ZAMAN RASULULLAH
A.
kondisi masyarakat Arab di
masa jahiliyyah
·
kondisi
sosial
di kalangan
bangsa Arab terdapat lapisan masyarakat yang beragam dengan kondisi
berbeda-beda. Hubungan seorang laki-laki dengan isterinya dilapisan kaum
bangsawan demikian mengalami kemajuan, seorang isteri mempunyai porsi yang
sangat besar dalam kebebasan berkehendak dan mengambil kebijakan. Wanita selalu
dihormati dan dijaga, tidak jarang pedang harus terhunus dan darah tertumpah
karenanya.
Seorang
laki-laki yang ingin dipuji dimata orang Arab karena dia memiliki kedudukan
tinggi berupa kemurahan hati dan keberanian, maka kebanyakan waktunya hanya di
dipergunakan untuk berbicara dengan wanita. Seorang wanita dapat mengumpulkan
suku-suku untuk kepentingan perdamaian, jika dia suka, namun juga dapat
menyulut api peperangan di antara mereka. Meskipun demikian, tanpa dapat
disangkal lagi bahwa seorang laki-laki adalah kepala keluarga dan pengambil
keputusan. Hubungan antara laki-laki dan wanita melalui proses akad nikah
adalah dibawah pengawasan para ahli wanita. Seorang wanita tidak memiliki hak
untuk melakukan sesuatu tanpa seizin mereka.
Demikianlah
kondisi kaum bangsawan, sementara pada lapis-lapis masyarakat alinnya terdapat
jenis lain dan percampuran –bauran antara lekaki dan perempuan. Tidak dapat
diungkapkan yang lebih tepat untuk hal itu daripada pelacuran, pergaulan bebas,
pertumpahan darah dan perbuatan keji.
·
Kondisi ekonomi
kondisi sosial
diatas berimbas kepada kondisi ekonomi. Hal ini diperjelas dengan melihat cara
dan gaya hidup bangsa Arab berniaga merupakan sarana terbesar mereka untuk
meraih kebutuhan hidup, roda perniagaan tidak akan stabil kecuali bila kaeamanan
dan perdamaian merata. Akan tetapi, hal itu semua lenyap dari jazirah Arab
kecuali pada “ al-asyhurul Hurum” saja. Dalam bulan-bulan inilah
pasar-pasar Arab terkenal seperti Ukazh, Dzil Majaz, Majinnah dan lain
beroperasi.
Sedangkan dalam kegiatan industri, mereka
termasuk bangsa yang amat jauh untuk sampai kearah itu. Sebagian besar hasil
perindustrian bangsa Arab hanyalah pada seni tenunan, samak kulit binatang dan
lainnya. Kegiatan ini pun hanya pada masyarakat kawasan dosmetik jazirah
terdapat semisal aktivitas bercocok tanam, membajak sawah, dan beternak
kambing, sapi serta unta.Semua kaum wanita bekerja sebagai pemintal.
Namun, harta benda tersebut
sewaktu-waktu dapat menjadi sasaran peperangan . kemiskinan, kelaparan serta
kehidupan juga menyelimuti masyarakat.
·
Kondisi
moral
Kita tidak
dapat memungkiri bahwa pada sisi masyarakat jahiliyyah terdapat kehidupan
nista, pelacuran dan hal-hal lain yang tidak dapat diterima oleh akal sehat dan
ditolak oleh hati nurani. Namun demikian, mereka juga mempunyai akhlak mulia
dan terpuji yang amat menawan siapa saja, juga membuatnya terkesima dan takjub.
Di antaranya akhlak-akhlak tersebut adalah: 1.Kemurahan hati
Mereka berlomba-lomba
memiliki sifat ini dan berbangga dengannya. Setengah dari bait-bait syair
mereka tuangkan untuk menyebut sifat ini, baik dalam rangka memuji diri sendiri
maupun memuji orang lain. Seseorang terkadang kedatangan tamu di saat temperatur
udara demikian dingin dan perut merintih kelaparan, dan disaat itu pula, tidak
memiliki harta apa-apa selain unta betina yang satu-satunya menjadi gantungan
hidupnya dan keluarganya.
Akan tetapi, karena terobsesi oleh getaran
kemurahan hati membuatnya bergegas untuk menyuguhkan sesuatu. Karenanya, dia
lantas menyembelih satu-satunya unta miliknya untuk tamunya tersebut. di antara
pengaruh sifat murah hati tersebut, menjadikan mereka sampai-sampai rela
menanggung denda yang demikian besar dan beban-beban yang dahsyat demi upaya
mencegah pertumbuhan darah dan melayangnya jiwa.
2.
Menepati
janji
Janji dalam tradisi mereka
adalah laksana agama yang harus dipegang teguh, bahkan untuk merealisasikannya
mereka tidak segan-segan membunuh anak-anak mereka dan menghancurkan tempat
tinggal mereka sendiri.
3.
Harga
diri yang tinggi dan sifat pantang menerima pelecehan dan kezhaliman
Implikasi dari sifat ini
adalah, tumbuhnya pada diri mereka keberanian yang amat berlebihan, cemburu
buta dan tepatnya emosi meluap. Mereka adalah orang-orang yang tidak akan
pernah bisa bersabar mendengar ucapan yang mereka cium berbau penghinaan dan
pelecehan. Dan apabila hal ini terjadi, mereka tidak akan segan menghunus
pedang dan mengacungkan hulu tombak serta mengobarkan peperangan yang panjang.
4.
Tekad
yang pantang surut
Bila mereka
sudah bertekad untuk melakukan sesuatu yang mereka anggap sesuatu kemuliaan dan
kebanggan, maka tak ada satu pun yang dapat menyurutkan tekad mereka tersebut,
bahkan mereka akan nekad menerjang bahaya demi hal itu.
5.
Meredam kemarahan, sabar, dan amat
berhati-hati
Mereka menyanjung sifat-sifat semacam ini,
hanya saja keberadaannya seakan berselimuti oleh amat berlebihannya sifat
pemberani dan langkah cepat untuk berperang.
A. Kelahiran Muhammad SAW
Sekitar
tahun 570 M, Mekah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal diantara
kota-kota di negeri arab, baik karena tradisinya ataupun karena letaknya. Kota
ini dilalui jalur perdagangan yang ramai menghubungkan yaman di selatan dan
syiria di utara. Dengan adanya ka’bah di tengah kota, mekah menjadi pusat
keagamaan Arab. Didalamnya terdapat 360 berhala. Mengelilingi berhala utama,
hubal. Mekah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab pada masa itu
mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta
mil persegi[1]
Nabi Muhammad dilahirkan dalam keluarga bani hasyim di
mekah pada hari senin, tanggal 4 Rabi’ul Awwal, pada permulaan tahun dari
Peristiwa Gajah. Maka tahun itu dikenal
dengan Tahun Gajah. Dinamakan demikian karena pada tahun itu pasukan
Abrahah, gubernur kerajaan Habsyi (Ethiopia), dengan menunggang gajah menyerang
kota mekah untuk menghancurkan ka’bah. Bertepatan dengan tanggal 20 atau 22
bulan April tahun 571 M. Ini berdasarkan penelitian ulama terkenal, Muhammad
Sulaiman Al- manshurfury dan penelitian astronomi, Mahmud Pasha.[2]
Nabi
Muhammad adalah anggota bani hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam
suku Quraisy. Kabilah ini memegang jabatan siqayah. Nabi Muhammad lahir dari
keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul
Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya adalah
Aminah binti Wahab dari bani Zuhrah. Muhammad SAW. Nabi terakhir ini dilahirkan
dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal dunia tiga bulan setelah dia
menikahi Aminah[3]
Ramalan
tentang kedatangan atau kelahiran Nabi Muhammad dapat ditemukan dalam
kitab-kitab suci terdahulu. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa kelahiran
Nabi Muhammad SAW telah diramalkan oleh setiap dan semua nabi terdahulu, yang
melalui mereka perjanjian telah dibuat dengan umat mereka masing-masing bahwa
mereka harus menerima atas Kerasulan Muhammad SAW nanti.[4]
Seperti dalam Qs. Ali Imran ayat 81. Sejumlah penulis besar tentang sirah dan
para pakar hadist telah banyak meriwayatkan perisitwa-peristiwa di luar
kebiasaan, yang muncul pada saat kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Peristiwa-peristiwa diluar daya nalar manusia, yang mengarah kepada dimulainya
era baru bagi alam dan kehidupan manusia, dalam hal agama dan moral. Diantara
peristiwa-peristiwa tersebut adalah singgasana kisra yang bergoyang-goyang
hingga menimbulkan bunyi serta menyebabkan jatuh 14 balkonnnya, surutnya danau
sawa, padamnya api sembahan orang-orang
persia yang belum pernah padam sejak seribu tahun lalu.
1.
Masa Kanak-Kanak
tidak lama setelah kelahirannya, bayi Muhammad SAW diserahkan
kepada Tsuwaibah, budak perempuan pamannya, Abu Lahab, yang yang pernah
menyusui Hamzah. Meskipun diasuh olehnya hanya beberapa hari, nabi tetap
menyimpan rasa kekeluargaan yang mendalam dan selalu menghormatinya. Nabi SAW
selanjutnya dipercayakan kepada Halimah, seorang wanita badui dari suku Bani
Sa’ad. Bayi tersebut diasuhnya dengan hai-hati dan penuh kasih sayang, dan
tumbuh menjadi anak yang sehat dan kekar. Pada usia lima tahun, nabi
dikembalikan Halimah kepada tanggungjawab ibunya. Sejumlah hadis menceritakan
bahwa kehidupan Halimah dan keluarganya banyak dianugrahi nasib baik
terus-menerus ketika Muhammad SAW kecil hidup di bawah asuhannya. Halimah
menyayangi baginda Rasul seperti menyayangi anak sendiri, penuh kasih sayang
dan cinta, namun karna banyaknya kejadian yang luar biasa sehingga
dikembalikanlah Rasul SAW kepada keluarga beliau. Muhammad SAW kira-kira
berusia enam tahun, dimana tatkala bermain-main dengan teman-teman beliau,
teman-teman beliau gembira saat ayah-ayah mereka pulang, namun Rasulullah
pulang dengan tangisan menemui ibunda beliau, seraya berkata “wahai ibu dimana
ayah?” ibunda beliau terharu tanpa jawaban yang pasti, sehingga dalam
ketidakmampuan atas jawaban tersebut hingga suatu ketika ibunda beliau mengajak
baginda Nabi SAW pergi kekota tempat ayah beliau dimakamkan. Sekembalinya dari
pencarian makam suami tercinta ibu Rasul jatuh sakit dan meninggal dalam
perjalanan pulang, dengan duka cita yang mendalam dan pulang bersama seorang
pembantu Nabi. Sekembalinya pulang sebagai anak yatim piatu maka beliau diasuh
oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Namun dua tahun kemudian, kakeknya pun yang
berumur 82 tahun, juga meninggal dunia. Maka pada usia delapan tahun itu, Nabi
ada dibawah tanggungjawab pamannya Abi Thalib.
Pada usia 8 tahun, seperti kebanyakan anak muda seumurnya, nabi
memelihara kambing dimekkah dan menggembalakan di bukit dan lembah sekitarnya.
Pekerjaan menggembala sekawan domba ini cocok bagi perangai orang yang
bijaksana dan perenung seperti Muhammad SAW muda, ketika beliau memperhatikan
segerombolan domba, perhatiannya akan tergerak oleh tanda-tanda kekuatan gaib
yang tersebar di sekelilingnya.
2.
Masa Remaja
Diriwayatkan bahwa ketika umur dua belas
tahun, Muhammad SAW menyertai pamannya, Abu Thalib, dalam berdagang menuju
suriah, tempat kemudian beliau berjumpa dengan seseorang pendeta, yang dalam
berbagai riwayat disebutkan bernama Bahira. Di negeri inilah dikenal seorang
Rahib (pendeta) yang bernama bahira (ada yang mengatakan nama aslinya adalah
Jarjis). Ketika rombongan tiba, dia langsung menyongsong mereka padahal
sebelumnya dia tidak pernah melakukan hal itu, kemudian berjalan sela-sela
mereka hingga sampai kepada Rasulullah lalu memegang tangannya sembari berkata,
“inilah penghulu alam semesta, inilah utusan Rabb alam semesta, dia diutus oleh
Allah sebagai rahmat bagi alam semesta ini.”
Abu Thalib dan pemuka kaum Quraisy bertanya kepadanya, “bagaimana
anda tahu hal itu?” dia menjawab,”sesungguhnya ketika kalian muncul dan naik
dari bebukitan, tidak satu pun dari bebatuan ataupun pepohonan melainkan
bersujud terhadapnya, dan keduanya tidak akan bersujud kecuali terhadap seorang
Nabi.
Sesunggunya
aku aku dapat mengetahuinya melalui tanda kenabian yang terletak pada bagian
bawah tulang rawan pundaknya yang bentuknya seperti apel. “Sesungguhnya kami
mengetahui hal tersebut dari kitab suci kami.” Kemudian sang Rahib
mempersilakan mereka dan menjamu mereka secara istimewa.
Setelah itu, dia meminta kepada Abu Thalib agar memulangkan
keponakannya tersebut ke Makkah dan tidak membawanya serta ke Syam sebab
khawatir bila tertangkap oleh orang-orang Romawi dan Yahudi. Akhirnya pamannya
mengrimnya pulang bersama sebagian anaknya ke Makkah.
Meskipun beliau merupakan
satu-satunya nabi dalam sejarah yang kisah hidupnya dikenal luas, masa-masa
awal kehidupan Muhammad SAW tidak banyak diketahui.
Muhammad SAW, besar bersama kehidupan suku Quraisy mekkah, dan
hari-hari yang dilaluinya penuh dengan pengalaman yang sangat berharga. Dengan
kelembutan,kehalusan budi dan kejujujuran beliau maka orang Quraisy mekkah
memberi gelar kepada beliau dengan Al-amin yang artinya orang yang dapat
dipercaya. Pada usia 30 tahunan, Muhammad SAW sebagai tanda kecerdasan dan
bijaksananya beliau. Nabi SAW mampu mendamaikan perselisihan kecil yang muncul
ditengah-tengah suku Quraisy yang sedang renovasi ka’bah. Mereka pun
mempersoalkan siapa yang paling berhak menempatkan posisi hajar aswad di
ka’bah. Beliau membagi tugas kepada mereka dengan teknik dan strategi yang
sangat adil dan melegakan hati mereka.[5]
3.
Meniti Kehidupan dengan Kerja keras
di permulaan masa mudanya, beliau tidak memiliki pekerjaan
tetap,hanya saja banyak riwayat yang menyebutkan bahwa beliau kerja sebagai
pengembala kambing, bahkan mengembalakannya milik penduduk Makkah dengan upah
harian sebesar beberapa qirath[6]
(bagian dari uang dinar).
Selain itu, juga disebutkan bahwa ketika
berumur 25 tahun, beliau pergi berdagang ke negeri Syam dengan modal dari
Khadijah. Ibnu Ishaq berkata, “ Khadijah
binti Khuwailid adalah seorang saudagar wanita keturunan bangsawan dan kaya
raya. Dia memperkejakan tenaga laki-laki dan melakukan sistem bagi hasil
terhadap harta (modal) tersebut sebagai keuntungan untuk mereka nantinya.
Kabilah Quraisy dikenal sebagai kaum
pedagang handal. Tatkala sampai ke telinga Khadijah perihal kejujuran bicara,
amanah dan akhlak Rasulullah yang mulia, dia mengutus seseorang untuk
menemuinya dan menawarkan kepadanya untuk memperdagangkan harta miliknya
tersebut ke negeri Syam dengan imbalan yang paling istimewa yang tidak pernah
diberikan kepada para pedagang lainnya.
Dengan didampingi seorang budak laki-laki
milik Khadijah yang bernama Maisarah. Beliau menerima tawaran tersebut dan
berangkat dengan barang-barang dagangan Khadijah bersama budak tersebut hingga
sampai di negeri Syam[7].
4.
Menikah dengan Khadijah
Ketika beliau pulang ke Makkah dan Khadijah melihat betapa
amanahnya beliau terhadap harta yang diserahkan kepadanya, begitu juga dengan
keberkahan dari hasil perdagangan yang belum pernah didapatinya sebelum itu,
ditambah lagi informasi dari budak-budak, maysaroh perihal budi pekerti beliau
nan demikian manis, sifat-sifat yang mulia.
Maka dia seakan menemukan apa yang didambakanya selama ini (yakni,
calon pendamping idaman). Padahal, banyak sekali para pemuka dan kepala suku
yang demikian antusias untuk menikahinya, namun semuanya dia tolak. Akhirnya
dia mencurahkan isi hatinya kepada teman wanitanya, Nafisah binti Muniyah yang
kemudian bergegas menemui beliau dan membeberkan rahasia tersebut kepadanya seraya
menganjurkan agar beliau menikahi Khadijah.
Beliau
pun menyetujuinya dan merundingkan hal tersebut dengan paman-pamannya. Kemudian
mereka mendatangi paman Khadijah untuk melamarnya buat beliau. Tak berapa lama
setelah itu, pernikahan dilangsungkan. Akad tersebut dihadiri oleh Bani Hasyim
dan para pemimpin suku Mudhar. Pernikahan tersebut berlangsung dua bulan
setelah kepulangan beliau dari negeri Syam.
Beliau menyerahkan mahar sebanyak dua puluh ekor unta muda. Ketika
itu, Khadijah sudah berusia 40 tahun. Dia adalah wanita yang paling terhormat
nasabnya, paling banyak hartanya dan paling cerdas otaknya dikalangan kaumnya.
Dialah wanita pertama yang dinikahi oleh Rasulullah beliau tidak pernah
memadunya dengan wanita lain hingga dia wafat[8].
Semua putra-putri beliau berasal dari pernikahan beliau dengannya
kecuali putra beliau, Ibrahim. Putra-putri beliau dari hasil perkawinan
dengannya tersebut adalah:
1.
Al-Qasim
(dengan nama ini beliau dijuluki)
2.
Zainab
3.
Ruqayyah
4.
Ummu
Kultsum
5.
Fathimah
6.
Abdullah
(julukannya adalah ath Thayyibah (yang baik) dan ath Thahir (yang suci.)
Semua putra beliau meninggal dunia dimasa kanak-kanak, sedangkan
putra-putri beliau semuanya hidup dimasa Islam dan memeluk Islam serta juga
ikut berhijrah, namun semuanya meninggal dunia semasa beliau masih hidup
kecuali Fathimah yang meninggal dunia enam bulan setelah beliau wafat.
5.
Membangun Ka’bah dan Menyelesaikan Pertikaian
Pada saat beliau berusia 35 tahun, kabilah Quraisy membangun
kembali Ka’bah karena kondisi fisiknya sebelum itu hanyalah berupa
tumpukkan-tumpukkan batu-batu berukuran diatas tinggi badan manusia, yaitu
setinggi 9 hasta sejak dari masa Ismail dan tidak memiliki atap sehingga yang
tersimpan didalamnya dapat dicuri oleh segerombolan pencuri.
Disamping itu, karena merupakan sebuah peninggalan sejarah yang
berumur tua. Ka’bah sering diserangoleh para pasukan berkuda sehingga
merapuhkan bangunan dan merontokkan sendi-sendinya. Hal lainnya, lima tahun
sebelum beliau di utus menjadi Rasul, Makkah pernah dilanda banjir bandang,
airnya meluap dan mengalir ke Baitul Haram sehingga mengakibatkan bangunan
Ka’bah hampir ambruk.
Orang-orang Quraisy terpaksa merenovasi bangunannya demi menjaga
pamornya dan bersepakat untuk tidak membangunya kecuali dari sumber usaha yang
baik. Mereka tidak mau mengambilnya dari dana mahar yang didapat secara Zhalim,
transaksi ribawi dan hasil tindak kezhaliman terhadap seseorang.
Semula
merasa segan untuk merobohkan bangunannya hingga akhirnya diprakarsai oleh
Walid bin al-Mughirah al-Makhzumi. Setelah itu, barulah orang-orang
mengikutinya setelah melihat tidak terjadi apa-apa terhadap dirinya. Mereka
terus melakukan perobohan hingga sampai ke pondasi pertama yang dulu diletakkan
oleh Ibrahim.
Kemudian, mereka ingin memulai membangun kembali dengan cara
membagi-bagi perbagian bangunan Ka’bah, yaitu masing-masing kabilah mendapat
satu bagian. Setiap kabilah mengumpulkan aejumlah batu sesuai jatah
masing-masing, lalu mulailah pembangunannya. Sedangkan yang menjadi pimpinan
proyeknya adalah seorang arsitek asal Romawi yang bernama Baqum.
Untunglah, Abu Umayyah bin al-Mughirah al-Makhzumi menawarkan
penyelesaian pertikaian diantara mereka lewat satu cara, yaitu menjadikan
pemutus perkara tersebut kepada siapa yang paling dahulu memasuki pintu masjid.
Tawaran ini dapat diterima oleh semua pihak dan atas kehendak Allah, Rasulullah
lah orang yang pertama memasukinya.
Tatkala
melihatnya, mereka saling menyeru, “Inilah al-Amin (orang yang amanah)! Kami
rela! Inilah Muhammad!” dan ketika beliau mendekati mereka dan mereka
memberitahukan kepadanya tentang hal tersebut, beliau meminta agar semua kepala
kabilah yang bertikai memegangi ujung selendang tersebut dan memerintahkan
mereka untuk mengangkatnya tinggi-tinggi hingga
manakala mereka telah mengangkatnya sampai ke tempatnya, beliau
mengambilnya dengan tanggannya dan meletakkannya di tempatnya semual. Ini
merupakan solusi yang tepat dan jitu yang membuat semua pihak rela.
Setelah proyek renovasi selesai, ka;bah tersebut berubah menjadi
hampir berbentuk kubus dengan ketinggian ± 15 meter, panjang sisi yang berada
di bagian Hajar Aswad adalah 10 meter. Hajar Aswad sendiri dipasang diatas
ketinggian 1½ meter permukaan lantai dasar thawaf. Adapun panjang sisi yang
berada dibagian pintu depan yang sehadapan dengannya adalah 12 meter, sedangkan
pintunya adalah 2 meter dari atas permukaan tanah. Dan dari bagian luarnya
dikelilingi tumpukkan batu bangunan, tepatnya dibagian bawahnya, tinggi
rata-ratanya 0,25 meter dan lebar rata-ratanya 0,03 meter. Bagian terakhir
dikenal dengan nama asy-syadzirwan yang merupakan bagian dari pondasi asal
ka’bah akan tetapi orang-orang Quraisy membiarkannya[9].
6.
Prakerasulan Muhammad SAW.
Dari 11 istri Nabi Muhammad SAW ini yang telah wafat saat Nabi SAW
masih hidup adalah 2 orang yaitu Khadijah dan Zainab binti Khuzaemah, sedangkan
istri Nabi yang 4 orang masih hidup saat Nabi wafat. Istri Nabi tersebut
disebut dengan Ummul Mu’minin artinya ibu orang-orang beriman. Mereka banyak
menolong menyebaran Agama Islam dikalangan kaum ibu.
Ibu anak-anak Nabi SAW
itu semuanya dari istri Nabi Khadijah, kecuali Ibrahim, yang ibu Mariyatul
Qibtiyyah (seorang hambaperempuan yang dihadiahkan oleh seorang pembesar mesir
kepada Nabi SAW. Anak-anak Nabi SAW tersebut wafat pada saat Nabi SAW masih
hidup, kecuali Fatimah yang wafat beberapa bulan setelah Nabi wafat.[10]
Diriwayatkan tatkala Nabi SAW akan wafat
beliau membisikkan kepada Fatimah ra, bahwa beliau akan berpulang ke hadirat
Allah, dan mendengar itu Fatimah menangis dengan sedih, dan beberapa saat
setelah itu Nabi SAW membisikkan lagi sesuatu kepada Fatimah ra, mendengar
bisikkan yang kedua ini Fatimah ra tersenyum. Ternyata bisikan bahwa dikabarkan
bahwa setelah Nabi SAW wafat tidak ada orang yang pertama meninggal kecuali
Fatimah ra, sunggu mulia Fatimah tersenyum walau mendengar kabar yang tentang
wafatnya diri beliau, tapi semua tertutup karena cinta yang mendalam kepada
sang ayah tercinta.
7.
Awal Kerasulan
Menjelang usianya yang ke 40, Muhammad SAW terbiasa memisahkan diri
dari pergaulan masyarakat umum, untuk berkontemplasi di gua hira, beberapa kilo
meter di utara mekkah. Di gua tersebut, Nabi mula-mula hanya berjam-jam saja,
kemudian berhari-hari bertafakur pada tanggal 17 ramadhan tahun 611 M, Muhammad
SAW mendapatkan wahyu pertama dari Allah melalui malaikat jibril.
Pada
saat beliau tidur dan terbangun dengan tiba-tiba pada malam hari itu di gua
bernama hira, dalam ketakutan yang luar biasa, seluruh tubuhnya, seluruh diri
bathinnya, di cengkram oleh sebuah kekuatan yang sangat besar, seolah-olah
seorang malaikat telah mencengkram beliau dalam pelukan yang menakutkkan yang
seakan mencabut kehidupan dan nafas darinya. Ketika beliau berbaring disana,
remuk redam beliau mendengar perintah,”bacalah !” beliau tidak dapat melakukan
ini beliau bukan penyair terdidik, buka peramal, bukan penyair dengan seribu
kalimat yang tersusun dengan baik yang siap di bibir beliau. Ketika itu beliau
protes bahwa beliau adalah buta huruf, malaikat itu merangkulnya lagi dengan
kekuatan yang begitu rupa, hingga turunlah ayat yang pertama yaitu ayat 1
sampai 5 dalam surat Al-Alaq.
Dia merasa
ketakutan karena belum pernah mendengar dan mengalaminya. Dengan turunannya
wahyu yang pertama ini, berarti Muhammad SAW telah dipilih Allah sebagai Nabi.
Dalam wahyu pertama ini, dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada
suatu agama.
8.
Fase Makkah
Setelah Rasulullah SAW dimuliakan oleh
Allah dengan nubuwwah dari risalah, kehidupan beliau dapat dibagi menjadi dua
fase yang masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri secara total, yaitu:
-Fase
Makkah : berlangsung selama ± 13 tahun
-Fase
Madinah : berlangsung selama 10 tahun penuh
Masing-masing
tahapan mengalami beberapa tahapan sedangkan masing-masing tahapan memiliki
karakteristik tersendiri yang menonjolkannya dari yang lainnya. Hal itu akan
tampak jelas setelah kita melakukan penelitian secara seksama terhadap
kondisi-kondisi yang dilalui oleh dakwah dalam kedua fase tersebut.
Fase
Makkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan:
1.
Tahapan
dakwah sirriyyah (dakwah secara sembunyi-sembunyi); berlangsung selama tiga
tahun.
2.
Tahapan
dakwah jahriyyah (dakwah secara terang-terangan) kepada penduduk Makkah; dari
permulaan tahun keempat kenabian hingga Rasulullah SAW hijrah ke Madinah.
3.
Tahapan
dakwah diluar Makkah dan penyebarannya di kalangan penduduknya; dari penghujung
tahun kesepuluh kenabian, yang juga mencakup Fase Madinah dan berlangsung
hingga akhir hayat Rasulullah SAW.
9.
Dibawah Naungan Kenabian dan Kerasulan
·
Di
Gua Hira
Tatkala usia beliau sudah mendekati 40
tahun dan perenungannya telah memperluas jurang pemikiran antara diri beliau
dan kaumnya, beliau mulai suka mengasingkan diri. Karenannya, beliau biasa
membawa roti yang terbuat dari gnadum dan bekal air menuju gua Hira’ yang
terletak dijabal Nur, yaitu sejauh hampir 2 mil dari Makkah. Gua ini merupakan
gua yang sejuk, panjangnya 4 hasta, lebarnya 1,75 hasta dengan ukuran dzira’
al-Hadid (hasta ukuran besi).
Beliau tinggal didalam gua tersebut bulan Ramadhan,
memberi makan orang-orang miskin yang mengunjunginya, menghabiskan waktunya
beribadah dan berfikir mengenai pemandangan alam disekitarnya dan kekuasaan
yang menciptakan sedemikian sempurna di balik itu. Beliau tidak dapat tenang
melihat kondisi kaumnya yang masih terbelenggu oleh keyakinan syirik yang usang
dan gambaran tentangnya yang sedemikian rapuh.
Pilihan mengasingkan diri (uzlah) yang diambil
oleh beliau ini merupakan bagian tadbir (skenario) Allah terhadapnya. Juga,
agar terputusnya kontak dengan kesibukan-kesibukan duniawi, goncangan kehidupan
dan ambisi-ambisi kecil manusiayang mengusik kehidupan menjadi sebgai suatu
perubahan, untuk kemudian mempersiapkan diri menghadapi urusan besar yang sudah
menantinya sehingga siap mengemban amanah yang agung, merubah wajah bumi dan
meluruskan garis sejarah.
·
Jibril
Turun Membawa Wahyu
Tatkala usia beliau genap empat puluh
tahun yang merupakan puncak kematangan, dan pula yang menyatukan bahwa di usia
inilah para Rasul di utus tanda-tanda nubuwwah (kenabian) nampak dan bersinar,
diantaranya; ada sebuah batu di Makkah yang mengucapkan salam kepada beliau,
beliau juga tidak bermimpi kecuali sangat jelas, sejelas fajar shubuh yang
menyingsing.
Hal ini berlangsung hingga enam bulan
sementara masa kenabian berlangsung selama dua puluh tiga tahun sehingga ru’ya
shadiqah (mimpi yang benar) ini merupakan bagian dari empat puluh enam tanda
kenabian. Ketika pengasingan dirinya (uzlah) di gua Hira’ memasuki tahun
ketiga, tepatnya dibulan Ramadhan, Allah menghendaki rahmatNya terlimpahkan
kepada segenap penduduk bumi, lalu dimuliakanlah beliau dengan mengangkatnya
sebagai nabi, lalu jibril turun kepadanya dengan membawa beberapa ayat
Al-qur’an.
Setelah memperhatikan dan mengamati
beberapa bukti penguat dan dalil-dalil, kita dapat menentukan terjadinya
peristiwa tersebut secara tepat, yaitu pada hari Senin, tanggal 21 Ramadhan, di
malam hari, bertepatan dengan tanggal 10 Agustus tahun 610 M, tepatnya beliau
saat itu sudah berusia 40 tahun, 6 bulan, 12 hari menurut kalender Hijriyah dan
sekita usia 39 tahun, 3 bulan, 20 hari berdasarkan kalender Masehi.[11]
·
Jibri
Turun Kembali Membawa Wahyu
Ibnu Hajar berkata, “Adanya masa vakum
itu bertujuan untuk menghilangkan ketakutan yang dialami oleh Rasulullah dan
membuatnya penasaran untuk mengalaminya kembali. Ketika hal itu benar-benar terjadi
pada beliau, dan beliau mulai menanti-nanti datangnya wahyu, maka datanglah
malaikat jibril untuk kedua kalinya[12].
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari
Jabir bin Abdillah bahwasanya dia mendengar Rasulullah menceritakan tentang
masa vakum itu, beliau bertutur, “ketika aku tengah berjalan, tiba-tiba aku
mendengar suara dari arah langit, lalu aku mendongakkan pandangan ke arah
langit, ternyata malaikat yang telah mendatangiku ketika di gua Hira’, sekarang
duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Kemudian aku pulang kepada
keluargaku sembari berkata, ‘Selimuti aku! Selimuti aku!’ lantas mereka
menyelimutiku, maka Allah menurunkan FirmanNya,
بسم الله الر حمن الر حيم
يا يها المدثر ᴏ قم فا نذ ر ᴏ وربك فكبر ᴏ و ثيا بك فطهر ᴏ و الر جز فهجر
ᴏ
“hai
orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan, dan tuhanmu
agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala)
tinggalkanlah.” (Al-Muddatstsir: 1-5). Setelah itu wahyu turun
secara berkesinambungan dan teratur.
·
Sekilas
Ulasan Tentang Macam-macam Cara Turunnya Wahyu
Ibnu Qayyim berkata ketika
menyinggung macam-macam cara turunnya wahyu tersebut sebagai berikut:
Pertama, berupa ar-ru’ya
ash-shadiqah (mimpi yang benar) dan ini merupakan permulaan turunnya wahyu
kepada beliau.
Kedua, berupa sesuatu yang dibisikkan oleh malaikat terhadap jiwa dan
hati beliau tanpa dapat beliau lihat. Hal ini sebagaimana disabdakan Nabi “
sesungguhnya Ruhul Quds (malaikat jibril) menghembuskan (membisikkan) kedalam
hatiku, bahwasanya jiwa tidak akan mati hingga disempurnakan rizki baginya.
Oleh karena itu, bertakwalah kalian kepada Allah, berindah-indahlah dalam
meminta serta janganlah keterlambatan rizki atas kalian, mendorong kalian untuk
memintanya dengan cara melakukan perbuatan maksiat terhadapNya, karena
sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah tidak akan didapat kecuali dengan
melakukan ketaatan kepadaNya.”
Ketiga, berupa malaikat yang berwujud seorang laki-laki, lantas mengajak
beliau berbicara hingga beliau memahaminya dengan baik apa yang dikatakan
kepadanya. Dalam hal ini, terkadang para sahabat dapat melihat malaikat
tersebut.
Keempat, berupa bunyi gemerincing lonceng yang datang kepada beliau, diikuti
dengan malaikat ( yang menyampaikan wahyu) secara samar. Cara ini merupakan
cara paling berat, sampai-sampai membuat kening beliau berkerut dan bersimbah
peluh, padahal terjadi pada hari yang amat dingin. Demkian pula, mengakibatkan
unta beliau duduk bersimpuh ke bumi bila beliau sedang sedang menungganginnya.
Dan pernah juga suatu kali, wahyu datang dengan cara tersebut, saat itu paha
beliau berada di atas paha Zaid bin Tsabit, sehingga Zaid merasakan beban
demikian berat yang hampir saja membuatnya remuk.[13]
Kelima, berupa malaikat dalam bentuk aslinya yang dilihat langsung oleh
beliau, lalu diwahyukan kepada beliau beberapa wahyu yang dikehendaki oleh
Allah. Peristiwa seperti ini dialami oleh beliau sebanyak dua kali sebagaimana
disebutkan oleh Allah dalam surat an-Najm.
Keenam, berupa wahyu yang diwahyukan Allah kepada beliau. Yaitu saat beliau
berada di atas lelangit pada malam mi’raj ketika diwajibkan shalat dan lainnya.
Ketujuh, berupa kalamullah (ucapan Allah) kepada beliau tanpa perantaan
malaikat, sebagaimana Allah berbicara kepada Musa bin Ibrahim. Peristiwa
seperti ini juga dialami oleh Nabi Musa dan diabadikan secara qath’i
berdasarkan nash Al-qur’an. Sedangkan kepada Nabi terjadi dalam hadist tentang
peristiwa Isra’.
10.
Pertengahan
Kerasulan
Setelah beberapa
lama dakwah Nabi Muhammad SAW tersebut dilaksanakan secara individual, turunlah
perintah agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka, mula-mula beliau
mengundang dan menyeru kerabat karibnya dan Bani Abdul Muthalib. Beliau
mengatakan ditengah-tengah mereka, “saya tidak melihat seorang pun dikalangan
Arab yang dapat membawa sesuatu ketengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang
saya bawa kepada kalian. Kubawakan kepada kalian dunia dan akhirat yang
terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah diantara
kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?.” Mereka semua menolak kecuali
Ali Bin Abi Thalib.
Pada permulaan ini dakwah ini orang yang
pertama-tama menerima dakwah Nabi yaitu dengan masuk islam adalah, dari pihak
laki-laki dewasa adalah Abu Bakar Ash-Shidiq, dari pihak perempuan adalah
isteri Nabi SAW yaitu Khadijah, dan dari pihak anak-anak adalah Ali bin Abi
Thalib ra.
Dalam memulai dakwah nabi banyak
mendapat halangan dari pihak kafir Quraisy mekkah dan berbagai bujuk ragu yang
dilakukan kaum Quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi gagal, tindakan-tindakan
kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan semakin ditingkatkan.
kekejaman yang dilakukan oleh penduduk mekkah, usaha orang-orang Quraisy untuk
menghalangi hijrah ke habsyah ini, termasuk membujuk negus(raja) agar menolak
kehadiran umat islam disana, gagal. Bahkan di tengah meningkatnya kekejaman
itu, dua orang Quraisy masuk islam, Hamzah dan Umar ibn Khattab. Dengan masuk
islamnya dua tokoh besar ini posisi islam semakin kuat. Tatkala banyak tekanan
dari berbagai pihak Nabi SAW mengalami kesedihan yang mendalam yaitu wafatnya
seorang paman yaitu Abu Thalib sebagai pelindung dan istri tercinta yang setia
menemani hari-hari beliau yaitu Khadijah binti Khuwalid, sehingga Allah
menghibur hati baginda Rasul SAW dengan terjadinya isra dan miraj nya Nabi
Muhammad SAW.
11.
Isra
dan Mi’raj
Manakala Nabi SAW
masih berada ditengah periode di masa dakwahnya menerobos jalan antara
kesuksesan dan penindasan, sementara secercah harapan mulai tampak dari
kejauhan, maka terjadilah peristiwa Isra dan Mi’raj.
Terdapat beberapa pendapat yang beragam mengenai kapan waktu
terjadinya:
1.
Peristiwa
Isra’ terjadi pada tahun ketika Allah memuliakan beliau dengan mengangkatnya
sebagai Nabi. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh ath-Thabari.
2.
Peristiwa
ini terjadi 5 tahun setelah diutusnya beliau menjadi Nabi. Pendapat ini
dikuatkan oleh an-Nabawi dan al-Qurthubi.
3.
Peristiwa
ini terjadi pada malam 27 bulan Rajab tahun kenabian. Pendapat ini dipilih oleh
al-Allamah al-Manshurfuri.
4.
Peristiwa
ini terjadi 16 bulan sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Ramadhan tahun 12 kenabian.
5.
Peristiwa
ini terjadi 1 tahun 2 bulan sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Muharram tahun
13 kenabian.
6.
Peristiwa
ini terjadi 1 tahun sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 13
kenabian.
Tiga
pendapat pertama ini lemah karena Khadijah wafat pada bulan Ramadhan tahun 10
kenabian. Kewafatannya ini adalah sebelum datangnya wahyu yang mewajibkan
shalat lima waktu sementara tidak ada perselisihan pendapat dikalangan para
ulama bahwa shalat lima waktu diwajibkan pada malam Isra’.[14]
Para ulama hadist meriwayatkan rincian dari peristiwa ini, dan
berikut akan dipaparkan secara ringkas:
Ibnul Qayyim berkata, “menurut riwayat yang shahih bahwa Rasulullah
diisra’kan dengan jasadnya dari Masjidil Haram menuju Baitul Maqdis dengan
mengendarai al-Buraq, ditemani oleh jibril lalu mereka singgah di sana dan
shalat bersama para Nabi sebagai imam, lalu menambatkan al-Buraq pada gelang
pintu masjid.
Kemudian pada malam itu, beliau dimi’rajkan dari Baitul Maqdis
menuju langit dunia. Jibril minta izin agar dibukakan pintu langit bagi beliau
lalu terbukalah pintunya. Disana, beliau melihat Adam, bapak manusia. Beliau memberi
salam kepadanya lalu dia menyambutnya dan membalas salam tersebut serta
mengakui kenabian beliau. Allah juga menampakkan kepada beliau ruh-ruh para
syuhada dari sebelah kanannya dan ruh-ruh orang-orang yang sengsara dari
sebelah kirinya.
Kemudian beliau di mi’rajkan lagi ke langit kedua. Jibril meminta
izin agar dibukakan pintunya untuk beliau. Disana beliau melihat Nabi Yahya bin
Zakariya dan Isa bin Maryam, lalu menjumpai keduanya dan memberi salam.
Keduanya menjawab salam tersebut dan menyambut beliau serta mengakui kenabian
beliau.
Kemudian beliau
dimi’rajkan lagi ke langit ketiga. Disana beliau melihat Nabi Yusuf lalu memberi
salam kepadanya. Dia membalasnya dan menyambut beliau serta mengakui kenabian
beliau.
Kemudian beliau
dimi’rajkan lagi ke langit keempat. Disana beliau melihat Nabi Idris lalu
memberi salam kepadanya. Dia menyambut beliau dan mengakui kenabian beliau.
Kemudian beliau dimi’rajkan
lagi ke langit kelima. Disana beliau melihat Nabi Harun bin Imran lalu memberi
salam kepadanya. Dia menyambut beliau dan mengakui kenabian beliau.
Kemudian beliau
dimi’rajkan lagi kelangit keenam. Disana beliau bertemu dengan Nabi Musa bin
Imran lalu memberi salam kepadanya. Dia menyambut beliau dan mengakui kenabian
beliau.
Tatkala beliau berlalu, Nabi Musa menangis. Ketika ditanyakan
kepadanya, “apa yang membuatmu menangis?” dia menjawab, “aku menangis karena
ada seorang yang diutus setelahku yang jumlah umatnya yang masuk surga lebih
banyak dari umatku.”
Kemudian beliau
dimi’rajkan lagi kelangit ketujuh. Disana beliau bertemu dengan Nabi Ibrahim
lalu beliau memberi salam kepadanya. Dia menyambut beliau dan mengakui kenabian
beliau.
Kemudian beliau naik ke Sidratul Muntaha, lalu al-bait
al-ma’mur dinaikan untuknya.
Kemudian beliau dimi’rajkan lagi menuju Allah yang Maha agung
lagi mahaperkasa. Beliau mendekat kepadaNya hingga hampir sejarak dua buah
busur atau lebih dekat lagi. Kemudian mewahyukan kepada hambaNya apa yang Dia
wahyukan, mewajibkan kepadanya 50 waktu shalat. Kemudia beliau kembali hingga
melewati Nabi Musa.
Dia lalu bertanya kepada beliau, “apa yang diperintahkan kepadamu?”
Beliau menjawab,”50 waktu shalat” dia berkata, “Umatmu pasti
tidak sanggup melakukan itu, kembalilah ke Rabbmu dan mintalah keringanan untuk
umatmu!”. Beliau menoleh ke arah jibril seakan ingin meminta pendapatnya dalam
masalah itu. Jibril mengisyaratkan persetujuannya jika beliau memang
menginginkan hal itu.
Lalu Jibril membawa
beliau naik lagi hingga membawanya ke hadapan Allah yang Mahasucu, Mahatinggi
lagi Mahaperkasa, sedangkan Jibril berada ditempatnya ini adalah lafazh
al-Bukhari pada sebagian riwayatnya. Lalu Allah menguranginya menjadi 10 waktu
shalat. Kemudian beliau turun hingga kembali melewati Nabi Musa, lantas
memberitahukan hal tersebut kepadanya.
Dia berkata kepada beliau, “Kembalilah lagi kepada Rabbmu dan
mintalah keringanan!” beliau terus mondar-mandir antara Nabi Musa dan Allah
hingga akhirnya Allah menjadikannya 5 waktu shalat. Musa kemudian memerintahkan
beliau agar kembali kepada Rabb dan meminta keringanan lagi.
Lalu beliau menjawab, “sungguh Aku malu kepada Rabbku, aku rela
dengan hal ini dan menerimanya.” Setelah beliau menjauh, terdengarlah suara
menyeru, “aku telah memberlakukan fardhuKu dan telah memberikan keringanan
kepada hambaKu.”
12. Keberhasilan Dakwah dan Pengaruhnya
Sesungguhnya telah kita
dikatakan kepada beliau, sebagaimana FirmanNya,
يا يها المز ملᴏ قم اليل الا قليلاᴏ
“Hai orang yang berselimut (Muhammad, bangunlah (untuk shalat) di
malam hari kecuali sedikit (dari padanya).” (QS. Al-Muzammil 1-2)
Beliau mengemban
tanggung jawab perjuangan dan peperangan (jihad) di medan perang sanubari
manusia yang tenggelam dalam fatamorgana kejahiliyan dan pandangan-pandangan
hidupnya yang diemban bobot bumi dan daya pikatnya, yang dibelenggu dengan
jerat-jerat syahwat. Sampai pada titk apabila sanubari manusia telah mulai
bersih di dalam lubuk hati sebagian sahabatnya dari endapan jahiliyah dan
kehidupan materi, maka mulailah beliau mengarungi pertarungan lain di dalam
medan yang lain bahkan berbagai pertarungan yang silih berganti.
Pertarungan menghadapi
musuh-musuh Allah, yang selalu berkumpul membuat makar terhadap dakwah dan
orang-orang yang beriman kepadanya. Musuh yang senantiasa berambisi untuk
membunuh bibit-bibit yang suci dari tempat persemaiannya sebelum tuntas
menyelesaikan pertempuran-pertempuran di Jazirah Arab, bangsa Romawi pun sudah
mempersiapkan diri dan bersiap-siap untuk bertindak kejam terhadap umat yang
baru lahir ini dari tapal-tapal batasnya di bagian utara.
Demikianlah, beliau
hidup dalam kancah pertempuran yang berkesinambungan tersebut selama kurun
waktu lebih dari 20 tahun. Tidak ada satupun urusan yang dapat mengoyahkan
konsentrasinya dalam kurun waktu tersebut hingga akhirnya dakwah Islam berhasil
tersebar didalam lingkup yang sangat luas dan membuat akal terbingung-bingung
karenanya. Jazirah Arab pun tunduk kepada Dakwah Islam, debu-debu jahiliyah
sirna dari awang-awangnya dan akal manusia yang selama ini sakit pun kembali
menjadi sehat sehingga meninggalkan berhala bahkan menghancurkannya. Suasana
membahana dengan panji-panji tauhid, terdengar kumandangan azan untuk shalat
lima waktu membelah angkasa alam semesta dari tengah gurun tandus yang
dihidupkan kembali oleh iman yang baru.
Berkat dakwah ini,
terwujudlah persatuan Arab, persatuan kemanusiaan dan keadilan sosial serta
kesejahteraan manusia dalam setiap urusan dan permasalahan dunia maupun akhirat
sehingga merubah perjalanan waktu dan wajah bumi, garis sejarah pun menjadi
lurus serta akal manusia berubah.
13. Rasulullah Wafat
·
Detik-detik
perpisahan
Ketika dakwah telah
sempurna dan islam telah menguasai keadaan, tanda-tanda perpisahan dengan
kehidupan dan dengan orang-orang yang masih hidup tampak kerasa dalam perasaan
beliau, dan semakin jelas lagi dari perkataan-perkataan dan
perbuatan-perbuatannya.
Pada bulan Ramadhan
tahun 10 Hijriyah, Rasulullah beri’tikaf selama dua puluh hari, dimana pada
(tahun-tahun) sebelumnya beliau tidak pernah beri’tikaf kecuali sepuluh hari
saja, dan malaikat jibril bertadarus al-Qur’an dengan beliau sebanyak dua kali.
Pada haji wada’ beliau
bersabda “Sesungguhnya aku tidak mengetahui, barangkali setelah tahun ini
aku tidak akan berjumpa lagi dengan kalian dalam keadaan seperti ini
selamanya.” Dan beliau bersabda pada saat meluncur jumrah Aqabah, “Tunaikanlah
manasik (haji) kalian sebagaimana aku menunaikannya, barangkali aku tidak akan
menunaikan haji lagi setelah tahun ini.” Dan telah turun diturunkan kepada
beliau dipertengahan hari tasyriq surat An-Nashr, sehingga beliau mengetahui
bahwa hal itu adalah perpisahan, dan merupakan isyarat akan (dekatnya)
kepergian beliau untuk selama-lamanya.[15]
·
Permulaan
sakit
Pada tanggal 28 atau 29
bulan safar tahun 11 Hijriyah (hari senin) Rasulullah menghadiri penguburan
jenazah seorang sahabat di Baqi’. Ketika kembali, ditengah perjalanan beliau
merasakan pusing dikepalanya dan panas mulai merambat pada sekujur tubuhnya
sampai-sampai mereka (para sahabat) dapat merasakan pengaruh panasnya pada
sorban yang beliau pakai.
Nabi shalat bersama
para sahabat dalam keadaan sakit selama sebelas hari, sedangkan jumlah hari
sakit beliau adalah 13 atau 14 hari.
·
Minggu
terakhir
Penyakit beliau semakin
berat, ehingga beliau bertanya kepada isteri-isterinya, “dimana (giliran) ku
besok? Dimana (giliran) ku besok? Mereka
pun memahami maksudnya, sehingga beliau diizinkan untuk berada pada tempat
beliau kehendaki. Kemudia beliau pergi ketempat Aisyah, beliau berjalan dengan
diapt oleh al-Fadhl bin al-Abbas dan Ali bin Abi Thalib.
Sedangkan kepalanya diikat dengan kain,
dan beliau melangkahkan kedua kakinya hingga memasuki bilik Aisyah. Aisyah
membaca Mu’awwidzat (al-ikhlas, al-falaq dan an-nas) dan doa yang dihafal dari
Rasulullah, kemudian meniupkankannya pada tubuh Rasulullah dan mengusapkan
tangannya dengan mengharap keberkahan dari hal tersebut.
[1] Badri
Yatim,Sejarah peradaban islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persad,
1997), hal. 9
[2] Nayla
Putri dkk, sirah nabawiyah, (Bandung: CV. Pustaka Islamika, 2008), hal.
71
[3] Muhammad
Husain Haikal,sejarah hidup Muhammad, (Jakarta:litera antarnusa, 1990,
cat 2), hal. 49
[4] Abdul
Hameed Siddiqui, the life muhammad, (delhi: righway publication, 2001),
hal. 64
[7] Syaikh
Shafiyyurrahman, Ar-Rabiq al-Makhtum, (jakarta:CV Mulia Sarana Press,
2001), hlm 74.
[8] Syaikh
Syafiyyurrahman, Perjalanan Hidup Rasulullah yang Agung, (jakarta: CV
Mulia Sarana Press, 2001), hlm 75.
[9] Syaikh
Shafiyyurrahman, Perjalanan Hidup Rasulullah yang Agung, (jakarta: Cv
Mulia Sarana Press, 2001), hlm 77.
[10] Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1997), hlm 4.
[12] Syaikh
Syafiyyurrrahman, Perjalanan Hidup Rasulullah yang Agung, (jakarta: CV Mulia
Sarana Press, 2001), hlm 86.
[13] Aji
Thohir, Kehidupan Umat Islam pada masa Rasulullah SAW, (Bandung: Pustaka
Setia, 2004), hlm 62.
[14] Syaikh
Syafiyyurrahman, Perjalanan Hidup Rasul yang Agung, (Jakarta: CV Mulia
Sarana Press, 2001), hlm 196.
[15] Syaikh
Syafiyyurahman, Sejarah Kehidupan Rasul yang Agung, (Jakarta: CV Mulia
Sarana Press, 2001), hlm 692
Comments
Post a Comment