena sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah tidak akan didapat kecuali dengan melakukan ketaatan kepadaNya.
            Ketiga, berupa malaikat yang berwujud seorang laki-laki, lantas mengajak beliau berbicara hingga beliau memahaminya dengan baik apa yang dikatakan kepadanya. Dalam hal ini, terkadang para sahabat dapat melihat malaikat tersebut.
            Keempat, berupa bunyi gemerincing lonceng yang datang kepada beliau, diikuti dengan malaikat ( yang menyampaikan wahyu) secara samar. Cara ini merupakan cara paling berat, sampai-sampai membuat kening beliau berkerut dan bersimbah peluh, padahal terjadi pada hari yang amat dingin. Demkian pula, mengakibatkan unta beliau duduk bersimpuh ke bumi bila beliau sedang sedang menungganginnya. Dan pernah juga suatu kali, wahyu datang dengan cara tersebut, saat itu paha beliau berada di atas paha Zaid bin Tsabit, sehingga Zaid merasakan beban demikian berat yang hampir saja membuatnya remuk.[13]
            Kelima, berupa malaikat dalam bentuk aslinya yang dilihat langsung oleh beliau, lalu diwahyukan kepada beliau beberapa wahyu yang dikehendaki oleh Allah. Peristiwa seperti ini dialami oleh beliau sebanyak dua kali sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam surat an-Najm.
            Keenam, berupa wahyu yang diwahyukan Allah kepada beliau. Yaitu saat beliau berada di atas lelangit pada malam mi’raj ketika diwajibkan shalat dan lainnya.
            Ketujuh, berupa kalamullah (ucapan Allah) kepada beliau tanpa perantaan malaikat, sebagaimana Allah berbicara kepada Musa bin Ibrahim. Peristiwa seperti ini juga dialami oleh Nabi Musa dan diabadikan secara qath’i berdasarkan nash Al-qur’an. Sedangkan kepada Nabi terjadi dalam hadist tentang peristiwa Isra’.
10.     Pertengahan Kerasulan
           Setelah beberapa lama dakwah Nabi Muhammad SAW tersebut dilaksanakan secara individual, turunlah perintah agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka, mula-mula beliau mengundang dan menyeru kerabat karibnya dan Bani Abdul Muthalib. Beliau mengatakan ditengah-tengah mereka, “saya tidak melihat seorang pun dikalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ketengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawa kepada kalian. Kubawakan kepada kalian dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah diantara kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?.” Mereka semua menolak kecuali Ali Bin Abi Thalib.
                        Pada permulaan ini dakwah ini orang yang pertama-tama menerima dakwah Nabi yaitu dengan masuk islam adalah, dari pihak laki-laki dewasa adalah Abu Bakar Ash-Shidiq, dari pihak perempuan adalah isteri Nabi SAW yaitu Khadijah, dan dari pihak anak-anak adalah Ali bin Abi Thalib ra.
            Dalam memulai dakwah nabi banyak mendapat halangan dari pihak kafir Quraisy mekkah dan berbagai bujuk ragu yang dilakukan kaum Quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi gagal, tindakan-tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan semakin ditingkatkan. kekejaman yang dilakukan oleh penduduk mekkah, usaha orang-orang Quraisy untuk menghalangi hijrah ke habsyah ini, termasuk membujuk negus(raja) agar menolak kehadiran umat islam disana, gagal. Bahkan di tengah meningkatnya kekejaman itu, dua orang Quraisy masuk islam, Hamzah dan Umar ibn Khattab. Dengan masuk islamnya dua tokoh besar ini posisi islam semakin kuat. Tatkala banyak tekanan dari berbagai pihak Nabi SAW mengalami kesedihan yang mendalam yaitu wafatnya seorang paman yaitu Abu Thalib sebagai pelindung dan istri tercinta yang setia menemani hari-hari beliau yaitu Khadijah binti Khuwalid, sehingga Allah menghibur hati baginda Rasul SAW dengan terjadinya isra dan miraj nya Nabi Muhammad SAW.
11.     Isra dan Mi’raj
          Manakala Nabi SAW masih berada ditengah periode di masa dakwahnya menerobos jalan antara kesuksesan dan penindasan, sementara secercah harapan mulai tampak dari kejauhan, maka terjadilah peristiwa Isra dan Mi’raj.
Terdapat beberapa pendapat yang beragam mengenai kapan waktu terjadinya:
1.         Peristiwa Isra’ terjadi pada tahun ketika Allah memuliakan beliau dengan mengangkatnya sebagai Nabi. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh ath-Thabari.
2.         Peristiwa ini terjadi 5 tahun setelah diutusnya beliau menjadi Nabi. Pendapat ini dikuatkan oleh an-Nabawi dan al-Qurthubi.
3.         Peristiwa ini terjadi pada malam 27 bulan Rajab tahun kenabian. Pendapat ini dipilih oleh al-Allamah al-Manshurfuri.
4.         Peristiwa ini terjadi 16 bulan sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Ramadhan tahun 12 kenabian.
5.         Peristiwa ini terjadi 1 tahun 2 bulan sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Muharram tahun 13 kenabian.
6.         Peristiwa ini terjadi 1 tahun sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 13 kenabian.
        Tiga pendapat pertama ini lemah karena Khadijah wafat pada bulan Ramadhan tahun 10 kenabian. Kewafatannya ini adalah sebelum datangnya wahyu yang mewajibkan shalat lima waktu sementara tidak ada perselisihan pendapat dikalangan para ulama bahwa shalat lima waktu diwajibkan pada malam Isra’.[14]
Para ulama hadist meriwayatkan rincian dari peristiwa ini, dan berikut akan dipaparkan secara ringkas:
Ibnul Qayyim berkata, “menurut riwayat yang shahih bahwa Rasulullah diisra’kan dengan jasadnya dari Masjidil Haram menuju Baitul Maqdis dengan mengendarai al-Buraq, ditemani oleh jibril lalu mereka singgah di sana dan shalat bersama para Nabi sebagai imam, lalu menambatkan al-Buraq pada gelang pintu masjid.
       Kemudian pada malam itu, beliau dimi’rajkan dari Baitul Maqdis menuju langit dunia. Jibril minta izin agar dibukakan pintu langit bagi beliau lalu terbukalah pintunya. Disana, beliau melihat Adam, bapak manusia. Beliau memberi salam kepadanya lalu dia menyambutnya dan membalas salam tersebut serta mengakui kenabian beliau. Allah juga menampakkan kepada beliau ruh-ruh para syuhada dari sebelah kanannya dan ruh-ruh orang-orang yang sengsara dari sebelah kirinya.
Kemudian beliau di mi’rajkan lagi ke langit kedua. Jibril meminta izin agar dibukakan pintunya untuk beliau. Disana beliau melihat Nabi Yahya bin Zakariya dan Isa bin Maryam, lalu menjumpai keduanya dan memberi salam. Keduanya menjawab salam tersebut dan menyambut beliau serta mengakui kenabian beliau.
       Kemudian beliau dimi’rajkan lagi ke langit ketiga. Disana beliau melihat Nabi Yusuf lalu memberi salam kepadanya. Dia membalasnya dan menyambut beliau serta mengakui kenabian beliau.
       Kemudian beliau dimi’rajkan lagi ke langit keempat. Disana beliau melihat Nabi Idris lalu memberi salam kepadanya. Dia menyambut beliau dan mengakui kenabian beliau.
       Kemudian beliau dimi’rajkan lagi ke langit kelima. Disana beliau melihat Nabi Harun bin Imran lalu memberi salam kepadanya. Dia menyambut beliau dan mengakui kenabian beliau.
       Kemudian beliau dimi’rajkan lagi kelangit keenam. Disana beliau bertemu dengan Nabi Musa bin Imran lalu memberi salam kepadanya. Dia menyambut beliau dan mengakui kenabian beliau.
Tatkala beliau berlalu, Nabi Musa menangis. Ketika ditanyakan kepadanya, “apa yang membuatmu menangis?” dia menjawab, “aku menangis karena ada seorang yang diutus setelahku yang jumlah umatnya yang masuk surga lebih banyak dari umatku.”
       Kemudian beliau dimi’rajkan lagi kelangit ketujuh. Disana beliau bertemu dengan Nabi Ibrahim lalu beliau memberi salam kepadanya. Dia menyambut beliau dan mengakui kenabian beliau.
Kemudian beliau naik ke Sidratul Muntaha, lalu al-bait al-ma’mur dinaikan untuknya.
       Kemudian beliau dimi’rajkan lagi menuju Allah yang Maha agung lagi mahaperkasa. Beliau mendekat kepadaNya hingga hampir sejarak dua buah busur atau lebih dekat lagi. Kemudian mewahyukan kepada hambaNya apa yang Dia wahyukan, mewajibkan kepadanya 50 waktu shalat. Kemudia beliau kembali hingga melewati Nabi Musa.
       Dia lalu bertanya kepada beliau, “apa yang diperintahkan kepadamu?”
Beliau menjawab,”50 waktu shalat” dia berkata, “Umatmu pasti tidak sanggup melakukan itu, kembalilah ke Rabbmu dan mintalah keringanan untuk umatmu!”. Beliau menoleh ke arah jibril seakan ingin meminta pendapatnya dalam masalah itu. Jibril mengisyaratkan persetujuannya jika beliau memang menginginkan hal itu.
       Lalu Jibril  membawa beliau naik lagi hingga membawanya ke hadapan Allah yang Mahasucu, Mahatinggi lagi Mahaperkasa, sedangkan Jibril berada ditempatnya ini adalah lafazh al-Bukhari pada sebagian riwayatnya. Lalu Allah menguranginya menjadi 10 waktu shalat. Kemudian beliau turun hingga kembali melewati Nabi Musa, lantas memberitahukan hal tersebut kepadanya.
       Dia berkata kepada beliau, “Kembalilah lagi kepada Rabbmu dan mintalah keringanan!” beliau terus mondar-mandir antara Nabi Musa dan Allah hingga akhirnya Allah menjadikannya 5 waktu shalat. Musa kemudian memerintahkan beliau agar kembali kepada Rabb dan meminta keringanan lagi.
       Lalu beliau menjawab, “sungguh Aku malu kepada Rabbku, aku rela dengan hal ini dan menerimanya.” Setelah beliau menjauh, terdengarlah suara menyeru, “aku telah memberlakukan fardhuKu dan telah memberikan keringanan kepada hambaKu.”


12.    Keberhasilan Dakwah dan Pengaruhnya
       Sesungguhnya telah kita dikatakan kepada beliau, sebagaimana FirmanNya,
يا يها المز ملᴏ قم اليل الا قليلاᴏ
“Hai orang yang berselimut (Muhammad, bangunlah (untuk shalat) di malam hari kecuali sedikit (dari padanya).” (QS. Al-Muzammil 1-2)
       Beliau mengemban tanggung jawab perjuangan dan peperangan (jihad) di medan perang sanubari manusia yang tenggelam dalam fatamorgana kejahiliyan dan pandangan-pandangan hidupnya yang diemban bobot bumi dan daya pikatnya, yang dibelenggu dengan jerat-jerat syahwat. Sampai pada titk apabila sanubari manusia telah mulai bersih di dalam lubuk hati sebagian sahabatnya dari endapan jahiliyah dan kehidupan materi, maka mulailah beliau mengarungi pertarungan lain di dalam medan yang lain bahkan berbagai pertarungan yang silih berganti.
       Pertarungan menghadapi musuh-musuh Allah, yang selalu berkumpul membuat makar terhadap dakwah dan orang-orang yang beriman kepadanya. Musuh yang senantiasa berambisi untuk membunuh bibit-bibit yang suci dari tempat persemaiannya sebelum tuntas menyelesaikan pertempuran-pertempuran di Jazirah Arab, bangsa Romawi pun sudah mempersiapkan diri dan bersiap-siap untuk bertindak kejam terhadap umat yang baru lahir ini dari tapal-tapal batasnya di bagian utara.
       Demikianlah, beliau hidup dalam kancah pertempuran yang berkesinambungan tersebut selama kurun waktu lebih dari 20 tahun. Tidak ada satupun urusan yang dapat mengoyahkan konsentrasinya dalam kurun waktu tersebut hingga akhirnya dakwah Islam berhasil tersebar didalam lingkup yang sangat luas dan membuat akal terbingung-bingung karenanya. Jazirah Arab pun tunduk kepada Dakwah Islam, debu-debu jahiliyah sirna dari awang-awangnya dan akal manusia yang selama ini sakit pun kembali menjadi sehat sehingga meninggalkan berhala bahkan menghancurkannya. Suasana membahana dengan panji-panji tauhid, terdengar kumandangan azan untuk shalat lima waktu membelah angkasa alam semesta dari tengah gurun tandus yang dihidupkan kembali oleh iman yang baru.
       Berkat dakwah ini, terwujudlah persatuan Arab, persatuan kemanusiaan dan keadilan sosial serta kesejahteraan manusia dalam setiap urusan dan permasalahan dunia maupun akhirat sehingga merubah perjalanan waktu dan wajah bumi, garis sejarah pun menjadi lurus serta akal manusia berubah.
13.  Rasulullah Wafat
·        Detik-detik perpisahan
       Ketika dakwah telah sempurna dan islam telah menguasai keadaan, tanda-tanda perpisahan dengan kehidupan dan dengan orang-orang yang masih hidup tampak kerasa dalam perasaan beliau, dan semakin jelas lagi dari perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatannya.
       Pada bulan Ramadhan tahun 10 Hijriyah, Rasulullah beri’tikaf selama dua puluh hari, dimana pada (tahun-tahun) sebelumnya beliau tidak pernah beri’tikaf kecuali sepuluh hari saja, dan malaikat jibril bertadarus al-Qur’an dengan beliau sebanyak dua kali.
       Pada haji wada’ beliau bersabda “Sesungguhnya aku tidak mengetahui, barangkali setelah tahun ini aku tidak akan berjumpa lagi dengan kalian dalam keadaan seperti ini selamanya.” Dan beliau bersabda pada saat meluncur jumrah Aqabah, “Tunaikanlah manasik (haji) kalian sebagaimana aku menunaikannya, barangkali aku tidak akan menunaikan haji lagi setelah tahun ini.” Dan telah turun diturunkan kepada beliau dipertengahan hari tasyriq surat An-Nashr, sehingga beliau mengetahui bahwa hal itu adalah perpisahan, dan merupakan isyarat akan (dekatnya) kepergian beliau untuk selama-lamanya.[15]

·        Permulaan sakit
       Pada tanggal 28 atau 29 bulan safar tahun 11 Hijriyah (hari senin) Rasulullah menghadiri penguburan jenazah seorang sahabat di Baqi’. Ketika kembali, ditengah perjalanan beliau merasakan pusing dikepalanya dan panas mulai merambat pada sekujur tubuhnya sampai-sampai mereka (para sahabat) dapat merasakan pengaruh panasnya pada sorban yang beliau pakai.
       Nabi shalat bersama para sahabat dalam keadaan sakit selama sebelas hari, sedangkan jumlah hari sakit beliau adalah 13 atau 14 hari.
·        Minggu terakhir
       Penyakit beliau semakin berat, ehingga beliau bertanya kepada isteri-isterinya, “dimana (giliran) ku besok?  Dimana (giliran) ku besok? Mereka pun memahami maksudnya, sehingga beliau diizinkan untuk berada pada tempat beliau kehendaki. Kemudia beliau pergi ketempat Aisyah, beliau berjalan dengan diapt oleh al-Fadhl bin al-Abbas dan Ali bin Abi Thalib.
       Sedangkan kepalanya diikat dengan kain, dan beliau melangkahkan kedua kakinya hingga memasuki bilik Aisyah. Aisyah membaca Mu’awwidzat (al-ikhlas, al-falaq dan an-nas) dan doa yang dihafal dari Rasulullah, kemudian meniupkankannya pada tubuh Rasulullah dan mengusapkan tangannya dengan mengharap keberkahan dari hal tersebut.



[1] Badri Yatim,Sejarah peradaban islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persad, 1997), hal. 9
[2] Nayla Putri dkk, sirah nabawiyah, (Bandung: CV. Pustaka Islamika, 2008), hal. 71
[3] Muhammad Husain Haikal,sejarah hidup Muhammad, (Jakarta:litera antarnusa, 1990, cat 2), hal. 49
[4] Abdul Hameed Siddiqui, the life muhammad, (delhi: righway publication, 2001), hal. 64
                       [5] Philiip K. Hitti, history of the arabs, diterjemahkan R. Cecep Lukman Yain, karya (jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2008), 140
                  [6] Syaikh Shafiyyurrahman, Perjalanan Hidup Rasul yang Agung,(jakarta: CV Mulia Sarana Press, 2001), hlm 73
[7] Syaikh Shafiyyurrahman, Ar-Rabiq al-Makhtum, (jakarta:CV Mulia Sarana Press, 2001), hlm 74.
[8] Syaikh Syafiyyurrahman, Perjalanan Hidup Rasulullah yang Agung, (jakarta: CV Mulia Sarana Press, 2001), hlm 75.
[9] Syaikh Shafiyyurrahman, Perjalanan Hidup Rasulullah yang Agung, (jakarta: Cv Mulia Sarana Press, 2001), hlm 77.
[10] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm 4.
                       [11] Syaikh Syafiyyurrahman, Perjalanan Hidup Rasulullah yang Agung, (jakarta: CV Mulia Sarana Press, 2001), hlm 82.
[12] Syaikh Syafiyyurrrahman, Perjalanan Hidup Rasulullah yang Agung, (jakarta: CV Mulia Sarana Press, 2001), hlm 86.
[13] Aji Thohir, Kehidupan Umat Islam pada masa Rasulullah SAW, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm 62.
[14] Syaikh Syafiyyurrahman, Perjalanan Hidup Rasul yang Agung, (Jakarta: CV Mulia Sarana Press, 2001), hlm 196.
[15] Syaikh Syafiyyurahman, Sejarah Kehidupan Rasul yang Agung, (Jakarta: CV Mulia Sarana Press, 2001), hlm 692

Comments

Popular posts from this blog

DINASTI QAJAR (1779-1925)

DINASTI SAFAWIYAH

DINASTI SAMANIYYAH (873-998 M)