KESULTANAN SULU 1457-1917
A. Sejarah
Berdirinya Dinasti Sulu
Kemunculan Kesultanan
Sulu boleh dikatakan hampir serentak dengan kemunculan Kesultanan Melaka,
Kesultanan Brunei di Borneo dan Kesultanan Aceh di barat laut Nusantara.
Walaupun tidak ada tarikh
tepat bila kesultanan ini ditubuhkan dan siapakah tokoh sebenar yang menubuhkan
Kesultanan Sulu, namun kerajaan Sulu telahpun wujud sejak era empayar Hindu
Majapahit lagi dan ia kemudian berkembang sebagai sebuah kerajaan yang kuat di
bawah Kesultanan Islam Sulu setelah Islam tersebar di Nusantara.
Beberapa laporan
menyebut, Kesultanan Islam Sulu ditubuhkan pada 1458 oleh seorang ulama dari
Johor yang dikenali sebagai Abu Bakar yang tiba di Bwansa dekat Jolo.
Ketibaan Abu Bakar
disambut baik oleh Rajah Baguinda Buansa dan Datu serta ketua-ketua di Jolo
kerana Abu Bakar juga merupakan seorang yang berdarah raja.
Semasa berada di Sulu,
Abu Bakar telah menyebarkan Islam di kalangan kaum Tausug dan menyatukan
penduduk yang tinggal di pantai dan di bukit, yang sebelum itu berseteru. Abu
Bakar kemudian berkahwin dengan salah seorang puteri Rajah Baguinda,
Paramisali.
Selepas Rajah Baguinda
mangkat, Abu Bakar kemudian diangkat sebagai pemimpin Sulu dengan memakai
gelaran Sharif ul-Hashim, dan menjadi Sultan Sulu pertama dengan menjadikan
Sulu sebagai sebuah kerajaan Islam dan menggunakan hadis dan al-Quran sebagai
undang-undang di bawah pemerintahannya.
Sejak itu, Kesultanan
Sulu menjadi sebuah kerajaan Islam dan wilayah jajahannya meliputi Sulu, Borneo
Utara termasuk Sabah, Palawan, Mindoro dan Basilan. Kesemua Sultan Sulu dan
Datu-datu di dalam wilayah Sulu selepas beliau kemudian mendakwa adalah waris
atau keturunan kepada Abu Bakar.
Pemerintahan Abu Bakar
bertahan selama 30 tahun dan selepas kemangkatannya, anaknya Kamal-ud-Din telah
menggantikannya sebagai Sultan Sulu. Makam Abu Bakar masih lagi boleh dilawat
di Gunung Tumatangis.
Ketokohan dan kehebatan
Abu Bakar memimpin Kesultanan Sulu di bawah panji-panji Islam telah menukar
bangsa Tausug sebagai pejuang Islam yang berani dan sanggup mati syahid bagi
mempertahankan Islam dan bumi Sulu daripada penjajah ketika itu.
Kesultanan Sulu adalah sebuah pemerintahan
muslim yang pernah suatu masa dahulu menguasai Laut Sulu di Filipina Selatan.
Kesultanan ini didirikan pada tahun 1450. Pada zaman kegemilangannya, negeri
ini telah meluaskan perbatasannya dari Mindanao hingga negeri Sabah.
Dalam Kakawin Nagarakretagama, negeri Sulu
disebut Solot, salah satu negeri di kepulauan Tanjungnagara
(Kalimantan-Filipina) yaitu salah satu kawasan yang menjadi daerah pengaruh
mandala kerajaan Majapahit di Nusantara.
B. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sulu
Negeri Sulu terletak di
lepas pantai timur laut pulau Kalimantan. Pada 1380, seorang ulama keturunan
Arab, Karim ul-Makdum memperkenalkan Islam di Kepulauan Sulu. Kemudian tahun
1390, Raja Bagindo yang berasal dari Minangkabau melanjutkan penyebaran Islam
di wilayah ini. Hingga akhir hayatnya Raja Bagindo telah mengislamkan
masyarakat Sulu sampai ke Pulau Sibutu.
Sekitar tahun 1450,
seorang Arab dari Johor yaitu Shari'ful Hashem Syed Abu Bakr tiba di Sulu. Ia
kemudian menikah dengan Paramisuli, putri Raja Bagindo. Setelah kematian Raja
Bagindo, Abu Bakr melanjutkan pengislaman di wilayah ini. Pada tahun 1457, ia
memproklamirkan berdirinya Kesultanan Sulu dan memakai gelar "Paduka
Maulana Mahasari Sharif Sultan Hashem Abu Bakr". Gelar "Paduka"
adalah gelar setempat yang berarti tuan sedangkan "Mahasari"
bermaksud Yang Dipertuan.
Pada tahun 1703,
Kesultanan Brunei menganugerahkan Sabah Timur kepada Kesultanan Sulu atas
bantuan mereka menumpas pemberontakkan di Brunei. Pada tahun yang sama,
Kesultanan Sulu menganugerahkan Pulau Palawan kepada Sultan Qudarat dari
Kesultanan Maguindanao sebagai hadiah perkawinan Sultan Qudarat dengan puteri
Sulu dan juga sebagai hadiah persekutuan Maguindanao dengan Sulu.
Sultan Qudarat kemudian
menyerahkan Palawan kepada Spanyol. Dalam sejarahnya, sejak 1473 hingga 1658,
Sabah yang dahulunya dikenal sebagai North Borneo merupakan wilayah Kesultanan
Brunei. Namun pada 1658, Sultan Brunei memberikan wilayah ini kepada Sultan
Sulu. Pemberian ini sebagai balas jasa bagi Sultan Sulu yang membantu meredam
perang sipil di Kesultanan Brunei.
Pada 1761, Alexander
Dalrymple, seorang pejabat Bristish East India Company, melakukan perjanjian
dengan Sultan Sulu untuk menyewa Sabah sebagai pos perdagangan Inggris.
Kesepakatan sewa-menyewa itu termasuk penyediaan tentara oleh Kesultanan Sulu
untuk mengusir Spanyol. Pada 1846, pantai barat Borneo diserahkan oleh Sultan
Brunei ke Inggris. Jadilah pantai barat Borneo itu menjadi koloni Kerajaan
Inggris.
Di tahun-tahun
berikutnya, terjadi serangkaian penyerahan hak sewa atas Sabah atau North
Borneo ini. Akhirnya hak sewa jatuh ke Alfred Dent yang kemudian membentuk
perusahaan yang dikenal dengan British North Borneo Company.
Pada 1885, Inggris,
Spanyol, dan Jerman, menandatangani Protokol Madrid yang mengakui kedaulatan
Spanyol di Kepulauan Sulu. Pengakuan ini ditukar dengan pelepasan Spanyol atas
segala klaimnya di Borneo Utara atau Sabah untuk mendukung Inggris.
Pada 1888, Sabah resmi
menjadi protektorat Inggris--yang kemudian menduduki Malaysia sebagai jajahan.
Setelah Perang Dunia II, Inggris berniat mengembalikan Sabah ke Kesultanan
Sulu. Untuk proses itu, dilakukanlah pemungutan suara, untuk menentukan apakah
rakyat Sabah memilih bergabung dengan Federasi Malaysia atau kembali ke
Kesultanan Sulu.
Dan hasilnya, rakyat
Sabah lebih memilih bergabung ke Malaysia daripada kembali ke Sulu. Pada 16
September 1963, Sabah bersatu dengan Malaysia, Sarawak, dan Singapura,
membentuk Federasi Malaysia merdeka.
Klaim ahli waris
Kesultanan Sulu tidak hanya didasarkan pada perjanjian sewa antara Kesultanan
dengan North Borneo Company yang dibentuk Inggris. Namun, klaim itu juga
didasarkan pada keputusan pengadilan tinggi North Borneo pada 1939. Klaim ini
dianggap lebih dulu, jauh sebelum pembentukan Federasi Malaysia.
C. Tokoh-Tokoh Kerajaan Sulu
1. Sultan
Shariful Hashim (Sayyid Abu Bakar - keturunan Sayyidina Hussein r.a.)
Sultan Sulu yang pertama, nama asalnya Sayyid
Abu Bakar bin Sayyid Ali Zainal Abidin (Ahlul-Bait dari Sayyidina Hussein r.a)
yang datang dari Makkah. Seorang ulamak yang pernah singgah di Melaka kemudian
ke Indonesia setelah itu meneruskan perjalanannya ke Brunei, sebelum itu sempat
singgah di Johor (sebab mungkin ada keluarganya di sana). Dari Brunei beliau
meneruskan perjalanan ke Sulu. Beliau berjaya mengislamkan masyarakat Sulu
(Buranun, Taguimaha, Baklaya) dan kemudian diangkat menjadi Sultan Sulu yang
pertama pada 1450 atau 1457 M dan memerintah hingga 1480 M dengan menggunakan
gelaran Sultan Shariful Hashim.
2. Sultan Kamaluddin
Anak kepada Sultan Shariful-Hashim. Memerintah Sulu
1480-1519.
3. Sultan
Alawaddin
4. Sultan
Amirul Umara
5. Sultan
Muizzuddin Mutawaddin
6. Sultan
Nasaruddin Al-Awal
7. Sultan
Muhammad Al-Halim
Beliau berkahwin pula dengan Puteri Sultan
Abdul Kahar, Sultan Brunei.
8. Dan lain
sebagainya
Comments
Post a Comment