KESULTANAN SANGGAU (1310 M)

A.       Sejarah Pendirian
Sanggau adalah sebuah nama kabupaten di Kalimantan Barat yang terletak tidak jauh dari kota pontianak. Sebelum berubah menjadi kabupaten, di wilayah Sanggau berdiri satu kerajaan Melayu yang sudah ada sejak abad ke-4 Masehi. Penyebutan "Sanggau" sendiri berasal dari nama tanaman yang tumbuh ditepi sungai daerah tempat berdirinya kerajaan itu, yakni sungai sekayam.
Sungai Sekayam merupakan tempat merapatnya rombongan yang dipimpin Dara Nante, seorang perempuan ningrat dari Kerajaan Sukadana, Ketapang, saat mencari suaminya yang bernama Babai Cinga. Namun ada juga pendapat yang meyakini bahwa nama "Sanggau" diambil dari nama Suku Dayak Sanggau, sebuah klan Suku Dayak yang menjadi suku asal Babai Cinga.[1]
Cikal bakal sejarah pemerintahan Kerajaan Sanggau Kapuas, bermula dengan kisah Dara Nante dan Babai Cinga yang melegenda secara turun temurun. Dara Nante menikah dengan Babai Cinga yang berasal dari daerah Sisang Hulu (Sekayam). Dara Nante sendiri berasal dari Labai Lawai, salah satu pemukiman di Simpang Mendawan daerah Terentang sekarang. Perjodohan keduanya melahirkan seorang putra yang diberi nama Aria Jamban. Aria Jamban kemudian menurunkan Aria Batang dan selanjutnya Aria Batang menurunkan Aria Likar. Pada masa itu, Dara Nante yang menjadi pemimpin otonom lokal di Mengkiang mengangkat orang kepercayaannya, Aria Dakudak untuk menjadi seorang patih di daerah Semboja atau Segarong yang letaknya di antara Sungai Mawang dan Bunut sekarang.

Masa Awal Kerajaan Sanggau
Dalam perjalanan menyusuri Sungai Sekayam, rombongan Dara Nante bertemu dengan orang-orang dari Suku Dayak Mualang yang sedang berusaha menemukan sebuah tempat yang bernama Tampun Juah. Akhirnya, kedua rombongan itu bergabung dan bersama-sama mengarungi Sungai Sekayam. Ditengah perjalanan, ternyata di aliran Sungai Sekayam terdapat dua cabang anak sungai. Rombongan besar ini kemudian memilih salah satu cabang Sungai Sekayam yang dikenal dengan nama Sungai Entabai. Ternyata pilihan itu tepat karena rombongan Dara Nante dan Suku Dayak Mualang berhasil menemukan Tampun Juah yang terletak di hulu Sungai Entabai. Berkah bagi Dara Nante karena di tempat itulah ia menemukan Babai Cinga.
Tampun Juah merupakan tempat persinggahan dan salah satu pusat berkumpulnya suku-suku bangsa Dayak dari berbagai klan yang berimigrasi dari banyak daerah asal. Setelah beberapa saat menetap di Tampun Juah, Rombongan Patih Bardat dan Patih Bangi memutuskan untuk meneruskan perjalanannya, menuju hulu Sungai Kapuas. Kelak rombongan Cinga Patih Bardat menurunkan Suku Kematu, Benawas, Sekadau, dan Melawang. Sedangkan Rombongan Patih Bangi adalah leluhur Suku Dayak Melawang yang menurunkan raja-raja sekadau.
Dara Nante tidak menetap selamanya di Tampun Juah karena Dara Nante memutuskan untuk pulang ke Sukadana dan kembali menyusuri Sungai Sekayam. Namun, di tengah perjalanan, tepatnya disebuah tempat yang dikenal dengan nama Labai Lawai,  rombongan Dara Nante menghentikan perjalanannya dan membangun suatu kerajaan kecil di tempat itu, yang kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Sanggau. Rombongan Dara Nante sendiri sebelumnya pernah tinggal di Labai Lawai dalam perjalan pertama mereka ketika mencari Babai Cinga.
Keturunan Kerajaan Sanggau di masa sekarang meyakini bahwa kerjaaan leluhur mereka itu didirikan pertama kali pada tanggal 7 april 1310 M, yaitu ketika Dara Nante dinobatkan sebagai penguasa Kerajaan Sanggau yang pertama. Untuk itu maka pada tanggal 26 juli 2009, perwakilan tiga etnis yang terdapat di Sanggau yaitu Melayu, Dayak dan Tionghoa, menyepakati bahwa setiap tanggal 7 April diperingati sebagai hari jadi Kota Sanggau, meskipun hal ini sebatas pendeklarasian dan belum sebagai ketetapan pemerintah. Namun, upaya mendapatkan peresmian dari pemerintah masih diperjuangkan sampai saat ini.
Kerajaan Sanggau mengalami masa-masa sulit ketika Dara Nante menitipkan pucuk pimpinan Kerajaan Sanggau kepada orang kepercayaannya bernama Dakkudak. Namun, Dakkudak ternyata tidak mampu menjalankan amanat Dara Nante dengan semestinya. Berbagai perkara tidak dapat diselesaikannya dengan baik. Akibat kondisi kian terjepit dan tidak menguntungkan, Dakkudak kemudian memilih angkat kaki dari Kerajaan Sanggau dan pergi menuju ke daerah Semboja dan Segarong.
Kepergian Dakkudak membuat roda pemerintahan Kerajaan sanggau tersendat. Kelanjutan Riwayat Kerajaan sanggau setelah era pemerintahan Dakkudak tidak diketahui dengan pasti. Namun pada tahun 1485 M, seorang perempuan yang masih memiliki garis keturunan dengan Dara Nante, bernama Dayang Mas Ratna (1485-1528 M), dinobatkan sebagai penguasa Sanggau. Kebijakan pertama Dayang Mas Ratna setelah bertahta adalah memindahkan pusat pemerintahan dari Labai Lawai ke Mengkiang, sebuah tempat yang terletak di muara Sungai Sekayam. Dalam menjalankan pemerintahannya, Dayang Mas Ratna dibantu oleh suaminya yang bernama Buruk Kamal atau Abdurrahman, keturunan Kyai Kerang dari Banten. Meski Nurul Kamal diduga kuat adalah seorang muslim, namun belum diketahui apakah Kerajaan Sanggau sejak masa pemerintahan Dayang Mas Ratna juga telah bercorak Islam.
Pemimpin Kerajaan Sanggau pengganti Dayang Mas Ratna masih seorang perempuan, bernama Dayang Puasa yang kemudian bergelar Nyai Sura (1528-1569 M). Dalam menjalankan pemerintahan Kerajaan Sanggau, Dayang Puasa dibantu oleh suaminya yang bernama Abang Awal, seorang keturunan penguasa Kerajaan Embau di Kapuas Hulu. Selain itu, masih pada era pemerintahan Nyai sura, Kerajaan Sanggau telah menjalin hubungan kekerabatan dengan Kerajaan Sintang.
Selanjutnya, Kerajaan Sanggau dipimpin oleh raja bernama Abang Gani dengan gelar Pangeran Adipati Kusumanegara Gani (1569-1614 M). Pada masanya, Kerajaan Sanggau terlibat perkara dengan kerajaan Matan (Tanjungpura). Kasus ini bermula dari perkawinan puteri Sanggau, bernama Dayang Seri Gemala, dengan seorang penguasa dari Kerajaan Matan. Namun, beberapa tahun setelah itu berbagai perundingan antara Kerajaan Matan dan Kerajaan Sanggau, akhirnya Dayang Seri Gemala berhasil dipulangkan kembali ke Sanggau secara damai. Warga Kerajaan Sanggau menyambut kepulangan sang puteri dengan suka-cita.
Setelah Raja Abang Gani wafat pada tahun 1614 M, tampuk pemerintahan Kerajaan Sanggau diserahkan kepada putra mahkota yang bernama Abang Basun dengan gelar Pengeran Mangkubumi Pakunegara (1614-1658 M). Pemerintahan Pangeran Mangkubumi Pakunegara mendapat dukungan penuh dari saudaranya, bernama Abang Abon dengan gelar Pangeran Sumabaya, dan sepupunya yang bernama Abang Guneng.

B.       Berkembangnya Islam di Kerajaan Sanggau
Sejak awal berdirinya kerajaan, penguasa kerajaan Sanggau ini sudah beragama Islam sehingga dari awal corak agamanya sudah Islam. Adapun mengenai perkembangan agama Islam terus mengalami kemajuan, dengan banyaknya penduduk di daerah-daerah yang memeluk agama Islam terutama di daerah di pinggir Sungai Sekayam maupun Sungai Kapuas. Dari penguasa kerajaan Sanggau jugalah yang menjadi cikal bakal kerajaan yang pernah ada di daerah Blitang, kabupaten Sekadau sekarang.
Para raja juga mendirikan tempat-tempat peribadatan seperti yang dilakukan oleh Sultan Ayub yang memerintah pada tahun 1825-1830 M, dengan mendirikan sebuah masjid Jami’ Syuhada pada tahun 1826 M. Mesjid ini kemudian diganti namanya menjadi Masjid Jami’ Sultan Ayub.[2]

C.       Sistem pemerintahan
Sisitem pemerintahan Keusltanan Sanggau mempunyai undang-undang yang didasarkan atas hukum adat dan hukum Islam. Akan tetapi, ketika Belanda mulai menanamkan pengaruhnya di Kesultanan Sanggau, segala kebijakan yang dirumuskan Kesultanan Sanggau harus mendapat persetujuan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Selain itu, Kesultanan Sanggau juga memiliki lembaga Mahkamah Syariah atau Raad Agama. Lembaga ini dipimpin oleh Haji Muhammad Yusuf bergelar Igama. Pembentukan Raad Agama ini sebenarnya merupakan taktik Belanda untuk turut campur dalam persoalan-persoalan agama (Islam) yang sebelumnya menjadi wewenang penuh Sultan Sanggau.
Pada tanggal 30 Oktober 1932, dilakukan penyempurnaan hukum adat yang berlaku di Kesultanan Sanggau. Hukum adat yang sebelumnya berjumlah 34 pasal ditambah menjadi 70 pasal. Dalam hukum baru tersebut dikatakan bahwa segala urusan agama tidak hanya diputuskan oleh Sultan Sanggau. tetapi juga harus dilakukan oleh Raad Agama. Urusan-urusan yang ditangani oleh Raad Agama antara lain :nikah, talak, rujuk, waris, wasiat, penetapan bulan Ramadhan, fardlu kifayah, pengangkatan imam dan khatib, dan bilal (muadzin) masjid.
Belanda memang berupaya mengendalikan sistem pemerintahan Kesultanan Sanggau. Hal yang paling jelas adalah ketika terjadi suksesi kepemimpinan Kesultanan dimana Belanda sangat berpengaruh dalam hal ini. Belanda, misalnya menobatkan Panembahan Gusti Mohammad Ali Surya Negara (1808-19150), sebagai pengganti Panembahan Haji Sulaiman Paku Negara (1876-1908). Orang-orang yang menolak pengangkatan itu, salah satunya adalah Pangeran Dipati Ibnu, dibuang ke Jawa oleh Belanda. Campur-tangan Belanda dalam proses pengakatan pemangku adat Sanggau terus terjadi sampai tahun 1941.
Setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda terhadap Rapublik Indonesia pada tahun 1949, maka kedudukan Kesultanan Sanggau secara politik sudah tidak berlaku lagi karena Sanggau bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berubah bentuk menjadi swapraja. Sejak tanggal 2 Mei 1960, riwayat Kesultanan Sanggau berubah status menjadi ibu kota Kabupaten Sanggau yang termasuk ke dalam wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Setelah mati suri selama kurang lebih 49 tahun selamanya, akhirnya pada tanggal 26 juli 2009, dimulailah kebangkitan Kesultanan Sanggau, meski tidak memiliki kewenangan dalam hal politik dan bersifat adat semata. Pada tanggal tersebut, Pangeran Ratu H. Gusti Aman Surya Negara dinobatkan sebagai sultan Sanggau.

D.      Sistem Pendidikan Islam di Kalimantan
Di Kalimantan terdapat madrasah-madrasah yang mengajarkan agama dan pelajaran umum. Enung K.R. dan Fenti Hikmawati menyebutkan beberapa madrasah, yaitu:
a.       Pesantren atau madrasah di Kalimantan Barat yang bernama madrasatun najah wal fatah;
b.      Sekolah menengah Islam;
c.       Madrasah normal Islam ana utai;
d.      Perkumpulan ikatan madrasah-madrasah Islam (I.M.I) Amuntai.
Semua kerajaan tersebut menggunakan sistem lama atau sering disebut dengan sistem tradisional. Bentuknya masih dalam model lembaga yang sederhana dan isinya pun masih berkutat dalam bidang keagamaan agama Islam, yaitu tentang tauhid, baca tulis Al-Qur’an, dan hukum-hukum individu dengan tuhannya.[3]

E.       Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sanggau
Sejak pertama kali didirikan oleh Dara Nante pada tahun 1310, Kerajaan/Kesultanan Sanggau telah mengalami perpindahan pusat pemerintahan selama beberapa kali dengan masing-masing daerah kekuasaannya. Pertama kali didirikan, pusat Kerajaan Sanggau berada di Labai Lawai di dekat Sungai Sekayam. Kemudian, pada era pemerintahan Dayang Mas Ratna (1485-1528 M), keturunan Dara Nante, pusat pemerintahan Kerajaan Sanggau dipindahkan dari Labai Lawai ke Mengkiang di muara Sungai sekayam. Pemerintahan Kerajaan/kesultanan Sanggau di Mengkiang bertahan hingga masa kekuasaan Abang Bungsu yang bergelar Sultan Mohammad Jamaluddin Kusumanegara yang bertahta dari tahun 1658-1690 M. Sultan Mohammad Jamaluddin Kusumanegara memindahkan pusat pemerintahan dari Mengkiang ke tempat yang sekarang menjelma menjadi Kota Sanggau.
Menurut laporan Basillius dalam surat kabar Pontianak Pos edisi 28 september 2004 yang terangkai dalam tulisan berseri dengan judul "Melihat Perkembangan Sanggau dari Masa ke Masa", disebutkan bahwa Sultan Ayub Paku Negara (1823-1828) memindahkan pusat pemerintahan Kesultanan Sanggau ke Kampung Kantuk. Sementara Lontaan (1975) menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan Panembahan Mohammad Thahir II (1860-1876), telah dirumuskan batas-batas wilayah hukum antara Kesultanan Sanggau dengan Kesultanan Brunei. Namun, tanda batas yang telah dibuat tersebut kini belum dapat dilacak lagi.
Selain itu, meski bukan sebuah kerajaan yang besar, namun Kesultanan Sanggau juga memiliki beberapa wilayah pendudukan. Pada masing-masing dari daerah taklukan Kesultanan Sanggau tersebut ditempatkan seorang pejabat yang ditunjuk oleh Sultan Sanggau. Daerah-daerah yang disebutkan sebagai bagian dari wilayah pendudukan Kesultanan Sanggau tersebut di antaranya adalah Semerangakai, Balai Karangan, Tanjung Sekayam, dan sejumlah daerah lainnya.
Secara umum, wilayah Kerajaan/Kesultanan Sanggau tidak jauh berbeda dengan wilayah Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, pada masa sekarang. Hal tersebut terlihat ketika pembentukan Kabupaten Sanggau yang mengacu kepada wilayah Swapraja Sanggau, sementara Swapraja Sanggau merupakan kelanjutan dari Kerajaan/Kesultanan Sanggau dahulu. Kabupaten Sanggau merupakan salah satu daerah yang terletak ditengah-tengah dan berada di bagian utara Kalimantan Barat. Sebelah utara Sanggau berbatasan dengan Serawak (Malaysia), sebelah selatan dengan Kabupaten Ketapang, sebelah barat dengan Kabupaten Landak, dan sebelah timur dengan Kabupaten Sintang dan Kabupaten Sekadau.[4]



F.        Lingkungan dan Kondisi Sosial Ekonomi
1.      Istana Kuta
Posisi Istana Kuta pada skala kota Sanggau, adalah sebagai berikut:
• Administratif Komplek Istana Kuta berada pada perbatasan antara Kelurahan Ilir Kota dan Kelurahan Tanjung Kapuas.
• Geografis, posisi Istana berada pada pinggiran pertemuan sungai Kapuas dan sungai Sekayam. 
2.      Istana Beringin
Posisi Istana Beringin secara administratif terletak pada kelurahan Beringin, dimana pada kelurahan tersebut merupakan CBD Kota Sanggau serta tempat penyeberangan tradisional masyarakat Sanggau.

G.      Sektor Ekonomi Sanggau
1)    Pertanian
Fokus pertanian di Kabupaten Sanggau menurut KDA Tahun 2012 yaitu sawah. Pada tahun 2012 luas lahan sawah sebesar 41.791 hektar, naik dibanding tahun 2011 dengan luas 40.252 hektar. Sedangkan untuk lahan kering pada tahun 2011 yaitu 1.245, 518 hektar, pada tahun 2012 menurun menjadi 1.243, 979 hektar. Luas panen padi (sawah dan ladang) pada tahun 2012 seluas 30.898 hektar dengan total produksi mencapai 75.806 ton. Dari hasil tersebut, padi sawah yang luas panennya mencapai 11.922 hektar atau sekitar 38,58% dan menghasilkan produksi sebanyak 41.882 ton. Sedangkan padi ladang memiliki luas panen mencapai 18.976 hektar dengan total produksi sebesar 33.924 ton.
2)      Perkebunan
Kabupaten Sanggau merupakan salah satu Kabupaten di Kalimantan Barat yang cukup banyak bergerak dalam bidang perkebunan. Produk unggulan perkebunan Kabupaten Sanggau terbesar yaitu sawit dan karet. Berdasarkan data dari Bappeda Kabupaten Sanggau, tanaman yang dihasilkan dari perkebunan besar adalah kelapa sawit yang sudah berproduksi secara konsisten. Untuk produksi karet pada tahun 2011 sebanyak 49.987, 09 ton, sedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 53.289, 97 ton. Untuk luas tanaman produktif meningkat dari 57.483 hektar menjadi 57.833 hektar. Dengan demikian rata-rata produksi karet per hektar adalah 9,21 kuintal per hektar, lebih besar dari tahun sebelumnya yang berkisar 8,69 kuintal per hektar. Beberapa komoditi yang mengalami peningkatan antara lain: kelapa sawit, kakao, kelapa hibrida, dan lada. Sedangkan yang mengalami penurunan kelapa dalam dan kopi.
3)      Budaya
Kabupaten Sanggau merupakan daerah yang terdiri dari keragaman suku dan budaya. Suku asli yang mendiami Kabupaten Sanggau adalah suku Dayak dan suku Melayu. Tetapi sejak beberapa dekade belakangan ini sudah berbagai suku lainnya yang mendiami Kabupaten Sanggau seperti suku Tionghoa, Jawa, Batak, dan lainnya. Objek Budaya di Kabupaten Sanggau antara lain: Mesjid Jami di Sanggau, Rumah Betang Kopar di Parindu, Makam Raja dan Keraton di Sanggau, Rumah Panca Pengadang di Kecamatan Sekayam, Rumah Betang Adat Mawang Muda di Kecamatan Beduwai, Rumah Betang Tanjung Rebokan di Kecamatan Kembayan, Peninggalan Rumah Keraton dan Makam Raja-Raja di Tayan, Rumah Betang Nek Bindang di Kecamatan Toba, Benda Pusaka Keris Majapahit di Kecamatan Toba, Makam Raja Gusti Lekar di Meliau, Makam Panglima Pangsuma di Kecamatan Meliau, Bekas Markas Pejuang, benteng NICA dan rumah bekas Controleur Belanda yang saat ini digunakan sebagai mess Pemda Sanggau.
4)      Pariwisata
Beberapa potensi pariwisata di Kabupaten Sanggau antara lain: Pancur Aji, terletak ± 6 km dari Kota Sanggau. Untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat. Pancur Aji memilik nilai historis, dimana dulu lokasi ini merupakan tempat persembunyian raja Bujang Malaka untuk membentengi dari kejaran musuh, hingga sekarang Pancur Aji masih memiliki benteng tersebut.
SIPATN LOTUP, merupakan sumber air panas yang terdapat di persimpangan Kecamatan Kembayan kita akan melalui Kecamatan Jangkang yang memiliki keunikan alam dan merupakan ciri khas yang berbeda dengan Kecamatan lainnya. Disini akan ditemukan sumber air panas yang oleh penduduk setempat disebut dengan SIPATN LOTUP yang jika diartikan adalah air yang mendidih (meletup-letup), disebut keanehan di Kecamatan Jangkang maupun Kabupaten Sanggau karena di Kabupaten Sanggau sendiri tidak memiliki gunung berapi yang biasanya banyak mengandung sulphur atau belerang sebagai salah satu unsur yang dapat menciptakan sumber air panas. Sipatn LOTUP sudah banyak dikenal oleh masyarakat luas dan sumber air panasnya konon dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit.
Danau Lait, berlokasi di Tayan Hilir sekitar 2 jam dengan menggunakan mobil dari kota Sanggau, selain memberikan panorama alam yang indah, danau Lait merupakan tempat yang nyaman untuk bersantai, memancing, bersampan maupun camping.
Goa Thang Raya memiliki batu-batu yang membentuk relief-relief, terletak di Kecamatan Beduwai memiliki panjang 100m.
Tiong Kandang adalah bukit tertinggi yang ada di Kabupaten Sanggau berlokasi di Kecamatan Balai yang berjarak sekitar 64 km dari Kota Sanggau. Tiong Kandang dapat dijadikan sebagai lokasi olahraga wisata seperti pendakian dan penjelajahan.
Air Terjun Sirin Punti, berlokasi di Kecamatan Entikong merupakan tempat wisata yang memiliki panorama yang indah, udara bersih yang dikelilingi oleh pepohonan.

5)      Perdagangan
Kondisi Kabupaten Sanggau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga menyebabkan banyak ilegal perdagangan di kawasan perbatasan, banyak produk pertanian yang dijual ke negara tetangga yang tidak dicatatkan  dalam penjualan ekspor, hal tersebut terjadi karena jual beli dilakukan secara tradisional walaupun dilakukan dengan negara lain. Hal tersebut perlu mendapat perhatian pemerintah Kabupaten Sanggau, karena pengembangan sektor perdagangan merupakan salah satu faktor strategis dalam pembangunan daerah. Kabupaten Sanggau memiliki akses langsung keluar negeri (Malaysia) melalui gerbang lintas Batas Entikong (PPLB Entikong). Akibatnya, arus barang dan jasa dari Indonesia (Khususnya Kab. Sanggau) ke Malaysia (khususnya Kuching) semakin cepat dan lancar, begitu juga sebaliknya.
6)      Pertambangan
Potensi pertambangan yang dimiliki Kabupaten Sanggau sampai saat ini masih belum optimal dalam pengembangan dan pemanfaatannya, antara lain: Beranekaragam potensi mineral dan bahan galian yang meliputi kwartel, kapur, trias, pritogen, intrusif, plutonix, efosit serta permo karbon.  Emas yang terdapat di Kecamatan Noyan dan Sekayam, air raksa terdapat di Kecamatan Noyan, Sekayam dan Bonti, Fieldspar di Kecamatan Sekayam dan Bonti, Granit terdapat di Kecamatan Tayan Hulu, Kaolin dan mika di Kecamatan Mukok, Bonti dan Kapuas, Lusan terdapat di Kecamatan Sekayam, Perak di Kecamatan Noyan dan Toba, Aluminium di Kecamatan Sekayam, Jangkang dan Kapuas serta Bijih besi di Kecamatan Bonti. Bauksit tersebar di Kecamatan Tayan Hilir, Toba dan Meliau. Eksploitasi Bauksit sudah banyak dilakukan oleh beberapa perusahaan, Zirkon yang terdapat di Desa Sei Muntik Kecamatan Kapuas dan Granit tedapat di Kecamatan Tayan Hulu.
Potensi pertambangan terbesar di Kabupaten Sanggau adalah Bauksit, potensi pertambangan kedua terbesar setelah bauksit adalah emas.
Kabupaten Sanggau adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat. Kabupaten Sanggau merupakan salah satu daerah yang terletak di tengah-tengah dan berada di bagian utara provinsi Kalimantan Barat dengan luas 12.857, 70 km² dengan kepadatan penduduk 29 juta jiwa per km. Dilihat dari letak geografis nya Kabupaten Sanggau terletak diantara 1° 10" Lintang Utara dan 0° 35" Lintang Selatan serta di antara 109° 45", 111° 11" Bujur Timur.
Sebelah Utara
:
Berbatasan dengan Serian, Serawak, Malaysia Timur
Sebelah Timur
:
Berbatasan dengan Kabupaten Sintang dan Kabupaten Sekadau
Sebelah Selatan
:
Berbatasan dengan Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kubu Raya
Sebelah Barat
:
Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Landak dan Kabupaten Bengkayang.
Selain itu Kabupaten Sanggau terletak di daerah yang sangat strategis, yaitu :
  1. Terletak ditengah-tengah Provinsi Kalimantan Barat yang berbatasan dengan 6 (enam) Kabupaten, yaitu: Kabupaten Sekadau, Ketapang, Landak, Bengkayang, Kubu Raya dan Sintang.
  2. Dilalui jalan lintas trans kalimantan, yaitu mulai dari Kalimantan Barat, Kota Pontianak melewati Tayan – Sosok – Pusat Damai – Kapuas sampai Kalimantan Tengah – Kalimantan Selatan – Kalimantan Timur - Serawak dan Brunei Darussalam.
  3. Terletak pada jalur lintas Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi dan Kabupaten Kapuas Hulu.
  4. Berbatasan langsung dengan luar negeri yaitu Negara Malaysia Timur (Serawak) dan telah memiliki Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) di  Entikong.
  5. Dilewati jalur Sungai Kapuas yang terpanjang di Indonesia. Jalur sungai Kapuas ini juga dilewati kabupaten-kabupaten bagian timur Kalimantan Barat.
  6. Termasuk dalam wilayah atau Kawasan  Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang semula adalah Kapet Sanggau sekarang menjadi Kapet Khatulistiwa karena bertambahnya wilayah kerja KAPET yang meliputi : Kabupaten Sambas, Bengkayang, Landak, Sanggau, Pontianak (Kuala Behe) dan Kota Singkawang.
Persentase dan Luas Wilayah Kabupaten Sanggau
No.
Kecamatan
Luas (km²)
Persentase (%)
(1)
(2)
(3)
(4)
1
KAPUAS
1.382,00
10,75
2
MUKOK
501,00
3,90
3
NOYAN
487,90
3,79
4
JANGKANG
1.589,20
12,36
5
BONTI
1.121,80
8,72
6
BEDUWAI
435,00
3,38
7
SEKAYAM
841,01
6,54
8
KEMBAYAN
610,80
4,75
9
PARINDU
593,90
4,62
10
TAYAN HULU
719,20
5,59
11
TAYAN HILIR
1.050,50
8,17
12
BALAI
395,6
3,08
13
TOBA
1.127,20
8,77
14
MELIAU
1.495,70
11,63
15
ENTIKONG
506,89
3,94
JUMLAH
12.857,70
100




H.      Pembangunan Fisik
·      Tradisi aksara arab
·        Istana, di sanggau ada beberapa istana yaitu; istana kesultanan sanggau, keraton istana surya negara,istana beringin, istana tayan, istana kuta sanggau.
·        Benteng, di sanggau ada benteng yang bernama ompu domu dan benteng pancur air.
·        Pelabuhan (dermaga-gudang), di sanggau ada dermaga penambang dan penyebrangan.
·        Kota (Tata ruang kota, Profesi, Ningrat, Etnis), Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, sedang menyiapkan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Pemerintah Daerah (Pemda)  Sanggau menyusun RTRW secara partisipasif dengan memasukkan kawasan pedesaan, sampai hutan adat. Profesi warga Sanggau beragam, seperti yang telah disebutkan pada sub bab sebelumnya yaitu, berkebun, bertani, berdagang, pertambangan, budaya dan pariwisata. Di Sanggau golongan/keturunan bangsawan atau orang berada di sebut ningrat. Adapun mayoritas warga sanggau beretnis dayak.
·        Transportasi, mayoritas warga sanggau menjadikan perahu sebagai alat transportasi penyebrangan karena letak kota yang dekat dengan sungai kapuas.
·        Perbedaan sektor real (kerajinan, senjata, emas, perak, alat rumah tangga, alat cocok tanam), warga sanggau memiliki kerajinan tangan berupa anyaman yang biasanya di perjual belikan, senjata khas sanggau adalah sumpit. Alat rumah tangga khas Sanggau yaitu barang-barang seperti bakul dan sejenisnya yang terbuat dari bambu. Dan alat bercocok tanamnya yaitu ranggaman. Sedangkan jumlah lokasi yang terdapat emas dan perak di sanggau yaitu; Mineral Logam : 24 titik lokasi - Mineral Non logam : 57 titik lokasi.
·        Kesenian, kesenian yang ada di sanggau antara lain; seni tari, seni anyam, seni kain kalengkang dan seni batik.
·        Tempat  ibadah, di sanggau terdapat beberapa masjid yang terkenal seperti; masjid jami sultan ayub dan masjid annur sukadana.
·        Makam, ada beberapa makam yang ditemukan antara lain; makam raja gusti lekar di meliau, dan makam mas suryanegara.

I.         Tokoh di Sanggau
Urutan para pemegang tampuk pemerintahan di Kerajaan/Kesultanan Sanggau yang berhasil ditemukan dari buku karya J.U.Lontaan yang berjudul Sejarah Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat" dan tulisan bertajuk "Kesultanan Sanggau" karya A. Roffi Faturrahman, et.aI. (tt) yang terhimpun dalam buku Istana- istana di Kalimantan Barat adalah sebagai berikut:
1)         Dara Nante (1310 M).
2)         Dakkudak.
3)         Dayang Mas Ratna (1485-1528 M).
4)         Dayang Puasa atau Nyai Sura (1528-1569 M).
5)         Abang Gani bergelar Pangeran Adipati Kusumanegara Gani (1569-1614 M).
6)         Abang Basun bergelar Pangeran Mangkubumi Pakunegara (1614-1658 M).
7)         Abang Bungsu (Uju) bergelar Sultan Mohammad Jamaluddin Kusumanegara (1658-1690 M).
8)         Abang Kamaruddin bergelar Sultan Akhmad Kamaruddin (1690-1722 M).
9)         Panembahan Ratu Surya Negara bergelar Sultan Zainuddin (1722-1741 M).
10)     Abang Tabrani bergelar Pangeran Ratu Surya Negara (1741-1762 M).
11)     Panembahan Mohammad Thahirl Surya Negara (1762-1785 M).
12)     Pangeran Usman bergelar Panembahan Usman Paku Negara (1785-1812).
15)     Panembahan Mohammad Kusuma Negara (1812-1860).
17)     Panembahan Haji Sulaiman Paku Negara (1876-1908).
18)     Panembahan Gusti Mohammad Ali Surya Negara (1808-1915).
20)     Panembahan Thahir Surya Negara (1921-1941).
21)     Gusti Mohammad Arif (1941-1942).
22)     Ade Marhaban Saleh (1942-1944).
24)     Panembahan Gusti Mohammad Taufik Surya Negara (1945).

J.        Kemunduran Kerajaan Sanggau
Kerajaan sanggau mulai mengalami kemunduran ketika raja Ade Ahmad yang bergelar Penambahan Muhammad Kusuma Negara memerintah pada tahun 1830-1860 M.[5] Faktor utama kemunduran ini adalah masuknya Belanda yang awal mulanya hendak berdagang dan menyewa tanah di daerah Sanggau dengan mengadakan kontrak.
Usaha Belanda tidak hanya sampai itu saja, Belanda mulai membuat siasat dan mengadakan politik adu dombanya terhadap para penguasa pada waktu itu agar berebut kekuasaan dengan membedakan antara raja dan mangkubumi. Belanda juga memberikan gelar-gelar yang membuat perpecahan dikalangan bangsawan seperti gelar Abang, Gusti, dan Ade.

K.      Peninggalan Sanggau
Peninggalan—peninggalan dari Keraton Suryanegara Sanggau yang masih ada sampai saat ini yaitu:
1.         Keraton Suryanegara Sanggau yang masih berdiri sampai saat ini dan di dalamnya terdapat cermin seribu wajah, pelaminan, pakaian raja, dan lain-lain.
2.         Masjid Jami’ Sultan Ayub Sanggau didirikan oleh Sultan Ayub pada tahun 1826.
3.         Meriam yang berjumlah 11 buah.
4.         Didalam keraton sendiri terdapat sebuah pedang pusaka yang bernama “PEDANG TANCAM” yang merupakan hadiah dari Raja Mongol yang beragama Islam.
5.         Sebuah manuskrip al-Qur’an yang ditulis oleh Sultan Ayub.
6.         Makam raja-raja di daerah Kantuk, Sanggau.[6]
Adapun Peninggalan lainnya :
1)        Istana Kuta
a.         Komplek Istana Kuta
Pengertian komplek Istana Kuta yang dimaksud adalah bekas bangunan utama dan pendukung Kesultanan Kuta, baik yang berfungsi sebagai administratif Kesultanan maupun urusan kemasyarakatan. Adapun bangunan dan fungsi bangunan pada komplek Istana Kuta:
-            Istana Kuta adalah bangunan utama sebagai simbol kekuasaan Kesultanan Kuta, dimana  digunakan untuk aktifitas Kesultanan ataupun tamu Sultan.
-            Rumah laut, merupakan tempat tinggal Sultan atau Pengeran dimana bangunan ini dibangun  ketika terjadinya giliran kekuasaan antara pihak keluarga Istana.
-            Rumah balai, bangunan yang digunakan untuk mengadakan pertemuan dengan kerabat,  masyarakat dan tamu
-            Rumah besar, yaitu bangunan khusus bagi keluarga Sultan, selir Sultan atau pangeran.
-            Rumah penghulu, penghulu adalah penasehat Sultan yang berhubungan dengan kegiatan  keagamaan, ataupun pemimpin pada ritual keagamaan lainnya.
-            Rumah Wredhana. Wredhana adalah pembantu Sultan yang mengatur tentang tata negara dan  administrasi Kesultanan.
-            Rumah tinggi, disebut demikian karena kolong (ruang antara tanah dan lantai sangat tinggi.
Beberapa peninggalan atau pusaka Kesultanan yang masih terdapat di Istana Kuta (Rumah darat) pada ruang Koleksi, antara lain:
Meriam, Baju kebesaran Sultan, Beberapa buah senjata Berhulu Emas, Stempel Kesultanan Berbahasa Arab, Seperangkat alat musik, Photo-photo tua Sultan dan bangunan Istana atau Masjid,Karya Kaligrafi, Payung.
b.         Masjid Jami’
Posisi awal Masjid Jami’ ini berada antara Rumah Laut dan Rumah besar, hingga pada abad 18 posisi bangunan ini dipindahkan ke pinggir Sunga Kapuas.
2)        Istana Beringin
Secara umum bentuk dan kondisi bangunan ini dalam keadaan baik, hal ini dikarenakan usia bangunan yang relatif muda dibandingkan dengan istana Kuta, mengingat terbentuknya Istana akibat dari sistem pemerintahan Belanda (abad 18) pada saat itu yang ingin mendapatkan kekuasaan mutlak melalui pihak istana.


3)        Komplek makam Sultan
Lokasi komplek makam Sultan berada disebaran jalan utama Sanggau-Sintang atau berjarak kurang lebih 2 km dari istana Kuta yang berada diatas bukit. Lokasi makam pada saat ini tidak hanya digunakan oleh pihak kerabat, tapi juga digunakan oleh masyarakat dengan pembagian posisi sebagai berikut:
·           Pihak kerabat berada diatas bukit yang memiliki dua puncak bukit
·           Masyarakat menggunakan kaki bukit bagian sebelah timur. Dimana pemakaman umum ini memiliki akses tersendiri.
Adat istiadat yang masih berlangsung atau diselenggarakan sebagian besar adalah yang berhubungan dengan perayaan; Hari-hari besar Islam,Kegiatan Istana, membersihkan benda pusaka, dan lain-lain. Pada kondisi tertentu, misalnya pada musim kemarau ketika air sungai surut, maka daratan kering biasa digunakan sebagai tempat bermain.[7]



[1] J.U. Lontaan. Sejarah-hukum adat dan adat istiadat Kalimantan-Barat. Kalbar: Pemda Tingkat Kalimantan Barat. 1975
[2] Yus Suhardi,Sanggau Dari Masa Ke Masa. Sanggau: Pemda Sanggau.2006.hlm.9
[3] Abdul Kodir,Sejarah Pendidikan Islam,Bandung:Pustaka Setia,2015.hlm.167
[4] http://tripenasutemi.blogspot.co.id/ diakses 27 Oktober 2016

[5] Ibid.hlm.10
[6] https://spupe07.wordpress.com/2009/11/20/oleh-nonong/ diakses 27 Oktober 2016
[7] http://syarah60.blogspot.co.id/2015/10/sejarah-kerajaan-sanggau.html diakses 27 Oktober 2016

Comments

Popular posts from this blog

DINASTI QAJAR (1779-1925)

DINASTI SAFAWIYAH

DINASTI SAMANIYYAH (873-998 M)